Derai air bening terus jatuh dari kedua sudut mata Ayu. Mungkinkah ini muara dari perjalanan rumah tangganya bersama, Yudi Eka Setiawan?
Dengan langkah panjang Ayu kembali memasuki kamarnya, dia melewatkan sapaan papa dan mamanya yang menyerukan namanya.
Ayu yang sudah berada di kamarnya menatap nanar Zaskia, malaikat kecil yang telah hadir dalam hidupnya hampir lima tahun. Kemudian wanita malang itu menghempaskan bokongnya di bibir ranjang tak jauh dari posisi Zaskia berbaring.
Ayu meraih handbagnya yang terletak di atas nakas, mengeluarkan dan membaca kembali surat undangan yapng dia dapatkan dari Akbar semalam.
Tiba-tiba stimulus otak Ayu bekerja dengan sangat baik, Apakah ini alasan Yudi selalu bepergian keluar kota? Ayu bukan lagi anak polos yang mudah mempercayai ucapan suaminya, kadang Ayu membrontak jika Yudi hendak pergi lagi tapi alasan yang diberikannya selalu saja dicerna dengan baik di akal sehat Ayu.
Segelintir bayangan masa lalu terlintas dalam benaknya. Seolah mendapat pencahayaan yang jelas atas perubahan sifat sang suami.
"Apa salah aku, Mas?" rintih Ayu.
"Jadi yang semalam itu beneran dia, Yu?" suara bariton Akbar mengangetkan Ayu. Pangkal bahunya sedikit terangkat.
"Sejak kapan lo di sini?" kilah Ayu.
"Sejak lo bertanya, apa salah lo," jawab Akbar.
Tanpa babibu terlebih dahulu, Ayu langsung menerjam masuk ke dalam dekapan Akbar. Hanya Akbar sahabat yang Ayu punya sekarang.
"Apa salah gue, Bar?" pangkal bahu Ayu bergerak naik turun seirama dengan isak tangisnya.
"Dia gugat cerai gue, Bar," Akbar melerai pelukan mereka, dustakah ini?
Ayu memberikan map merah yang berisikan surat gugatan cerai yang dia terima beberapa saat yang lalu.
Akbar dengan teliti membaca point demi point yang menjelaskan alasan Yudi menggugat wanita yang telah dia nikahin selama enam tahun tahun dan telah melahirkan seorang sosok gadis kecil yang menuruni kecantikan sang Ibu.
"Gue nggak tahu harus nyalahin siapa dalam masalah ini," ucap Akbar lalu mengembalikan berkas itu pada Ayu untuk dia baca. Akbar yakin kalau sahabatnya itu belum membaca alasan Yudi menggugatnya cerai.
"Maksud, lo?" tanya Ayu.
"Lo baca deh, bacanya yang teliti," titah Akbar.
"Apa benar yang dia tuduhin?" tanya Akbar.
Ayu hanya menggeleng tegas sebagai jawab untuk pertanyaan Akbar, tak ada satupun tuduhan yang Yudi berikan bersifat fakta. Semuanya hanya bualan belaka.
"Dan apa yang gue takutin akhirnya terjadi, kan? Untuk kedua kalinya dia ninggalin lo dengan satu kesalahan yang sama," kata Akbar.
"Tadi gue mau jemput lo, tapi sepertinya lo nggak bisa masuk hari ini, nggak apa-apa gue maklumi," ucap Akbar lalu beranjak dari duduknya.
Kurang lebih 11 tahun persahabatan terjalin antara Ayu dan Akbar, mereka sudah mengenal sangat baik. Tak ada secuil rahasia pun antara keduanya.
Akbar yang hendak keluar dari kamar Ayu, langkahnya tiba-tiba terhenti.
"Kenapa?" tanya Ayu.
"Dia selingkuh, dan tidak akan ada pembenaran di atas kesalahan, Yu," tegas Akbar sebelum benar-benar pergi meninggalkan sahabatnya yang masih diselumiti awan duka.
"Bar, Ayu mana? Kok, dia nggak turun?" tanya Papa Galih saat melihat hanya ada sosok Akbar yang menuruni tangga.
Tapi Akbar tak bisa mendahului Ayu, ini adalah rumah tangga Ayu dan Yudi. Akbar hanya orang lain dalam rumah tangga mereka.
"Ayu berangkat sendiri, Pa," jawab Akbar sekenanya, lalu dengan langkah tegap meninggalkan kediaman Presdir Angkasa Group.
Papa Galih dan Mama Kinanti saling melempar tatapan, darah lebih kental dari air. Ikatan batin antara orang tua dan anak adalah hal yang tak perlu diragukan lagi.
Tatapan sendu yang Akbar perlihatkan sesudah bertemu Ayu, cukup menguatkan asumsi pasangan paru baya itu kalau putri semata wayang mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"AYU!!!" seru nyaring Papa Galih, tapi yang dipanggil seakan menulikan telinganya.
Karena tak mendengar sahutan, akhirnya Papa Galih dan Mama Kinantilah yang mendatangi Ayu.
Ayu menyambut kedatangan kedua orang tua dengan deraian air mata. Tak ada yang Ayu butuhkan, selain dekapan hangat papa dan mamanya.
"Mama, pindahin Zaskia di kamar sebelah dulu ya."
Ayu masih menutup rapat mulutnya, padahal sudah tiga kali Papa Galih menanyakan apa yang terjadi padanya.
Lalu fokus Mama Kinanti beralih pada map merah yang sedari tadi berada dalam pangkuan Ayu.
"Pah, itu," Papa Galih mengikuti arah telunjuk sang istri. Saat Papa Galih meraih map itu Ayu tak melawan sedikitpun.
Bola mata Papa Galih seakan ingin jatuh dan berserakan ketika mengetahui kalau menantunya telah menggugat cerai putri kesayangannya.
"Astagafirullah," pekik Mama Kinanti.
Papa Galih membaca dengan teliti alasan-alasan yang Yudi berikan.
Papa Galih melempar map itu ke sembarang arah, tapi segera dipungut kembali oleh Mama Kinanti. Nampaknya emosi sudah mulai mempengaruhi akal sehatnya.
"Alasan yang dia berikan untuk menggugat cerai kamu itu ngak masuk akal, Yu," ucap Papa Galih.
"Yu, kalau Yudi keberatan kamu bekerja kenapa baru sekarang protesnya? Kamu udah kerja dua tahun, kenapa ngak dari awal kamu kerja dia protesnya," ujar Mama Kinanti yang masih fokus membaca.
"Nah, Mama kamu itu lulusan sastra. Tapi, dia bisa dengan mudahnya menyimpulkan kalau alasan Yudi itu mengada-ada," tegas Papa Galih.
Ayu masih setia tertunduk seraya terus terisak.
"Papa kan sudah bilang, kamu jangan sama dia. Dia sudah pernah mengecewakanmu, dan tidak menutup kemungkinan dia akan menorehkan luka lagi untukmu," bentak Papa Galih.
Mendengar bentakan Papa Galih, Ayu lantas mendongak. Menatap lirih pria yang telah membesarkannya, pria yang telah menjadi cinta pertamanya.
Sedangkan Mama Kinanti tidak bisa berbuat banyak, selain terus mengusap punggung Ayu.
Napas Ayu semakin lama semakin terasa tertarik. Oksigen terasa mengikis seiring dengan ritme jantungnya yang bertalu-talu.
Ingatan masa lalu yang kelam, suram, dan Ayu kutuk.Kini, seperti hadir kembali. Membuka luka lama yang sampai saat ini dia biarkan menganga.
"Tidak seharusnya kamu menerima dia yang norehkan luka untukmu, Nak. Kata maaf yang dia ucapkan tidak bisa menghapus kesalahannya di masa lalu,' tekan Papa Galih.
Suci Indah Ayu sosok wanita yang mempunyai hati selembut kapas begitu mudahnya menerima dan memaafkan Yudi yang telah menorehkan luka di hatinya.
Ayu selalu saja menjadi budak cinta untuk seorang, Yudi Eka Setiawan. Menerima saja ketika disakiti dan dengan mudahnya memaafkan ketika diperhatikan.
"Kamu harus berpisah dengan Yudi, dia ngak pantas untuk kamu," titah Papa Galih.
"Papa, kamu gila seenak jidat nyuruh anakmu bercerai," sentak Mama Kinanti.
"Pa, Ma," ucap lirih Ayu memanggil kedua orang tuanya.
Ayu menghapus jejak kebasahan yang sedari tadi membasahi pipinya.
"Aku...,"
Bersambung...