webnovel

MENYILAU-NYILAU

Kesibukkan membuat Alan jadi lupa akan permasalahannya dengan Nada yang masih menggantung. Kebetulan ada jadwal maintanance ke Kantor Lurah Suka Maju, tempat Pak Abdul bekerja, Alan pun berencana akan menyelesaikan saja urusan Nada dengan Ayahnya. 

Seperti biasa, meski seorang eksekutif di Indonesian Machine Company, sebuah perusahaan skala besar yang bergerak di bidang penjualan dan pengadaan  perangkat keras dan perangkat lunak komputer, ia tak segan-segan turun tangan langsung untuk melakukan pemasangan unit, dan penginstallan perangkat lunak pada kantor-kantor yang sudah membeli ke dua hal tersebut pada perusahaannya.

Service memuaskan dari seorang Eksekutif seperti inilah, yang menjadi nilai plus IMC di mata banyak pelanggan. 

"Assalamualaikum." 

Sikap Alan yang selalu suka mengucapkan salam seperti ini, juga sering mendapat appresiasi dari banyak orang. Sebab, tak hanya tampan, pemuda itu juga terkesan alim. 

Para pegawai wanita di Kantor Lurah ini saja, sering menjadi salah tingkah, kalau Alan sudah mampir ke tempat mereka. Berkat pemasangan lima unit komputer baru di sana, Alan jadi sering bolak balik dalam dua minggu belakangan. 

Dari sini lah, ia mengenal Pak Abdul. Sebab, dominasi wanita di kantor ini, membuat Alan tak ada pilihan untuk mencari teman ngobrol, selain Pak Abdul, yang juga memang senang mengobrol serta sangat ramah menyambut kedatangannya, juga tim khusus dari IMC beberapa waktu lalu. 

Hari ini, Alan datang bersama  Zylan, sahabat, yang sekaligus bawahannya di kantor. Mereka datang dengan mengendarai sepeda motor kesayangan Alan. Bukan tanpa sebab, sang Eksekutif muda hanya merasa nyaman menggunakan sepeda motor kemana-mana, jika cuaca cerah. Rasanya perjalanan jadi tanpa hambatan.

"Walaikumsalam, Nak Alan, Nak Zylan. Ayo masuk."

Pak Abdul sendiri yang menyongsong mereka ke luar. 

Tanpa melepas masker, Alan dan Zylan mengikuti Pak Abdul ke ruangannya. 

Pak Abdul juga kembali mengenakan masker, sebab demi saling menjaga satu sama lain, dari penularan virus yang sedang merebak. 

"Apa ada kendala, Pak?" tanya Alan profesional

Pak Abdul tampak tersenyum, dapat dilihat dari perubahan matanya yang menyipit. 

"Alhamdulillah, sampai sekarang lancar sekali, Nak Alan. Bapak juga jadi ketagihan mengecek Sistem Informasi Penduduk ini."

Alan dan Zylan tertawa. 

"Alhamdulillah ya, Pak," jawab Zylan ikut senang. 

Seterusnya mereka hanya terlibat dalam pembahasan mengenai yang lain, seperti perkembangan virus corona ini, juga dampaknya pada kehidupan dari hari ke hari. Sampai terdengar suara adzan berkumandang. 

Seperti biasa, dan memang juga sudah diketahui oleh Pak Abdul, Alan pun segera bangkit. Ia akan pergi ke Masjid untuk sholat berjamaah. Lokasi yang tak jauh dari kantor, sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki. 

"Lo ikut atau gimana, Zyl?"

Alan tampak tak pernah bosan mengajak sahabatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebab, sejak mengalami musibah kematian kedua orang tuanya secara berturut-turut, tiga tahun lalu, Zylan seolah memberontak dan enggan melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama. 

"Nggak, gue di sini aja. Nggak apa-apa ya, Pak, saya nunggu di sini."

Zylan meminta izin pada Pak Abdul agar diperbolehkan menunggu di ruangannya. Dengan senang hati, Pak Abdul memperbolehkan. 

Alan pun keluar dan pergi bersama Pak Abdul ke Masjid. Bagi Ayah Nada, ini adalah kesempatan emas, untuk bicara lebih dekat dengan Alan. 

----------

Sehabis sholat, Pak Abdul mengajak Alan untuk rehat sejenak di teras Masjid, sambil menikmati hembusan angin yang berhembus cukup kencang. 

"Bapak tidak makan?" tanya Alan basa-basi sambil duduk bersila di sebelah Pak Abdul.

"Sekarang hari kamis, Bapak rutin puasa sunah. Nak Alan sudah mau makan siang?"

Alan membalas senyuman Pak Abdul, lalu menggeleng.

"Saya juga sedang mencoba istiqamah menjalankan ibadah ini, Pak."

"Alhamdulillah, masih ada anak muda yang melaksanakannya."

Seperti mendapat satu poin plus, senyum Pak Abdul semakin mengembang. 

"Iya, Pak. Saya terus mencoba memperbaiki diri, supaya dapat jodoh yang baik juga."

Secara tidak langsung, Alan sudah memberikan kode baik untuk Pak Abdul, bahwa dirinya masih single. 

"Masih sendiri toh? Bapak kira sudah berkeluarga. Gagah, mapan dan pekerja keras, kenapa masih sendiri saja, Nak?" 

Alan tersipu malu, ia mengusap tengkuk. 

"Belum ada yang cocok di hati, Pak." 

"Jangan terlalu pemilih, Nak Alan. Nanti makin lama lho dapat jodohnya," gurau Pak Abdul, membuat Alan jadi galau seketika.

"Aduh, jangan sampai, Pak. Saya juga sudah mau berumah tangga, orangtua juga tak sabar. Tapi, sampai sekarang, calonnya belum jelas, Pak."

Pak Abdul memdapat banyak point plus hari ini. Ia jadi semakin mantap ingin menjodohkan Alan dengan Nada. 

"Oh iya, Pak. Mengenai sepeda motor, Mbak Nada. Insya Allah besok saya izin bawa motornya ke bengkel. Saya luang besok, Pak. Minta tolong saja, Bapak sampaikan ke Mbak Nada, supaya motornya ditinggal di rumah saja."

Pak Abdul tersenyum, "Sudah beres, tidak usah dipikirkan masalah itu. Sudah Bapak bawa ke bengkel langganan dekat rumah. Si Nada itu cuma kurang kerjaan saja. Bapak minta maaf ya, Nak, soal sikap anak Bapak waktu itu."

"Saya jadi nggak enak sama Bapak. Saya ganti saja uangnya, Pak."

Muka Alan berubah merah. Ia sungguh malu sekali dengan perbuatannya pada Nada. Seharusnya dia lebih bertanggung jawab dam tidak menunda-nundanya. 

"Tidak usah, Nak Alan. Kenanya juga tidak banyak kok."

"Mbak Nadanya gimana, Pak? Badannya apa ada yang sakit?"

Sungkan pemuda itu bertanya, tapi, ia juga ingin tahu kondisi anak gadis Pak Abdul tersebut. Sebab, karena ulahnya yang memang seperti pelaku tabrak lari, Nada jadi mengalami banyak kesusahan. Beruntung, ia mengirim seorang bawahannya, yang merupakan teknisi di IMC, untuk datang ke lokasi kejadian, mengecek kondisi terkini kendaraan gadis itu. 

Akibat terjatuh, sempat rewel motor Nada, sebab supply bahan bakar mandek. Tapi, setelah diperbaiki teknisi yang dikirim Alan, motor itu pun hidup kembali.

"Alhamdulillah. Nada dia sudah diurut sama orang yang biasa ngurut dia dari kecil. Dipanggil Ibunya ke rumah."

"Waduh, saya jadi nggak enak banget ini, Pak."

Pak Abdul tersenyum saja melihat Alan yang merasa tidak enak begitu.

Kesempatan ini.

"Oh ya, Nak Alan. Mau tidak kalau Bapak bantu carikan calon, mana tahu cocok dengan kriteria yang Nak Alan cari."

Tak ingin mengulur waktu, Pak Abdul pun memberikan penawaran.

------------

Bab berikutnya