webnovel

Bagian Kedua

Aku berlari menuju salah satu ruangan rawat inap, menaiki lift yang justru terasa sangat lama. Dentingan lift membuka pintu lift lalu Aku menyusuri satu persatu nomor kamar yang ada di setiap atas pintu.

Aku membuka pintu kamar itu, ketika sudah menemukan kamar rawat ibunya. Karena mengamati Kak Gantara sampai membuat ku lupa, jika Aku ke rumah sakit karena Ibu.

"Akhirnya Kak Ana datang juga." Zenna menghampiriku.

"Ibu kenapa?" tanyaku.

"Ibu, serangan jantung Kak. Untung aja tadi Aku sama Bapak langsung bawa Ibu ke sini," ujar Zenna.

"Bapak sekarang ke mana?" tanyaku pada Zenna.

"Lagi ngurus administrasi Kak," jawab Zenna. Aku menganggukkan kepalaku lalu melihat ibu yang terpasang alat-alat di tubuhnya.

--------

Aku akan pulang terlebih dahulu lalu kembali lagi ke sini agara Zenna dan Bapak bisa pulang. Ketika melewati UGD aku jadi teringat Kak Gantara.

"Em Sus, mau tanya." kataku di meja resepsionis di dalam UGD.

"Iya silahkan Mbak"

"Pasien yang tadi sekitar pukul empat, yang sempat ada laki-laki nangis di situ" Aku menunjuk posisi dimana Kak Gantara berada di sini.

"Oh, itu pasien kecelakaan Mbak. Operasinya berjalan lancar, sekarang sudah di pindahkan ke ruangan rawat ini." Aku menganggukkan kepalaku.

"Kalau boleh tahu ruangannya dimana ya Sus?" tanyaku.

"Mbaknya nanti keluar dari sini langsung belok kanan, disitu ada lift nah naik ke lantai dua Mbak. Setelah itu, samping lift ada ruangan, disitu Mbak," jelas Suster itu.

"Terimakasih ya Sus," ucapku.

"Sama-sama Mbak."

Aku berjalan keluar dan segera melangkah menuju ruangan itu. Sebenarnya yang menarik rasa penasaranku adalah teriakan kata 'sayang'.

"Siapa ya yang bisa menaklukkan hati Kak Gantara?"

"Kayak Kak Sindi atau Kak Cia atau Kak Pamela atau Kania?" tanya penasaranku.

------

Aku sudah berada di depan ruang kamar dimana keluarga(?) Kak Gantara di rawat.

"Ih kok jadi ragu gini ya?" ucapku.

"Ih tapi tanggung juga."

Ini adalah pertama kalinya aku menjadi seorang 'penguntit' deg degan lagi nih jantung. Aku memutar handle pintu lalu mendorong sedikit pintu.

Mataku memicing, melihat lebih ke dalam. Punggung yang ku kenali terlihat di sana. Mereka berdua terlihat sedang bertengkar, karena nada bicara Kak Gantara yang begitu keras.

Mataku kembali meneliti, melihat siapa orang yang terbaring di kasur rumah sakit itu. Orang yang hanya tampak tangan di infus saja.

"Tangan berbulu, rambut tak panjang, matanya tegas, rahangnya tegas juga," batinku

"tunggu"

Aku mengucek kedua mataku. "Cowok!!!"

"Oh oh mungkin Kakaknya? eh tapi panggilnya Sayang kan tadi ?"

Aku sedikit membuat celah kembali di pintu ini. Mataku sekarang dapat melihat jelas wajah dari pria yang ada di ranjang itu, karena laki-laki itu menundukkan kepalanya dan berada dekat dengan Kak Gantara.

Bola mataku langsung membesar ketika melihat apa yang terjadi di dalam sana. Kak Gantara menarik wajah laki-laki di atas ranjang itu, dan mereka langsung BERCIUMAN!

"AAAAA!!! MMPH..."

Aku menutup dengan kencang pintu itu, berlari dengan amat kencang menuju lift, menekan tombol berkali-kali agar pintu segera tertutup. Mulutku aku tutup dengan tangan kiriku, dengan mata yang masih melotot dan dada yang tak karuan!!

"Mereka ciuman!!!" teriakku ketika lift berhasil menutup dan hanya ada Aku sendiri di dalam lift.

"Aku gak salah lihat kan?!! atagaaa mataku!!!"

Ya, Kak Gantara dan laki-laki itu berciuman. Benar-benar berciuman. Bahkan sangat-sangat.... erotis?

"Gak gak gak ini pasti mimpi."

Aku mencubit lenganku dengan sangat kencang. Aww!!

"Aaaa..!!"

-------

Badanku masih bergetar, semalaman aku tak bisa tidur karena bayangan mereka yang terbawa dalam alam mimpiku. Bahkan ketika menjaga ibu aku masih terdiam seperti orang linglung sampai membuat ibu dan bapak keheranan.

Aku berjalan ke kelas, dengan mata yang berkantung dan tatapan kosong. BAYANGAN MEREKA TAK MAU HILANG!! membuat Aku ketakutan sekarang.

"Na, Lo kenapa?" tanya Fera yang sedang duduk bersama Aini di depanku, yang entah sejak kapan mereka ada di sana.

"Kek mumi Lo!" ucap Aini.

"Abis lihat setan?" tanya Fera tiba-tiba. Aku menggelengkan kepalaku.

"Ih serem Lo, Lo sakit?" tanya Aini yang langsung ku balas gelengan kepalaku.

Fera dan Aini saling bertatapan lalu kembali menatapku yang sekarang ini menopang daguku di atas kedua tanganku.

"Kenapa sih?" tanya Fera dan Aini berbarengan.

"Cerita gak ya ke mereka?" batinku.

"Entar dikira aku ngibul ngehalu lagi."

Tiba-tiba pintu kelas terbuka dan masuklah dosen yang akan mengajar pagi ini. Fera dan Aini langsung kembali ke meja mereka masing-masing. Sesekali mereka menatapku dan aku tahu itu.

Tapi aku sudah memutuskan untuk diam saja. Mereka pasti tak akan percaya. Andaikan aku juga bisa berpikir hal tersebut. Sayang, jiwaku sudah meringkuk ketakutan.

------

Keesokan harinya, tak ada yang berubah dengan diriku. Wajah masih syok tak percaya, bergetar bahkan sekarang aku... ketakutan.

Istirahat membuatku malas kemana-mana tapi dia orang ini terus menarikku menuju kantin, Fera dan Aini. Sedari tadi duduk di meja ini, badanku tiba-tiba menggigil entah mengapa.

"Gue pesenin bentar ya," kata Aini yang langsung menuju ibu kantin.

Fera menatapku, "Lo kenapa sih sebenernya? dah ngopi belom?" ucap Fera dengan nada bercandanya.

"Gak papa," balasku singkat.

"Biasanya nih kalau jawabnya 'gak papa' pasti ada apa-apa," ucap Fera.

"Iya Fer ada apa-apa," teriak batinku yang sudah siap menangis.

Aini kembali dengan tiga botol jus yang langsung di berikan di hadapan kita masing-masing.

"Eh, Lo ngerasa gak sih Fer," ucap Aini pada Fera yang berbisik di depanku. Fera menatap Aini begitu juga denganku yang menatap Aini.

"Sedari tadi, ada yang ngelihatin meja kita," ucap Aini.

"Iya, Kak Gantarakan?" tebak Fera. Aku membesarkan bola mataku lalu menatap ke belakang dimana arah pandang mata Aini dan Fera tadi tertuju.

Tubuhku langsung membeku, ketika pandanganku menabrak mata coklat dan tajam itu. "Apa matahari masih terbit ya buat aku?" batinku menangis.

"Eh Fer, Ai, Aku pergi dulu ya. Kebelet nih," ucapku yang langsung ngebirit pergi dari kantin.

"Eh makan Lo belum datang An!" teriak Fera padaku. Aku tak mau menggubrisnya dan memilih untuk pergi sejauh-jauhnya dari radius Kak Gantara sekarang.

Walau harus masuk sumur sekalipun!!

"Kelas pasti sepi kan? lagian masih pada istirahat kan." Aku langsung berlari menuju kelas yang akan aku tempati nanti.

Dan benar saja, hanya ada dua orang di dalam. Entah siapa namanya, aku lupa. Tapi mereka perempuan dan duduk saling berjauhan.

Aku meletakkan kepalaku di atas meja, lalu menutup kepalaku dengan tas yang aku bawa. "Bagaimana caraku untuk bisa jauh dari Kak Gantara ya? Aku nyesel banget ngikutin rasa penasaranku kemarin!"

Aku menendang-nendang angin dibawah sana. Saking kesalnya diriku.

"Ana! di cariin nih," ucap salah satu teman kelasku. Aku mengerutkan dahiku, siapa yang mencariku? sedangkan aku hanya mengenal anak kelasku saja.

"Buruan elah!" Aku berdecak lalu berdiri dan berjalan menuju pintu sambil menghentakkan kakiku, kesal. Fera dan Aini yang tahu itu terus melihatku.

"Iya ada ap-"

Mati sudah riwayat ku. Tinggal nisan Aku setelah ini bung. Di depanku berdiri Kak Gantara dengan baju santainya dan menatapku lurus, membuat bulu kudukku merinding.

"Bisa kita bicara sebentar?" ucapnya.

bersambung...

Bab berikutnya