webnovel

Kertas Putih yang Kosong

Pangeran Cladius telah sampai ke ruang bawah tanah para maid menginap. Keberadaan Pangeran Cladius di sana sangatlah kontras, bahkan beberapa maid sempat berbisik-bisik, mempertanyakan Pangeran Cladius yang ada di sana.

"Kenapa ada seorang pangeran di sini?"

"Lagipula siapa itu?"

"Bukankah itu maid baru, kenapa berada di pelukan Pangeran Cladius?"

Tak berapa lama, Pangeran Cladius membaringkan Audrey dengan penuh kehati-hatian, ia membaringkannya dengan posisi tengkurap.

"Bawakanlah aku air dan kain kassa." perintah Pangeran Cladius kepada salah satu maid. Maid tersebut mengangguk, dan segera memberikan sebaskom air dan kain kassa kepada Pangeran Cladius.

Tatkala itu, Pangeran Cladius membuka jas yang melingkupi tubuh Audrey. Secara otomatis, dia meringis, luka akibat cambuk itu amat mengerikan. Dengan perlahan-lahan, Pangeran Cladius hendak mengobati Audrey, akan tetapi sebuah pekikan datang!

Dan ternyata, itu dari Mademoiselle Edeva dan Miss. Adaline yang datang. Mademoiselle Edeva langsung mendekat, ia pun berteriak. "Pangeran Cladius! Jangan sekali-kali mencoba mengobatinya!"

Gerakan Pangeran Cladius terhenti seketika. Ia memandang ke arah Mademoiselle Edeva, tatapan gadis itu mengerikan. Pangeran Cladius menurut, membiarkan Miss Adaline mengobati Audrey.

Miss Adaline amat hati-hati dalam mengobati luka milik Audrey. Seakan luka tersebut bisa kian robek hanya dengan menyentuhnya.

"Kalau sudah seperti ini bagaimana?" tanya Pangeran Cladius kepada Mademoiselle Edeva.

Mademoiselle Edeva hanya berdeham singkat, "Ini murni kesalahannya sendiri, Pangeran Cladius. Dia-lah yang sengaja hendak meracuni Pangeran."

Pasca berkata demikian, tangan Pangeran Cladius terkepal. Bagaimana mungkin, ia membiarkan gadis polos itu terluka! Meskipun Audrey adalah seorang maid yang telah dibayar dan dikontrak oleh Pangeran Rhysand, dia tetaplah puteri yang berharga di rumahnya.

Ini semua … Sangat berbeda jauh dengan keadaan Kerajaan Saffrod, tempat Pangeran Cladius berasal. Di sana, pekerjaan menjadi maid juga dihargai. Tidak hanya itu, mereka memiliki kemanusiaan.

Raja Dominic, Ayah Rhysand sudah terlewat batas, apabila membiarkan ini terus menerus!

Pangeran Cladius beranjak dengan rahang bergemerutuk. Ia harus bicara dengan Pangeran Rhysand secepatnya. Tak mungkin, ia membiarkan Pangeran Rhysand seperti ini selamanya!

Saat ia ke ruang utama istana, ia bertemu dengan Hugo. Wajah lelaki itu terlihat tidak tenang, meskipun ia diam saja.

"Hugo!" Sontak, lelaki itu menoleh kepada sumber suara, Pangeran Cladius mendekat padanya, berkata kepada Hugo dalam-dalam.

"Apakah kamu melihat Rhysand?" tanya Pangeran Cladius.

Hugo berujar pelan, "Kemungkinan Pangeran Rhysand berada di kamarnya. Mari aku antarkan, Pangeran Cladius."

Ia bersiap untuk mengantarkan Pangeran Cladius untuk ke kediamannya, akan tetapi Pangeran Cladius mencegatnya. "Jangan lakukan itu, Hugo."

Hugo menghentikan langkah kakinya, balas memandang ke arah Pangeran Cladius penuh dengan tanda tanya, "Eh? Maksud Pangeran? Bukankah pangeran ingin menemui Pangeran Rhysand?"

Pangeran Cladius menggelengkan kepalanya. Rasanya, dibandingkan dengan bertemu Pangeran Rhysand, ia mesti membicarakan hal tersebut dengan Hugo, tentang sudut pandang lelaki itu. Sebab, Hugo sudah mengetahui seluk beluk Kerajaan Atalaric ini.

"Itu bisa diatur nanti. Sekarang, aku ingin bicara denganmu." ucap Pangeran Cladius.

Dengan permintaan tersebut, Hugo pun menjawab, "Baiklah, mari aku antarkan ke tempat yang nyaman dan leluasa untuk berbicara."

Pangeran Cladius mengikuti langkah Hugo. Lelaki yang cukup renta ini mengantarkannya ke sayap kiri istana, dengan berbagai macam bunga yang indah berjajaran.

Sembari berjalan, Hugo pun mengatakan, "Pangeran Rhysand sangat mempedulikan bunga-bunga ini."

Entah mengapa, tersirat sedikit kesedihan dalam kalimatnya. Tetapi, Pangeran Cladius tidak menghentikan topik awal yang disuguhkan Hugo. Lamat-lamat, dalam pikiran Pangeran Cladius juga melayang ke sana.

Karena, Pangeran Rhysand memiliki sisi kelembutan … Ia bahkan mencintai bunga. Namun kenapa, Pangeran Rhysand sangatlah kejam kepada orang lain?

"Hugo, apa alasannya menjadi seperti itu?" tanya Pangeran Cladius.

"Seperti itu?" Hugo berbalik mengajukan pertanyaan, seolah ia belum menangkap maksud Pangeran Cladius sesungguhnya.

Namun, Pangeran Cladius tidak ingin memperpanjangnya. Ia bergeming, menantikan jawaban dari Hugo.

Perlahan, Hugo menghela napas panjang. Matanya menerawang jauh ke depan.

Seorang bayi yang terlahir ke bumi, secara naluriah layaknya kertas kosong. Mereka begitu utuh, baik, berhati nurani, dan suci. Akan tetapi, tangan-tangan manusialah yang mengotorinya. Pengasuhan, didikan, bahkan sikap-sikap yang bertentangan dengan watak suci manusia.

Seiring dengan berjalannya waktu, kertas kosong yang putih itu sedikit demi sedikit menghitam, dan luruh sepenuhnya. Berubah wujud menjadi hitam.

"Aku tidak bisa menjelaskan apa pun kepada Pangeran Cladius, aku juga tidak mengerti apa-apa, dan hanya meraba-raba. Bagaimana pun, aku takut salah dalam bertutur kata." jelas Hugo dengan pelan.

Pangeran Cladius menghembuskan napas panjang dan dingin. "Padahal, kamu bisa menceritakannya kepadaku, Hugo."

"Ini hal yang sulit, Pangeran Cladius. Akan tetapi, aku mencoba untuk mengubah sifat Pangeran Rhysand, terutama perihal kepeduliannya terhadap fisik seseorang."

Pangeran Cladius menganggukkan kepalanya. Upaya dari Hugo ini teramat besar perjuangannya untuk kebangkitan Kerajaan Atalaric di masa akan datang, terutama di bagian Utara ini.

Sepertinya, Pangeran Cladius tidak perlu lagi mengkhawatirkan hal tersebut. Dengan demikian, kini, Pangeran Cladius berkata sepenuh hati kepada Hugo, "Terima kasih, Hugo."

Ia pergi dari sana, segera menemui Pangeran Rhysand.

***

Pangeran Rhysand memandang lurus ke depan. Namun, tatapannya kosong. Masih tersisa percikan mata kemarahan di mata Pangeran Rhysand.

"Sial, Audrey pernah berjanji kepadaku untuk menjadi perisai! Namun apa yang ia lakukan? Dia malah berbuat sebaliknya!"

Pangeran Rhysand menggertakkan giginya. Kebencian mulai merebak di dalam hatinya. "Semestinya, aku tidak mengizinkan Hugo melaksanakan pemilihan maid secara buta ini! Kalau sudah seperti ini jadinya, aku harus percaya pada siapa?"

Ketika itu, sebuah pintu diketuk halus. Pangeran Rhysand yang masih diliputi kemarahan pun menjawab ketus, "Masuk!"

Tanpa disangka-sangka, muncullah sosok Pangeran Cladius. Pangeran Rhysand sedikit mengernyit.

Akan tetapi, Pangeran Cladius masuk tanpa permisi, duduk di sofa, dan meletakkan jas kerajaannya.

"Kamu melihat apa ini?" tanya Pangeran Cladius.

Pangeran Rhysand menatap ke arah jas kerajaan Pangeran Cladius, berwarna putih dengan palet berwarna emas di sekelilingnya.

"Kenapa memangnya?" tanya Pangeran Rhysand, tanpa rasa bersalah.

"Ada noda darah di sini. Dan tidak perlu aku katakan siapa pemiliknya bukan?" sindir Pangeran Cladius.

Sementara itu, Pangeran Rhysand diam saja. Pangeran Cladius pun mengucapkan dengan ringan, "Ini adalah milik Audrey. Akan kamu apakan maidmu yang telah terluka parah seperti itu?"

Pangeran Rhysand menggertakkan giginya. Satu masalah lagi telah muncul. Padahal, masalah-masalah kerajaan juga banyak, tidak hanya perihal Audrey.

"Aku biarkan saja." seloroh Pangeran Rhysand asal-asalan.

Saat itu, Pangeran Cladius menyeringai, "Berarti kedepannya, kamu akan kehilangan maidmu."

"Kenapa? Dia maidku, suka-suka aku."

"Heh? Kamu pikir, dia bisa melayanimu, dengan kondisi babak belur penuh luka akibat perbuatanmu yang keji ini?"

Perubahan ekspresi yang besar terbit di wajah Pangeran Rhysand. Kemarahannya telah kembali bangkit.

'Sial! Gadis keparat! Membuatku pusing saja! Sudah benar sejak awal aku usir dia dari istana!'

Pangeran Rhysand berapi-api, seakan memikirkan langkah lain yang harus ia lakukan kedepannya.

***

Bab berikutnya