Setelah usai diceramahi Ayah, aku masuk ke dalam kamar dengan langkah gontai. Tidak ada perlawanan berarti dariku, karena memang bersalah.
Pukul sebelas malam, mata ini masih tak bisa dipejamkan. Berbaring di atas ranjang, guling-guling kiri dan kanan, tetap saja tak membuat mataku mau menutup. Ya Allah, haruskah malam ini kuhubungi Alan. Mungkin hanya dia obat mujarab penghilang anemia, eh amnesia, eh insomnia.
Kuraih kembali ponsel yang sudah tergeletak tak berdaya, karena kepanasan sejak tadi digerayangi.
@Nada
[A', apa udah tidur?] Hmmm, kirim tidak? Kirim tidak, ya? Eh, kepencet. Ya sudah terkirim.
Tak lama langsung dibalas.
@Alan
[Belum, kenapa Nada?]
@Nada
[Aku mau minta maaf, salah banget sama Aa', nggak seharusnya aku kaya gitu. Maafin aku ya, A'.]
Kenapa belum ada balasan? Sudah hampir lima menit.
@Nada
[Aa' nggak mau maafin aku?]
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com