webnovel

Di Tahun 1321. 2

Melihat lawannya berhenti menyerang dan mengambil posisi mundur Eyang Resik yang masih berada di awang-awangpun langsung turun ke tanah dan berdiri. 

Disaat Eyang Resik masih menunggu serangan dari lawan-lawannya itu tiba-tiba terdengar bisikan gaib yang dia rasakan. 

'Resik ... Resik ... ini Eyang cucuku ...' Suara gaib itu memanggilnya. 

Mendapat panggilan gaib dari gurunya, Eyang Resik pun segera duduk dengan mengambil posisi semedi. 

'Sendiko dawuh guru ... salam hormat dari muridmu ini,' 

jawab Eyang Resik dalam komunikasi batinnya itu. 

Nampak Eyang Resik menundukkan kepala seperti orang yang sedang memberi sebuah penghormatan. 

'Sudah tiba saatnya engkau menyusul aku dan para leluhurmu untuk menghadap Sang Esa, sudah cukup pengabdianmu untuk menjaga serta menumpas kejahatan yang ada di muka bumi ini Resik ...' 

'Dan ketahuilah meski nyawamu telah kembali ke alam baka namun kelak jasadmu akan terus berjuang menjadi pendamping seorang pendekar yang akan meneruskan perjuanganmu ini.'

'Oleh karena itu segera selesaikan kedua perusuh yang ada di hadapanmu itu sebagai penutup dari pengabdianmu sebagai penjaga kedamaian,' titah dari guru. 

'Bukankah mereka itu berjumlah tiga orang guru?' tanya Eyang Resik dalam kontak batinnya itu. 

'Benar, namun untuk Jaka belum saatnya dia untuk mati, maka dari itu lenyapkan Santoso dan Winoto dengan caramu sendiri, kau diberi kuasa atas nyawa mereka berdua!' tegas suara gaib Guru. 

'Baiklah guru, akan segera hamba laksanakan,' balas Eyang Resik. 

Sementara ketiga pendekar yaitu Santoso, Winoto dan Jaka nampak sudah menyusun rencana untuk menyergap Eyang menggunakan ajian Parjanya Astra, yaitu ilmu yang di gunakan untuk mengaburkan pandangan lawan serta melumpuhkannya. 

Dengan menggunakan ilmu Parjanya Astra mereka bermaksud mengelabui penglihatan Eyang Resik, dan disaat yang sama mereka akan mengeluarkan ajian pamungkas masing-masing. 

Sementara itu Eyang Resik yang sudah tidak ingin mengulur-ulur waktu lagi, dia nampak ingin segera menyudahi pertempuran itu. 

"Hei, Resik sebelum kau menjemput ajalmu sebut dulu nama-nama leluhurmu dan para gurumu! Karena tidak lama lagi kau akan kami antarkan untuk menyusul mereka! Ha, ha, ha ..." ucap Winoto dengan pongahnya. 

"Heh, heh, heh ... sungguh besar sekali omonganmu hei Winoto! Sebesar dan seangker nama yang kau sandang, tapi sayang! Kebesaranmu itu hanya di mulut saja, dan tidak sebanding dengan kekuatan yang kau punya! Aku memang akan segera menyusul para leluhur dan para guruku, dengan cara yang sudah ditentukan oleh Sang Esa, bukan dengan cara kotor seperti yang kau ocehkan itu! Ketahuilah hei para pendekar busuk! Justru akulah yang akan menjadi takdir bagi kalian, untuk mengakhiri riwayat petualangan kalian dalam menyebar fitnah dan kemungkaran di muka bumi ini. Wahai pendekar-pendekar jahat! Bersiaplah menemui ajal kalian untuk menghadapi pengadilan dari yang maha kuasa!" ujar Eyang Resik. 

Lalu Eyang Resik pun bersiap untuk segera menghabisi para pendekar aliran hitam itu. 

Sementara itu Winoto, Santoso dan Jaka juga sudah mulai mengeluarkan Ajian Parjanya Astra untuk mengaburkan dan sekaligus melumpuhkan Eyang Resik. 

Saking kuatnya pengaruh dari Ajian Parjanya Astra yang mereka gabungkan, suasana yang semula terang dengan sinar rembulan seketika itu berubah menjadi gelap, hitam dan pekat.

Bahkan di tengah suasana yang gelap nanpekat itu terdengar suara burung-burung malam yang berjatuhan karena tidak kuat merasakan dampak dari Ajian Parjanya Astra mereka itu. 

Sementara eyang Resik yang sudah siap menghancurkan para musuh-musuhnya itu seperti tidak terpengaruh dengan Ajian Parjanya Astra yang mereka keluarkan. 

Dengan posisi yang masih berdiri Eyang Resik juga terlihat sudah membentengi tubuhnya dengan Ajian Gelap Ngampar. 

Dan ini merupakan yang terakhir kali Eyang Resik menggunakan Ajian itu sebagai penangkal dari Ajian Parjanya Astra mereka. 

Dengan tubuh yang sudah kebak beragam kesaktian dan kekuatan, Eyang Resik yang memang sudah tahu dengan Ajian para lawannya itu bermaksud segera melepaskan ruhnya untuk meninggalkan jasadnya itu. 

'Selamat tinggal dunia, sudah saatnya aku berpisah denganmu dan selamat menemui kehancuran wahai kalian para manusia laknat sudah tiba saatnya pula kalian harus menanggung akibat dari perbuatan kalian itu,' ucapnya dalam hati. 

Seiring dengan berakhirnya ucapan batinnya itu, Eyang Resik yang semula masih berdiri tiba-tiba tubuhnya pun langsung jatuh ke tanah dan meninggal dengan posisi telentang dengan tangan yang bersedekap. 

Dan begitu melihat tubuh Eyang Resik terjatuh maka ketiga pendekar itupun mengira kalau Ajian Parjanya Astra mereka itulah yang telah berhasil melumpuhkan pendekar sakti yang telah menghabisi gurunya itu. 

Lalu dengan pongahnya ketiga pendekar itupun langsung tertawa terbahak-bahak. 

"Huahahaha ... huahahaha ... huahahaha ... akhirnya kita bisa merobohkan pendekar tua ini tanpa harus mengeluarkan senjata," ucap pendekar yang bernama Winoto. 

"Benar, ternyata nama besar pertapa sakti dan ampuh "Eyang Resik." ini tidaklah se sakti dan se ampuh yang aku kira," sahut Jaka. 

"Kalau begitu sekarang ini dia adalah bagianku, biar aku saja yang memenggal kepalanya dan akan segera kubawa ke kuburan Eyang Gundala Sakti," timpal Santoso sambil menoleh kepada dua temannya itu. 

Melihat tubuh Eyang Resik yang memang sudah tidak bernyawa itu, Santoso yang bermaksud akan memenggal kepala Eyang Resik nampak mulai berjalan mendekati jasad pertapa sakti itu. 

Dengan sorot mata yang berubah merah menyala menandakan kalau dia sedang dalam puncak kemarahannya, Santoso nampak mengambil senjata andalannya yaitu pedang Tarik Nyawa yang ia selipkan dipinggangnya itu. 

Lalu diangkatnya pedang pusaka itu tinggi-tinggi ke udara dan dengan disertai pekikan suara amarahnya dia berseru. 

"Wahai Eyang guru Gundala Sakti akan kupenuhi janjiku untuk membalaskan dendammu! Datang dan saksikanlah wahai Eyang Gundala!"

Kemudian Santoso pun mencabut pedang Tarik Nyawa nya itu. 

Sring ...!!! 

Suara pedang Santoso terdengar nyaring menyeruak keheningan malam yang pekat itu. 

Lalu Santoso pun berdiri tepat di samping kepala Eyang Resik dan kemudian dia menarik kaki kanannya kebelakang untuk mengambil ancang-ancang bersiap untuk memenggal kepala Eyang Resik. 

Dengan berteriak lantang tangan kanan Santoso pun menghunjamkan pedangnya itu dengan sangat keras ke arah leher Eyang Resik. 

"Mampuslah kau Resik! Hiiaaat ... tuang ..."

Karena saking kerasnya pedang Santoso pun terlepas dari genggaman dan terpental. 

Namun sungguh diluar dugaan Santoso dan kedua temannya itu, karena tubuh Eyang Resik tidak bergerak sedikit pun apa lagi terluka. 

Melihat pedang andalannya yang tidak mampu melukai musuh yang sudah tidak bergerak itu, kemarahan Santoso pun semakin memuncak. 

Lalu sarung pedang yang masih dipegang tangan kirinya itupun dia lemparkan, kemudian dia kembali mengambil pedang Tarik Nyawanya yang terpental beberapa jengkal dari tempatnya berdiri. 

Sesaat setelah mengambil pedangnya itu Santoso pun kembali menghampiri tubuh Eyang Resik dan kembali mengangkat tinggi-tingi pedangnya itu dengan kedua tangannya. 

Dengan mengerahkan seluruh kesakitan yang dia miliki Santoso pun kembali menghunjamkan pedangnya. 

"Hiiiiiaaaaattt. Hancurlah kau jahannam ...!"

Duuuaarrr ... whusssh!!!

Sungguh kejadian yang diluar dugaan, pedang Tarik Nyawa andalan Santoso itu pun hancur dan terbakar, begitu pula tubuh Santoso pun juga ikut terbakar. 

Melihat tubuh dan pedang temannya hancur dan terbakar, Winoto pun langsung melompat dan menyerang tubuh Eyang Resik yang masih utuh dengan senjata andalannya tombak Pati. 

"Biadap kau Resik ... jiiiaatt, jiiiaatt, heiyyaa ..." 

Dengan brutalnya Winoto menghunjamkan tombak saktinya itu ke arah perut Eyang Resik, karena mengira kalau area perut akan lebih lunak dan bisa ditembus dengan tombaknya, berkali-kali dia menghunjamkan tombaknya itu. 

Bersambung...

Bab berikutnya