webnovel

Selebriti Dadakan

-Moirai Valentine-

Pendapat orang memang tidak semuanya benar, tapi pendapat netizen itu bak ombak yang menerjang kapal kecil, sekali hantam lo akan kelelep.

Korban hubungan hoaxs ala selebriti..

------------------------------------

Ketukan pelan dan bunyi decitan pintu kamar membuat Erlang menolah dengan cepat ke sumber suara.

Bintang masuk di susul oleh Gilang yang membawa beberapa cemilan di tangannya. Mereka berdua duduk di sisi kasur setelah meletakkan bawaannya ke atas meja kecil.

"Kalian merampok toko?" tanya Erlang.

Pria itu bangkit dari meja belajarnya dan menutup buku besar yang sedari tadi ia baca. Well, tidak benar-benar ia baca, hanya di bolak-balik.

"Ngerampok dapur asrama lebih tepatnya." Gilang berseru.

Pria menyusul Bintang yang sudah memegang stik ps di tangannya. Seperti biasa, mereka akan beradu sampai subuh. Kadang Erlang risih sendiri dengan teriakan mereka yang sangat mengganggu tidurnya.

"Ahh, Lang. Meraka masih ngomongin Lo sama Maura. Kayanya mereka gak setuju."

Erlang mengerutkan alisnya. Mengambil sebungkus keripik kentang dan membawanya ke sofa kecil yang sudah di duduki Gilang dan Bintang di karpet bawah.

Sejak kapan hubungan percintaannya menjadi konsumsi publik?

"Mau gimana lagi, itu sudah pasti terjadi mengingat betapa absurdnya hubungan Lo sama Maura," ucap Bintang setengah tertawa dengan pandangan tidak lepas dari layar lebar di depannya.

Gilang mengangguk setuju. "Taruhan Lo jenius Tang, asli!!" Gilang mengacungkan sebelah jempolnya kepada Bintang.

Erlang menarik napas panjangnya, Semuanya di mulai dari taruhan. Rasa kesal langsung bercampur aduk dalam benaknya.

Pandangannya melirik Bintang yang sedari tadi fokos pada permainannya.

"Bintang.." panggilnya.

"Hmm, kenapa?" Bintang masih tidak memalingkan pandangannya.

"Sejak kapan Lo akrab sama Sella? Kenapa dia minta tolong sama Lo tadi siang?"

Deg..

Bintang menghentikan gerakannya, dan otomatis Gilang bersorak karana bisa mengalahkan permaian Bintang.

"Yes, gua menang!!"

Bintang langsung tersadar, ia menoleh ke layar besar di depannya yang bertulisan lose pada karekter gamenya. Pria itu mengumpat pelan, kemudian mendenggus.

"Bintang!!" seru Erlang.

Dia tidak peduli dengan permaiaan dua temannya itu. Ia hanya ingin jawaban. Tentang Sella-nya.

"Ahh, itu Sella minta tolong. Biasa masalah keluarganya. Lo tau kan Orangtuaku sama orangtuanya Sella teman dekat. Jadi gitu." Seru Bintang santai.

Pria itu kembali menantang Gilang untuk bermain dengannya.

Erlang menghela napas lega. Ia langsung ingat jika hubungan Orangtuanya Bintang dan Sella. Bahkan ia mengenal Sella juga karana Bintang yang mengenalkannya dulu.

Tapi saat itu, interaksi antara Bintang dan Sella tidak terlalu kentera. Jadi dia sampai lupa jika Bintang dan Sella itu teman kecil.

"Tenang aja Lang. Bintang gak mungkin jadi musuh dalam selimut, ya gak?" seru Gilang.

"Yoi!! Lagian Lang, si Sella bukan tipe gua."

"Ya tipe Lo kan kaya anak-anak kelas F yang bodoh dan polos, kaya Maura," gerutu Gilang santai.

"Lo suka sama Maura?" tanya Erlang terkejut. Ia menatap Bintang yang langsung memukul Gilang dan menggerutu sambil mengumpat kasar.

"Enak saja!! Gak lah!! Tipe gua itu kaya Taylor swift, cantik, cerdas dan hot. Gak kaya si Maura yang polosnya minta ampun. Bisa-bisa anak gua nantinya bodoh juga kalo emaknya kaya si Maura."

"Tapi Maura seksi lo," Seru Gilang.

Erlang terkekeh pelan, entah kenapa untuk yang satu ini dia setuju.

---------Moirai Valentine-------

Sebuah pepatah pernah mengatakan kemarau setahun akan sirna dengan hujan sehari. Ironis memang, itulah yang dirasakan Maura.

Status sebagai anak baik-baik yang cenderung santai langsung tenggelam dengan hebohnya berita yang beredar. Bukan hanya namanya menjadi viral, bahkan kelas F juga menjadi sorortan di seluruh penjuru sekolah serta di beberapa grup daring.

'Cinderella beruntung yang menjadi pasangan Prince Charming dari asrama Phoenix.'

Sekolah bukan lagi tempat aman untuk Maura. Bahkan asramanya sendiri menjadi tempat mengerikan yang di penuhi sorotan mata takjub sekaligus iri.

Maura tiba di depan gerbang masuk, pagi-pagi buta dengan cara mengendap-endap bak maling kesiangan.

Damn it!!

Hari ini tidak ada sesi tanya jawab yang di lontarkan oleh Luna dan teman asramanya. Mereka terlalu sibuk membakar surat-surat yang berdatangan entah dari mana dan juga komentar negatif di situs resmi asrama Libra.

Mungkin mereka tidak kepikiran untuk pulang ke rumah masing-masing, terlalu sibuk padahal ini weekend, waktunya kembali ke rumah.

Alhasil inilah dia, berada di depan gerbang menunggu jemputan dari orangtuanya, di saat matahari baru beranjak dari tempat peristirahatannya. Embun pagi langsung terasa di wajahnya yang mengenakan masker.

Maura menurunkan tudung jaket yang ia kenakan, kini wajahnya tidak terlihat. Tali sepatunya sudah ia kencangkan, persiapan jika badai tiba-tiba menyerang.

Kedatangan Erlangga Lorenzo beberapa hari lalu membuat hidup Maura benar-benar berubah drastis bukan dalam artian yang baik.

Hidupnya justru dipenuhi dengan orang-orang aneh yang mengejar-ngejar dan berusaha berteman dengan Maura.

Belum lagi pandangan menghina yang sering kali diberikan oleh anak-anak asarama Phoenix saat mereka tidak sengaja berpapasan.

Maura menghembuskan nafas panjangnya. Hari ini sama dengan hari-hari sebelumnya. Ia datang lebih awal dalam rangka menghindari orang-orang yang tidak berkepentingan.

'Setelah pulang ke rumah, otakmu akan lebih tenang. Semuanya akan kembali membaik di hari senin,' bisik Maura pada dirinya sendiri.

Ia mengeratkan ranselnya, sesekali melirik sekitarnya dengan perasaan was-was.

"Dalam tiga hari hidupku langsung seperti selebritis."

"Gak ada manis-manisnya."

Jatah merumpi yang selalu ia amalkan bersama para teman kampretnya di kafeteria, terpaksa Maura batalkan untuk waktu yang tidak ditentukan, seperti katanya tadi. Kafeteria termasuk tempat berbahanya dalam beberapa hari terakhir.

Maura menghela napas lega berulang kali. Beban tubuhnya langsung berpindah ke tembok pembatas yang sedikit berlumut. Wajahnya kusut akibat ikut serabutan lari ke sana kemari.

"Gimana rasanya jadi selebriti dadakan?"

Gio tiba-tiba berdiri disampingnya. Dia menaik turunkan alisnya, seakan menggoda Maura dengan ransel kecil melekat di punggungnya.

Maura mendesis menatap horror, Gio tertawa jahil.

"Apa perlu kubuatkan fansclub?"

Maura langsung menendang kaki Sepupunya itu. Bukannya menjerit kesakitan, Gio malah tertawa kencang. Dia sudah menebak reaksi apa yang akan dilancarkan oleh Maura.

"Lo gak usah ikut-ikutan berkontribusi memperpendek umurku," gerutu Maura kesal.

"Siapa suruh bikin rusuh. Tahu kan akibatnya sendiri, itu karma."

"Karma dari Hongkong. Jelas-jelas itu Hoax."

Gio memutar matanya bosan. Penyengkalan Maura seudah seperti barang murah yang di obral. Kalo kata orang sudah basah masih tidak mengaku.

"Ngomong-ngomong Ra, lo gak beneran tidur kan sama si Erlang?" tanya Gio tiba-tiba.

Sejak beberapa hari kemaren dia sedikit was-was dengan beberapa pendapat tentang sepupunya yang kepergok tidak pulang sampai tengah malam.

Otaknya menepis jauh-jauh pemikiran mesum yang bersarang, rasanya mustahil sepupunya yang selama ini gagal move on berubah jadi liar hanya karna bertemu dengan si pangeran phoenix.

Maura mendenggus kesal, "Apa maksud lo tidur bersama, gak usah mikir macem-macam. Orang kita main petak umpet sama penjaga sekolah. Boro-boro mau istirahat, keluar dari kolong meja aja susahnya minta ampun."

"Ya kali aja lo khilaf. Si Erlang kan lebih hot dari si Bara."

Kampret!!

Maura menggerutu pelan sambil membuang muka, kesal. Terserah, yang waras mengalah dan banyak sabar biar rejeki lancar, batin Maura dalam hati.

Setelah lima menit kemudian, mobil ibunya muncul menghampiri mereka, bersamaan dengan mobil mewah berwarna hitam yang langsung masuk ke dalam halaman asrama phoenix.

Mobil dari kementrian…

Maura terdiam mengamatinya beberapa saat sampai tepukan pelan dari Gio menyandarkannya kembali.

"Buruan masuk, lo mau kita tinggal?" serunya.

Bersambung….

Bab berikutnya