webnovel

Sangat Ingin

Pagi ini sangat terang di tanah Sukorejo, Pekalongan, Jawa Tengah, angin pagi meniup dedauan, memang benar inilah kenikmatan surga yang ada di bumi. Para Kiai menyebutnya angin sobba.

Setelah mengaji putra Kiai Fattah pergi menjemput Kakaknya di Bandara Internasional Ahmad Yani Kota Semarang.

Perjalanan panjangnya dari Sukorejo Pekalongan, ditemani dengan lagu-lagu rok ia menikmati sambil mengangguk-angguk. Mobil kecil benama Yaris menemaninya. Pakaiannya ala santri, ia mengenakan hem putih bergaris coklat, dan sarung hitam favoritnya. Namun seperti biasa ia sangat malas mengenakan peci ala santri.

Setelah satu jam perjalanan, ia merasa haus ia berhenti disalah satu pusat pembelanjaan. Ia turun menutup pintu mobil, menyibakkan rambutnya yang berponi, lalu masuk kedalam toko.

Dia memang pemikat, parasnya memang sangat menarik, yang memandang pun tidak pernah bosan, banyak yang mengatakan jika dia sangat mirip dengan pemeran Syamir di Film Bollywood Mohabbataein.

Dia masuk, menoleh sejenak kepara gadis yang dari tadi memperhatikannya.

Sofil masuk, gadis bercadar berpaspasan dengannya. Sofil kekiri, dia kiri, Sofil kekanan, dia juga mengikuti.

"Mbak kalau mau kenalan bilang saja, jangan menghalangi jalan ..." ujar Sofil kepedean, gadis itu menginjak kaki Sofil dengan sepatunya. Sofil kesakitan gadis itu keluar dari toko.

"Bercadar tapi kejam," gumamnya mengangkat satu kaki kanannya, "Sakitnya sampai kepelung hati," imbuhnya, lalu berjalan pincang menggambil minuman dikulkas.

"Aduh ... lihat mereka aku ingin meneguk minuman memabukkan itu," gumamnya mengendalikan diri, ia mengambil teh dingin lalu kekasir, pemuda didepannya bau minuman. Sofil meneguk ludah berkali-kali.

"Apa kau punya minuman beralkohol?" dengan berani Sofil bertanya seperti itu, ia tidak sanggup lagi menahan dahaganya, ia merindukan barang itu.

"Aku akan memberi dengan harga berapapun, tolong berikan," ujarnya memohon.

"O tidak puasa ya, mmm ternyata aku kira kamu pria baik, ternyata kecanduan juga, nih mas kurangnya tadi," ujarnya memberikan uang tunai ke kasir. "Mas malu dengan saeungmu," ucapnya sebelum pergi.

"Tidak jadi bedapa tehku?" Sofil mengurungkan niatnya.

"Enam ribu," jawab cepat Sofil memberi uang sepuluh ribu lalu pergi. Ia segera masuk kedalam mobil dan melanjutkan perjalanan ke Bandara.

"Sofil ... Dosa, dosa, karna haus aku lupa akan puasa, heh ... Sofil," sesalnya menjotos pipi sendiri. "Allah ... Sakit ..." karna kelakuannya ia hampir menabrak mobil didepannya.

"Untung ngerem, Sofil puasa jangan batalkan," ujarnya lalu kembali lagi menikmati lagu Power metal.

Parkiran penuh ia memarkirkan mobil lalu turun, dan menutup pintu.

"Lho Sofil kan?" tanya pemuda memastikan Sofil dengan mendekat, Sofil memperhatikannya.

"Iya, siapa ya?"

'Aduh,' keluhnya dalam hati.

"Hafiz, teman SMA, lihat istriku ..." tunjuknya.

"Maaf tidak tanya, aku juga lupa, ia berjalan cepat,"

"Kamu lupa?" tanya gadis dengan rambut teeurai.

"Aku tidak dengar," ia melangkah cepat.

"Tidak dengar kok jawab. Lupa sama mantan pacarmu?" ujar gadis dari arah kanannya.

"Nanti lagi ya aku orang sibuk," ujar Sofil, "Hih, aku pura-pura lupa, kan gengsi kalau dibilang jomblo, esttt mantan pacar itu pasti bangga nikah duluan, lupakan Sofil," gumamnya lalu kembali berjalan sambil menelpon Fatih. Saat itu ia tidak sengaja bersenggolan dengan gadis cantik yang menjatuhkan buku kecil. Sofil mengambil buku itu.

"Hai gadis ..." panggilannya tidak direspon, ia akan mengejar.

"Sofil .... Assalamualaikum," panggil dari suara yang tidak asing.

"Wa'alaikummusalam," Sofil menoleh lalu tersenyum bahagia. Pemuda tampan itu berusia 29 tahun, paras wajah tampan dengan kulit kuning langsat, tinggi badannya 66cm itu, mendekat menjabat tangan dan memeluk Adiknya.

"Wih ... Makin ganteng," puji Sofil, merangkul bahu kakaknya.

"Setitiknya Nabi Yusuf AS," jawab Fatih keduanya tertawa, lalu berjalan.

"Ha ha ha, yah ... Gadis tadi hilang," keluh Sofil mencari gadis yang menjatuhkan buku tersebut.

"Siapa?" tanya Fatih penasaran.

"Pemilik buku ini, sudahlah kalau jodoh pasti bertemu," ucapanya ringan.

"Aamiin," Fatih mengamini mereka sampai dimobil. Sofil melempar buku dari kaca kedepan setir.

"Kok gitu sih Gus, aku hanya percanda,

Mari Abah sudah tidak sabar," ajak Sofil memasukkan koper.

Keduanya masuk kedalam mobil. Melihat sang adik mengelus-ngelus setir, Fatih tertawa kecil.

"Gogo home, bensinnya hampir habis harus disayang Gus, anak pintar jangan mogok, tahan dulu oke, kalau haus tunggu sampai pom," ujarnya lalu menyalakan mesin.

"MasyaAllah ... Jangan Majnun Sofil Mubarrok," tegur Fatih. Sofil tertawa ringan,menginjak gas dan mulai perjalanannya.

"Biasanya ngebut, ini slow ..." ujar Fatih menikmati suasana ditanah air tercinta.

"Ya ada yang perlu dijaga Gus,"

"Siapa?" tanya Fatih, Sofil meliriknya. "Lirikanmu menggoda iman," tegur Fatih, tidak sanggup dengan lirikan elang dari sang adik.

"Ha ha ha ada saja Gus ini. Sayangnya masih begini perjalananku masih likak-likuk tidak pasti. Yang perlu di jaga ya ... calon tunangannya neng Bilqis Pasuruan," ceplos Sofil menggoda Kakaknya sambil menaikan alis.

"Kamu sudah tunangan?" tanya Fatih ke Sofil, Sofil tertawa, lalu menyalakan rokoknya.

"Aku lupa lagi," ia membuang rokok utuh itu.

"Alhamdulillah kamu ingat kalau ini Romadhon," ujar Fatih.

"Jangan sok polos deh Gus, Abah mengajukan profosalmu," jelasnya.

"Apa maksudnya? Aku di jodahkan?" Fatih bertanya mencari kejelasan.

"Yap yes," jawab Sofil enteng.

"Sofil, lihat Umi ... Jika kamu sayang sama Umi, mulailah perjalanan yang benar," ujar Fatih serius akan membahas soal kelakuan Sofil.

"Sebenarnya mubadir, aku menggu sesuatu, doakan saja semoga aku mendapat hidayah, bukan Mbak Hidayah soalnya sudah nikah," perkataaan serius disambung dengan sebuah candaan.

"Ya Allah ... Sudah lima tahun Mbak Hidayah nikah," ujar Fatih keduanya tertawa.

"Mbak Hidayah itu keren lo, alumni fenomenal wanita yang ada didunia kelam dan taubat bersungguh-sungguh. Sekarang kamu Sofil yang harus mencontohnya,masa semua peringatan Allah Subhanahuwata'ala tidak membuatmu takut. Jamgan sampai menyesal Sofil," tutur kata Fatih menasehati adiknya.

"Bilang saja jika Gus tidak mau aku mengungkit Neng Bilqis, iya kan ..." Sofil keluar dari jalur nasihat.

"Sofil, kamu itu lo kalau dinasehati malah beda jalur," ujar Gus Fatih membuat Sofil tersenyum tapi penuh malu. "Jadi memang benar perkataanmu? Abah belum membicarakan itu, Ah mana mungkin?" ungkap Fatih dengan penuh tanda tanya.

"Iya Gus, wallahi, weh... Neng Bilqis itu waw banget. Tunggu, apa Gus punya wanita lain?" peranyaan Sofil penuh curiga.

"Hanya Umi, wanita lain itu," jawab Fatih, lalu menghirup udara dari kaca sebelah kirinya.

"Selama di kairo ada tidak yang Gus sukai? Secara, gadis disana penuh dengan pesona Cleopatra, kulit putih, mata indah yang belalak, hidung mancung. Wih ... pokoknya," puji Sofil kepada kaum hawa ditanah Mesir.

"Ada tapi bukan gadis sana, cinta dalam diam Fil, yah baiknya seperti itu," ujar Fatih.

"Storykan Gus aku pegen dengar secara live, maklum bahasanya memang seperti ini, karna memang sangat suka bahasa Inggris, tapi tidak bisa ya hanya disingkat-singkat. Ha ha ha," pengakuannya.

"Kamu itu cerdas tapi malas, kurang usaha." tegur Fatih. Mobil masuk area pom.

Bersambung.

Bab berikutnya