webnovel

Kemarahan

Nyali Audrey mengempis. Tangannya bergetar bukan kepalang. "A-aku…"

Tuan Mallory memberikan tatap tajam, menghakimi Audrey karena ia tak melaporkan keberadaan Pangeran Cladius. "Bukankah sudah jelas di buku tersebut, kalau Pelayan Pangeran harus melaporkan tiap kudapan atau pun perjamuan apabila terdapat tamu yang datang berkunjung?"

Audrey meringis, ia membungkuk kepada Tuan Mallory sebagai balasan permintaan maaf. "Mohon maafkan segala kelalaianku, aku tidak akan mengulanginya lagi, Tuan Mallory!"

"Mengulangi? Lantas, bagaimana kita akan menyikapi hal ini?! Kamu pikir membuat makanan untuk Pangeran Cladius adalah hal yang mudah dan bisa dalam waktu singkat? Iya?!" tanya Tuan Mallory penuh dengan kecaman nada tinggi.

Audrey melirik sekeliling. Seluruh pelayan dan maid yang bekerja di dapur, menatapinya dengan jijik. Apalagi kalau bukan dirinya yang tak memahami peraturan di buku besar itu! Sekali lagi, Audrey mengutuk protokol kitab buku besar, yang berisikan peraturan-peraturan itu!

Ia mengutuk siapa pun pencipta buku itu! 'Siapa yang membuat kitab seberat batu itu, sih? Lagipula orang gila mana yang mau baca?'

Akan tetapi, meski hatinya mengumpat-umpat, Audrey tetap diam. Ia menerima segala caci dan hinaan dari Tuan Mallory yang entah bagaimana tak ada habisnya.

"Aku masih tidak habis pikir, bagaimana Tuan Hugo menyuruhmu yang berada di sisi Pangeran Rhysand. Maid bodoh yang tak tahu diri!" seru Tuan Mallory.

Akibat perkataan Tuan Mallory itu, Miss Adaline, maid senior, yang telah mengetahui keterbatasan Audrey maju, ia menepuk dada Tuan Mallory. "Sudahlah, Tuan Mallory. Memarahi Audrey tidak akan mengubah suatu hal. Justru hanya akan memperkeruh suanasa."

Audrey mendongak, menatap ke arah Miss Adaline dengan berbinar lega. Setidaknya ada salah satu orang yang membelanya!

"Bukankah lebih baik kita sekarang memasaknya?" tanya Miss Adaline netral.

Tuan Mallory mendengus. Raut kebencian masih melekat di wajahnya. Namun, Tuan Mallory sudah berjalan kembali ke depan meja. Tangannya mulai mengambil beberapa bahan. Lantas, dengan suaranya yang lantang, ia memerintah, "Audrey! Ikutlah memasak bersama kami!"

Audrey terkesiap. Me-memasak?

"Apakah aku boleh memasak? Maksudku, ini untuk Pangeran Cladius, sehingga berada di bawah tanggungjawab dapur…." ujar Audrey.

Bagaimana pun, Audrey hanya bertugas untuk menyediakan kudapan bagi Pangeran Rhysand. Apakah tidak masalah kalau ia ikut memasak?

Saat Audrey berpikir, tiba-tiba Tuan Mallory menyentak, "Kenapa diam saja? Kamu berniat untuk lari dari tanggungjawab?"

Audrey menggigit bibirnya. Alhasil, dia menganggukkan kepalanya. Gadis itu mencuci tangan, dan mulai bergabung kepada Tuan Mallory. Ia menuruti dan mematuhi setiap perkataan yang datang dari Tuan Mallory. Bahkan memperhatikan tiap detailnya.

Pasalnya, Audrey di rumah tak pernah memasak. Lagipula, beras dan bahan baku untuk bahan pangan sangatlah mahal. Mereka sering memakai roti yang sudah keras yang dijual kembali dari para bangsawan. Alias, makanan yang sudah berjamur dan terbuang.

Audrey meringis, 'Hebatnya perutku masih kuat, ya?'

Ringisan Audrey itu tertangkap oleh Tuan Mallory, sekejap mata Tuan Mallory mendecak. "Kenapa kamu senyam-senyum seperti itu? Cepatlah bekerja! Tidak usah banyak main-main!"

Akibat teguran dingin dari Tuan Mallory, Audrey mengangguk saja. Ia kembali fokus kepada bahan-bahan di depannya.

"Audrey, kamu sedang apa? Aku masih sibuk dengan sayuranku. Tolong kamu segera panggang dagingnya!" seru Tuan Mallory sembari menumis beberapa sayuran hijau.

"Me-manggang daging?" tanya Audrey ragu.

"Iya! Tidak usah banyak tanya! Cepatlah! Waktu kita tidak banyak!" perintah Tuan Mallory tanpa bisa diganggu gugat.

Audrey melihat daging yang sudah dicelupkan ke beberapa bumbu. Semestinya, ia hanya perlu untuk memanggangnya saja.

"Ta-tapi …" Audrey sedikit merengek. Ia belum pernah memanggang steak sebelumnya. Tetapi, ia pernah melihatnya beberapa kali di kota tatkala festival berlangsung.

Audrey mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencoba mencari bantuan. Sayangnya tidak ada yang mendengarkannya. Para pelayan di dapur sibuk ke sana kemari, mengambil piring, menyiapkan bahan makanan, seluruhnya, tanpa ada yang luang.

Mau tak mau Audrey menghela napas.

Sepertinya ia harus mengerjakannya sendiri.

Tak berapa lama, sembari memanggang Audrey mengamati sekitarnya. Gadis itu sungguh tidak menyangka, makanan untuk para pangeran sangatlah luar biasa. Tidak bisa hanya satu atau dua macam saja. Pantaslah, kalau Tuan Mallory sempat marah kepadanya.

Namun, semestinya, Tuan Mallory tidak perlu segalak itu kepadanya, menyakiti perasaan saja.

Selang beberapa waktu, akhirnya mereka sudah selesai menyiapkan makan siang. Sudah ada banyak hidangan di atas meja dapur. Dimulai dari potato porcini soup, beef tenderloin salad, buffalo mozzarela, maccaroni schotel, pannacotta, dan juga beberapa makanan lain yang tidak ia ketahui namanya!

Yang Audrey tahu, semua makanan ini mahal! Ia pun kebingungan, bagaimana Pangeran Rhysand dan Pangeran Cladius memakannya?

Meskipun dia penasaran, Audrey hanya diam. Ia juga meneguk air liurnya sendiri. Tak dapat dipungkiri, ia kelaparan!

"Cepat bawa ini kepada mereka. Ingat, dimulai dari hidangan pembuka dulu." kata Tuan Mallory. Audrey mengangguk. Miss Adaline meletakkan hidangan pembuka dengan derek.

Setelahnya, Audrey membawa itu. Hatinya pun bertanya-tanya, 'Kapan aku bisa makan semewah ini, ya? Makanan maid saja, tidak ada apa-apanya dibandingkan ini.'

Sembari berjalan, Audrey menekan perutnya dengan sebelah tangan. Perutnya yang kosong terasa sakit.

"Mungkin setelah ini, aku ke tempat makan siang maid." gumam Audrey, sembari mengusap perutnya, supaya bisa sedikit lebih bersabar.

Saat ia ke ruang makan, ternyata, Pangeran Rhysand dan Pangeran Cladius sudah berada di sana terlebih dahulu. Seperti yang diduga, Pangeran Rhysand sudah memberikan wajah super masam dari yang pernah ada.

Ia pun secara sarkastis mengatakan, "Lama sekali. Tidak sekalian menyuruh kami menunggu hingga makan malam?"

"Mohon maaf telah membuat Pangeran menunggu. Ini kesalahanku pribadi." ucap Audrey, membungkukkan badan, dengan amat tulus.

Sementara itu, Pangeran Cladius menarik senyum simpulnya, penuh pengertian, "Tidak apa-apa, Miss. Frankie. Silakan sajikan untuk kami sebelum makanannya mendingin."

Rhysand masih saja marah. "Kamu beruntung, tamuku kali ini adalah Pangeran Cladius, dia bisa memahamimu. Coba kalau yang lain," Mendengar itu, Audrey bergeming, mulai menyajikan hidangan.

Setelah mereka mulai makan, Audrey kembali ke dapur. Miss. Adaline dan pelayan yang lain kembali menata makanan. Wajah Audrey terlihat lelah dan sedikit pasi. Karena, sejujurnya ia cukup lelah, berbolak-balik, dan lagi tadi ia ikut membantu memasak.

Namun, ia harus tetap menjalankan perintah.

Untuk kedua kalinya, Audrey tiba di hadapan para pangeran, kembali menata makanan. Sewaktu mereka mulai makan, Audrey mengangkut piring kotor di hidangan pembuka.

Namun tiba-tiba … Tuan Rhysand meraung sangat keras, "Apa-apaan ini?!"

Sontak, Audrey menoleh. Ia setengah berlari ke hadapan Pangeran Rhysand. "Bagaimana, Tuanku Pangeran?!"

"Matamu tidak bisa berfungsi atau bagaimana? Kamu tidah bisa lihat, kalau steak yang kami berdua dapatkan belum matang?!" teriak Pangeran Rhysand.

"Ini masih mentah!!!" Pangeran Rhysand menghentakkan pirinv steak yang ada di depannya.

Dan, ketika itu … Audrey melihat daging sapi yang masih merah dan memang belum matang.

***

Bab berikutnya