Kenapa mesti bicarakan soal itu lagi sih? Jangan membuatku teramat menyesal.
"Mubazir gimana? Aku kalo udah suka sama satu model, bisa beli selusin baju kayak gitu, dengan warna berbeda."
Ini bentuk ucapan pembelaan diri, meski di dalam hati siapa yang tahu, bahwa diriku sangat menyesal.
Baru juga akan melangkah ke toko selanjutnya. Cici tiba-tiba mendapat telepon.
"Apa? Aduh, di mana, Mas? Oke, aku segera ke sana ya."
Roman-romannya kurang mengenakkan ini.
"Nad, duh, sorry banget, bukannya gimana-gimana? Suami kamu udah di mana? Masih lama nggak?"
"Kenapa, Ci?" Aku ikutan panik melihat wajah Cici yang memucat.
"Suami aku, mobilnya kempes ban. Sekarang lagi nunggu orang bengkel buat jemput, karena aku bawa mobil, jadi dia minta aku jemput dia."
Owalah, kempes ban toh. Kupikir kecelakaan atau apa, sampai sebegitunya kepanikan Cici.
"Oh, gitu. Ya udah, nggak apa-apa. Alan, paling bentar lagi juga datang."
Bentar lagi, kapan? Aku saja belum menelponnya lagi, sekedar bertanya, dia sudah selesai meeting atau belum.
"Duh, makasih banget atas pengertian kamu, Nad." Cici merangkul pundakku, lalu segera pergi. Kelihatan sekali, ia tengah terburu-buru.
Jam di tangan telah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi hingga kini, aku belum juga ada kabar dari Alan. Coba kirim whatsapp deh.
@Nada
[A', apa masih lama? Aku udah bosen di sini sendirian.]
Tak lama langsung dibalas.
@Alan
[Iya, saya baru selesai meetingnya. Di mana lokasi kamu? Bisa share lokasinya? Saya akan segera menjemputmu.]
@Nada
[Shareloc.]
@Alan
[Oke.]
Aku lalu berdiri di pembatas lantai tiga mall itu. Tak disangka, bertemu lagi dengan Aldo. Dia sudah berdiri di samping, membuatku terkejut saja.
Aku lantas memeriksa sekitar. Entah kenapa, setiap kali bertemu dia, bawaannya sedikit parno. Ingat kata Alan, agar jangan bertemu lagi dengan Aldo, karena bisa saja nanti akan ia unggah fitnah-fitnah berikutnya.
"Cari apa, Nad?" tanyanya padaku. Sadar mungkin dengan sikapku yang terkesan sedang mencari-cari sesuatu.
"Ngapain kamu ikutin aku?"
Aldo tertawa lebar, "Ini tempat umum, Nada, siapa pun bisa saja ke sini, dan saling bertemu."
Iya juga, ya. Ke-pede-an sekali aku berarti, tapi harus tetap hati-hati sama dia. Tahu-tahu, nanti malah sudah ada saja video terbaru.
"Ya udah, aku misi dulu." Baru mau beranjak, dia dengan lancangnya menahan tanganku, memegang pergelangannya.
"Mau ke mana? Aku mau ngomong sama kamu, Nad. Hingga detik ini, aku masih belum dapat penjelasan, kenapa kamu ninggalin aku? Bahkan menikah pun, nggak mau kabari aku. Di mana salah aku, Nad?"
Kulihat Aldo tampak serius kali ini. Tidak. Jangan terkecoh, bisa saja dia sedang berakting. Aku segera menepis tangannya dari pergelangan tanganku.
"Maaf, sepertinya aku nggak perlu menjelaskan apa-apa."
Ini lebih baik, aku harus segera pergi.
"Hei, tunggu dulu!"
Aldo menarik tanganku kuat. Seketika, tiga orang mendekat dari segala penjuru, dengan membawa kamera, menyorot kami.
"Tolong jawab aku. Kenapa kamu nggak kabari aku? Meski sedetik sebelum kamu menjadi milik orang. Kamu nggak mikir apa, bagaimana perasaan aku?" ucapnya menarik perhatian banyak orang.
Beberapa yang mengenalnya, berbisik-bisik mengataiku.
"Oh, ini cewek jahat itu. Ngapain dia sendirian di sini, ya. Mana suaminya? Jangan-jangan kena karma, dia menyampakkan Aldo, akhirnya suaminya menyampakkan dia juga."
Menyakitkan sekali mendengar bisik-bisik sesama perempuan, tepat di belakangku. Ini sesama perempuan lho, ia malah memojokkanku, padahal belum tahu duduk persoalannya seperti apa.
"Nada, jawab aku. Kamu beri penjelasan dulu, biar aku bisa tenang dan ikhlas." Aldo kembali berucap.
Penggemarnya sudah mulai berkerumun. Terus terdengar semakin memojokkanku. Rasanya sendirian di tengah para pembenci itu, mengerikan. Aku butuh sekali tangan seseorang untuk menarikku dengan paksa, keluar dari sini.
Di tengah semakin riuhnya umpatan untukku, yang mirisnya didominasi suara perempuan. Di saat itu pula, tangan seseorang menarikku lembut.
"Sudah lama nunggunya, Sayang. Maaf ya, Aa' kena macet."
Seketika langsung kuangkat wajah dan menatap ke arah asal suara. Alan. Terima kasih telah datang di saat yang tepat seperti ini. Aku tersenyum lebar sambil menggamit lengannya erat.
Siapa tadi, yang bertanya suamiku, ini dia sudah datang. Bye-bye haters.
------------