webnovel

Zora

Setelah beberapa saat menikmati perjalanan, Asheel akhirnya sampai di tempat tujuannya. Sebelumnya, dia harus melompat dari pulau ke pulau untuk datang ke sini.

Kuil Langit merupakan kumpulan beberapa pulau yang semuanya mengambang di atas awan. Karena itu, tempat ini terdiri dari beberapa bongkahan tanah yang terbang dan berdekatan hingga membentuk tanah yang terlihat indah.

Bahkan terdapat beberapa gunung di atasnya, dan Asheel sedang mendaki salah satunya. Alasan dia datang ke Kuil Langit adalah karena dia ingin menemui Chaos.

Dia tahu Chaos ada disini melalui hubungan mereka berdua.

Asheel saat ini berdiri di puncak gunung dengan sebuah altar dibangun di atasnya. Saat dia akan berjalan mendekat, dia mendengar suara tangisan seorang wanita dari sana.

Biasanya, dia akan bergegas ke arahnya dan berusaha menghiburnya, tapi karena kejadian sebelumnya, pikirannya menjadi canggung dan itu mampu memengaruhi kebiasaannya sendiri. Terlebih lagi, akan aneh jika seorang bocah sepertinya akan menghibur seorang wanita yang menangis.

"Hiks, hiks..." Wanita yang sedang menangis itu mengusap air matanya, tubuhnya bersandar pada bongkahan besar di belakangnya, dan dia memeluk lututnya saat kepalanya menunduk dengan sedih. "Kenapa aku harus menerima nasib seperti ini... Menikahi bajingan itu adalah sesuatu yang paling aku benci dalam hidupku."

"Andaikan aku lebih kuat..." Wanita itu bergumam sambil mengangkat kepalanya dan menatap langit. "Tapi itu tetap tidak berguna, ya...? Bajingan itu memiliki Klan Dewi di belakang punggungnya."

"Apa yang harus kulakukan? Dua hari lagi, bajingan itu pasti akan ke sini...

"Onee-sama, aku takut akan kelemahanku sendiri...

"Aku hanya orang yang menyedihkan, menyalahkan nasib hanya karena aku tidak mampu..."

"Ya, kau orang yang sangat bodoh hingga menyedihkan."

Sebuah suara tiba-tiba terdengar yang membuat wanita itu bereaksi dengan panik. Dia segera melihat sekeliling untuk mencari tahu dari mana asal suara itu.

Segera, pandangannya menyapu ke atas dan dia melihat seseorang yang sedang duduk di bongkahan yang baru saja dia sandari.

"Sejak kapan...?" Dia berguman dengan bodoh sebelum sadar dan buru-buru mencabut pedangnya. Tapi saat pandangannya menangkap orang itu lebih jelas, dia sedikit terkejut, "Seorang anak kecil?"

"Cih," Asheel mendecakkan lidahnya saat mendengar bagaimana wanita imitasi Sera ini memanggilnya.

"Hei, nak. Apakah kau tersesat? Ini bukan tempat untukmu bermain, tahu?" Zora sedikit menurunkan kewaspadaannya saat mengetahui jika yang berbicara sebelumnya hanyalah seorang anak kecil.

Menatap imitasi Sera itu sejenak, Asheel harus mengakui jika wanita ini benar-benar sangat mirip dengan pacar pertamanya. Yang berbeda dari mereka hanyalah pesonanya. Pesona Sera jauh lebih unggul dari pada miliknya. Asheel lalu memutuskan untuk bermain.

"Kakak, aku takut sendirian disini. Tangisan kakak berhasil membangunkanku..." Asheel berkata dengan sedih sambil memasang wajah memelas.

Mendengar, suara imut dari bocah didepannya membuat Zora benar-benar melepas semua kewaspadaannya. Bahkan dia melupakan ejekan yang diucapkan bocah ini sebelumnya.

"Tidak apa-apa, kakak ini akan mengantarmu pulang. Jangan takut lagi, ya? Yosh, yosh, apakah kamu bisa turun dari sana?" Zora tersenyum saat melihat betapa imutnya bocah di depannya.

"Aku ... aku belum bisa terbang dengan benar..." Asheel memiliki air mata yang mengancam akan jatuh saat mengatakan itu.

"Kalau begitu..." Zora lalu mengepakkan sayapnya sebelum terbang ke atas bongkahan batu besar itu.

"Kakak!" Asheel langsung berlari dan memeluk pinggangnya.

Zora menepuk-nepuk punggungnya dengan kasih sayang saat dia berkata, "Tenanglah, kamu akan baik-baik saja. Aku akan membawamu turun."

Zora lalu mengangkat tubuh bocah Asheel dan membawanya terbang ke bawah. Setelah mereka menapak tanah, Zora lalu bertanya, "Nak, siapa namamu?"

Bocah itu dengan takut-takut berkata, "A.. Asheel."

"Jadi, Asheel." Zora tersenyum dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan di tempat ini?"

"Aku..." Asheel berhenti sejenak dan memikirkan jawabannya. Sedetik kemudian dia menjawab, "Aku belajar terbang hingga sampai di tempat ini."

"Terbang terlalu lama bisa membuat sayapmu lelah, ya?" Zora mengangguk dengan mengerti. Lalu dia berkata, "Tidak seperti Klan Dewi, kita Celestial hanyalah versi yang lebih rendah dari mereka. Keseluruhan klan kita memiliki kualitas yang tidak layak disebut untuk dibandingkan dengan mereka yang berasal dari Klan Dewi. Apalagi orang seperti kita yang hanya generasi ketiga.

"Jadi, jangan sampai patah semangat dan terus berusaha keras untuk meraih apa yang kau inginkan, ya?"

Melihat senyuman di wajah Zora benar-benar berhasil membuat Asheel linglung sejenak.

'Sialan, orang ini sangat baik dan bermoral. Andaikan Sera sering menampilkan senyum seperti itu. Ahh~ betapa diberkati..'

Asheel juga tersenyum saat memikirkan itu sebelum mengangguk ke Zora. Dia lalu menatap wanita itu dengan bingung sejenak sambil memiringkan kepalanya, "Tapi, kenapa kakak menangis sendirian di sana? Kakak terlihat sangat sedih sebelumnya."

Mendengar perkataannya membuat Zora malu saat dia tersipu dan memalingkan muka. Dia menunjukkan kelemahannya di depan seorang bocah, yang sulit dipercaya.

"Yah, suatu saat kamu akan mengalaminya. Keterpurukan karena usaha yang tidak berguna, kakak sedang dalam keadaan itu. Itukah yang membuatku sedih. Jangan sampai kamu mudah patah semangat seperti kakak ini, ya?" Zora sedikit memaksakan senyumnya saat tangannya mencoba mengelus kepala Asheel dengan hati-hati.

Asheel membiarkan Zora menyentuh kepalanya. 'Yabe! Aku benar-benar terbawa oleh perasaan ini. Aku merasakan kebaikan murni darinya, tidak seperti Sera yang menepuk kepalaku dengan kasih sayang dan cintanya.

'Ini benar-benat gawat...'

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang, bagaimana?"

Perkataannya membuat Asheel sadar saat dia mengangguk dengan gembira.

Zora menggendong Asheel sekali lagi saat dia terbang ke pulau berpenghuni.

'Kurasa aku harus menunda waktuku untuk berbicara dengan Chaos,' pikir Asheel dalam benaknya.

Bongkahan yang dia duduki sebelumnya sebenarnya merupakan wadah Chaos yang tertidur. Alasan kenapa Chaos ada disini, karena Chaos-lah yang menciptakan Alam rahasia ini sebelum Klan Dewi mengungsi ke tempat ini dan menamakannya Kuil Langit, yang kemudian terlahir keturunannya yaitu Celestial.

Celestial, selain menyembah Dewa Tertinggi, mereka juga memuja suatu entitas bernama Oshiro-sama atau yang lebih dikenal sebagai Induk Kekacauan.

Tempat mereka berdua berbincang sebelumnya merupakan sebuah altar untuk para Celestial memuja Oshiro-sama, dan merupakan pulau terpisah dari pemukiman mereka tinggal.

'Tapi, Chaos itu aneh ... seperti tidak lengkap. Kondisi itu bahkan tidak layak disebut seorang Chaos.' Asheel berpikir sendiri dalam benaknya, sebelum menepis semua pikirannya dan fokus untuk mendongak dan melihat wajah Zora dari dekat.

Sementara itu Zora telah menyadari sesuatu, 'Aneh sekali. Aku yakin jika semua orang telah mengenaliku bahkan jika mereka anak-anak. Bocah ini seperti belum pernah melihatku. Ahh! Ada kesempatan!'

Dia menyelesaikan pikirannya sebelum menatap ke bawah dan melihat Asheel yang sedang dia pegang menggunakan kedua tangannya "Nak, kamu sudah memperkenalkan dirimu, tapi aku belum, kan? Lalu, apakah kamu tahu siapa aku?"

Asheel memiringkan kepalanya sejenak sebelum menjawab, "Kakak adalah Zora, kan? Adik perempuan pemimpin Klan kita saat ini."

"Benar sekali!" Zora menghela napas lega setelah mengetahui jika Asheel juga mengetahui tentang dirinya. Tapi dia masih bertanya-tanya dalam benaknya karena pertama kali dia bertemu dengan Asheel, bocah ini tidak berseru menyebut namanya atau bahkan menghormatinya.

'Ehh, sepertinya aku melupakan sesuatu? Apasih yang diucapkan bocah ini saat pertama kali aku bertemu dengannya?' Zora memiliki mata linglung saat dirinya tidak fokus lagi.

Dia dalam keadaan itu selama beberapa saat sebelum sadar karena suara Asheel yang terdengar mendesak di telinganya.

"Kak! Kak!"

Asheel menepuk-nepuk tangannya dengan panik saat merasakan jika penerbangan Zora akan menembus lautan awan di bawahnya.

"Ah?" Zora akhirnya tersadar karena tindakannya sebelum semuanya menjadi jelas untuknya. Pada akhirnya, dia juga berteriak, "Ahh!"

Saat mereka berdua akan menyelam ke awan di bawah, Zora dengan gesit mampu bermanuver di udara dan melesat ke atas dengan cepat. Mereka berdua selamat karena tindakan darurat itu.

"Aku benar-benar minta maaf!" Zora buru-buru meminta maaf karena kecerobohannya sebelumnya bisa membuat Asheel terluka.

"Ahh, tidak apa-apa. Yang penting kita selamat!"

Mendengar Asheel masih ceria setelah kejadian itu, Zora menghela napas dengan lega.

"Selain itu, bisakah kamu melakukannya lagi? Itu benar-benar menyenangkan sebelumnya!" Asheel berseru dengan gembira.

"Eh?" Zora linglung sejenak sebelum menggelengkan kepalanya dengan tergesa-gesa. "Tidak, tidak, tidak. Itu terlalu berbahaya! Aku hanya beruntung sebelumnya."

"Begitukah...?" Asheel menundukkan kepalanya dengan sedih.

Zora merasa bingung dengan bagaimana dia harus menghiburnya. Pada akhirnya, suasana dibiarkan menjadi canggung sampai mereka mendarat di tanah.

"Nah, dimana rumahmu?" tanya Zora.

"Di sana!" Asheel menunjuk suatu tempat.

Melihat kemana Asheel menunjuk, Zora merasa bingung sekali lagi.

'Itu searah dengan rumahku, tapi aku belum pernah melihat bocah ini dimanapun sebelumnya.' Zora lalu menggelengkan kepalanya. 'Lupakan, aku harus mengantarkan bocah ini dan segera pulang karena kalau tidak, kakak akan memarahiku karena aku tidak pulang selama tiga hari.'

Mereka berdua lalu berjalan menyusuri pemukiman yang sepi karena ini adalah tengah malam, lalu mereka sampai di suatu rumah yang sedikit lebih besar dari rumah lainnya. Tapi, Zora saat ini benar-benar menatap rumah ini dengan bodoh.

"Bukankah ini rumahku?"

Tanpa menunggu Zora yang bereaksi aneh, Asheel berlari dan langsung membuka pintu rumah itu.

"Aku pulang!"

"Oh, selamat datang kembali!" Sebuah suara yang Zora tak kenal juga bergema dari rumah itu.

Butuh waktu beberapa saat untuk Zora tersadar dari linglungnya. Dia dengan ragu-ragu juga masuk ke rumah itu.

Setelah membuka pintu, dia disambut oleh kelaurga satu-satunya yang dia miliki.

"Oh, Zora! Dari mana kamu tiga hari ini? Aku benar-benar khawatir tahu!?" Flora segera memarahinya.

"Maafkan aku, Onee-sama. Aku murung baru-baru ini," Zora buru-buru berkata dengan nada meminta maaf.

"Oh, budakku, Flora. Kemarilah!"

Zora lalu bisa mendengar suara Asheel.

'Tunggu, budak?'

"Baik!" Tanpa menunggu Zora yang terkejut, Flora segera pindah ke sisi Asheel dan membungkuk.

"Kau akan menjadi tungganganku malam ini," kata Asheel dengan nada memerintah.

"Ahh, benar-benar hukuman yang cocok untuk jalang rendahan ini~."

"Eh?" Zora menatap mereka berdua dengan bodoh. Melihat sosok kakaknya yang menjadi kursi untuk bocah imut yang baru saja dia temui, membuat reaksi yang benar-benar tidak terduga darinya. Dia bertanya dengan bodoh, "Kakak, Asheel, apa yang kalian lakukan?"

"Apa yang sedang kulakukan? Tentu saja menjadi kursi untuk Tuhanku tercinta~!"

Zora memiliki ekspresi tidak percaya di wajahnya saat dia menoleh ke bocah itu dengan gugup. "Asheel?"

"Hah?" Asheel memperhatikannya sebelum mengetahui mengapa Zora membuat wajah seperti itu. Matanya menyipit ke bawah hingga membentuk bulan sabit dan mulutnya membentuk seringai merendahkan, "Ahh, aku baru saja memungut seekor anjing. Lucu, kan?"

Asheel berdiri dan menginjak kepala Flora hingga menyentuh tanah tanpa ragu-ragu.

"Eh?!"

Bab berikutnya