'Mendekatlah manis, aku sudah menunggumu.' Kata Alfredo dalam hati. Senyum tipisnya tampak diraut wajahnya yang terkesan angkuh dan dingin.
Karenina melangkah pelan memasuki ruangan yang luas berbalut kemewahan. Tubuh yang berbalut kain seksi walau terkesan sopan karena tak ada bagian yang terbuka secara berlebihan, berjalan molek mendekati Alfredo yang sedang duduk bersandar dengan bersedekap.
Keduanya saling tatap tanpa ada yang ingin berkedip barang sekalipun. Hingga suara Alfredo memgema menginterupsi kebekuan diantara mereka.
"Silahkan duduk nona Karen." Ucap Alfredo dengan suara Baritonnya yang terdengar dingin dan tegas.
Karenina tak menjawab Ia langsung menarik kursi di depan Alfredo, lalu mendudukinya dengan anggun, satu kakinya bersilangan dengan kakinya yang lain. Lalu tubuh tinggi semampainya Ia sandarkan di kursi dengan nyaman. Mata indahnya masih menatap ke arah Alfredo yang juga sedang menatapnya dengan senyum misterius sebagai penghias ketampanannya.
"Jadi, ada perlu apa anda datang kemari, Nona?" Tanya Alfredo berpura-pura tidak mengetahui niat kedatangan Karenina menemuinya.
Karenina menarik nafas panjang, lalu menegakkan posisi pungungnya. "Saya kemari karena ingin meminta kepada anda untuk tidak membongkar panti asuhan yang berdiri diatas tanah milik anda."
Alfredo ikut menarik nafas panjang, lalu bangkit dari duduknya dan berdiri menatap jendela di belakang kursinya sambil bersedekap.
"Apa keuntungan untuk saya, jika saya tidak membongkar panti asuhan itu?" Tanya Alfredo mulai bermain trik untuk menarik Karenina kedalam rencananya. Licik. Biarkan, karena cinta mempunyai segala cara untuk menemukan rumahnya walau dengan cara licik dan paksaan.
"Apa anda tidak ada belas kasihan terhadap anak-anak itu, mereka mau tinggal dimana jika bangunan itu dihancurkan, apa anda akan membiarkan mereka tidur di jalanan merasakan dingin nya hujan dan kepanasan?"
"Didalam bisnis tidak ada istilah berbelas kasihan, nona." Jawab Alfredo dengan melirik Karenina yang tampak berpikir bagaimana membuat pria di depannya ini berubah pikiran untuk merobohkan Panti asuhan itu.
"Paling tidak, anda masih mempunyai hati untuk mengasihani mereka, anda mempunyai uang yang banyak dan bisa membeli lokasi yang bagus untuk pembangunan hotel anda tapi mereka? Mereka tidak mempunyai tempat tinggal lain selain panti asuhan itu."
"Panti asuhan itu terletak dilokasi yang sangat strategis, jadi saya yakin akan banyak menguntungkan untuk saya kedepannya, dan saya tak mau ambil pusing dimana mereka akan tinggal setelah ini." Jawab Alfredo dengan memalingkan wajahnya dari Karenina sambil mengulum senyum.
Dia akan membuat wanitanya ini berpikir lebih keras hingga tak mampu lagi untuk menumbangkan kata-katanya saat kalimat Keramat 'menikahlah denganku' terucap dari mulutnya, dan satu jawaban yang pasti Alfredo dapatkan adalah kata 'YA'.
"Kalau begitu, saya akan membeli tanah sekaligus panti asuhan itu dari anda? Berapa harga yang anda inginkan?" Tantang Karenina pada Alfredo.
Alfredo menarik nafas panjang, lalu berdehem untuk menetralkan suaranya yang ingin tertawa melihat wajah mengemaskan wanitanya ini.
"Anda pikir saya membutuhkan uang anda?" Jawab Alfredo dengan memasang raut wajah datar. Sungguh Alfredo ingin tertawa melihat wajah itu. Wajah yang selalu membuatnya merindu sampai hampir gila, karena tersenyum dan tertawa sendiri saat melihat rekaman kegiatan yang dilakukan oleh Karenina.
Karenina mulai gelisah, karena dia tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan untuk mengagalkan rencana Alfredo menggusur bangunan Panti. Dia menghembuskan nafasnya kasar, lalu menatap Alfredo dengan tatapan tajam. Dia tak boleh gagal.
"Baiklah, apa yang anda ingin kan agar anda tidak mengusur panti asuhan itu, anggap saja itu sebagai kompensasi kerugian yang anda alami, walau nyatanya itu belum terjadi, toh kita tak tahu apa kah hotel yang akan anda bangun nantinya akan laku atau tidak." Jawab Karenina dengan raut wajah tak kalah datar.
Dalam hati Alfredo bersorak 'Yess kau terperangkap nona.' Alfredo berdiri membelakangi Karenina yang menatapnya dengan tajam, lalu mengembangkan senyumnya tanpa sepengetahuan Karenina. Lalu dengan cepat Alfredo menetralkan ekspresi wajahnya, dan berbalik menghadap Karenina yang masih menatapnya.
Perlahan Alfredo mendekat pada Karenina lalu duduk di ujung meja di depan Karenina dengan kedua tangannya Ia masukkan ke dalam saku celananya.
"Sepertinya anda perduli sekali dengan panti asuhan itu, apa anda berasal dari panti tersebut?" Ucap Alfredo sambil menoleh pada Karenina.
"Tidak. Saya bukan berasal dari panti asuhan itu, saya hanya tidak bisa membiarkan mereka hidup terlunta-lunta dijalanan." Jawab Karenina dengan nada dingin.
"Wow, anda sangat dermawan rupanya."
"Anda tahu sangat dermawan, jadi apa yang harus saya lakukan agar anda tidak mengusik panti asuhan itu lagi."
Alfredo menaikkan kedua alisnya. Lalu dengan santai Ia berucap, "Menikahlah denganku, dan menjadi istri keduaku." Ucap Alfredo dengan menatap kedua bola mata Karenina dengan tajam namun sarat akan luka ketika menyebutkan istri kedua baginya. Karena sesungguhnya hanya Kareninalah ratu didalam hatinya, bukan istrinya.
"Apa anda sudah gila?" Tanya Karenina dengan kesal.
"Tadi anda bertanya apa yang bisa anda lakukan untuk menyelamatkan panti itu, lalu itu permintaan saya, dan anda menuduh saya gila?"
"Saya memang hanya seorang biduan di club malam tapi bukan berarti saya bisa anda jadikan apapun yang anda mau, apa lagi menjadi istri kedua? Kalau saya bisa menjadi istri pertama untuk apa saya menjadi istri kedua? Dan itu pasti bukan anda yang menjadi suami saya."
Hati Alfredo bergejolak mendengar apa yang diucapkan oleh Karenina, sungguh wanita yang tidak mudah untuk di taklukan, keras kepala dan berprinsip.
"Saya tidak memberi anda pilihan lain, Nona. Jadi Ya atau tidak untuk menjadi istri kedua saya." Kata Alfredo dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Karenina.
Karenina terdiam, dia masih berpikir cara untuk keluar dari jeratan CEO gila itu, ya Karenina sudah mencapnya sebagai CEO gila, gila uang dan wanita.
"Apa istri anda tidak memuaskan anda, jadi anda perlu istri baru?" Tanya Karenina mencibir.
"Kau benar, dan aku harap kau bisa memuaskanku." Ucap Alfredo tepat ditelinga Karenina yang membuat bulu kudu Karenina meremang.
"Jadi anda akan jawab 'YA atau Tidak', karena waktu anda sangat sedikit, siang ini juga panti asuhan itu akan saya robohkan, anda hanya mempunyai waktu lima menit sebelum saya memberi perintah pada anak buah saya untuk melakukan penggusuran.
Karenina mendengus sebal. Lalu memasang wajah cemberut. Apa yang harus dia lakukan? Karenina sungguh pusing di buatnya.
"Waktu anda telah habis, nona. Jadi apa jawaban anda?" Desak Alfredo.
"Baik, saya akan menerima sarat dari anda tapi saya juga punya sarat untuk anda lakukan, bagaimana?" Sungguh Alfredo ingin meloncat-loncat kegirangan, sekarang sarat apapun akan Ia lakukan demi memiliki wanita pujaannya.
"Sarat apa?" Ucap Alfredo dengan dingin, yang berbanding terbalik dengan hatinya yang penuh bunga-bunga bermekaran.
"Anda harus merahasiakan pernikahan kita,apapun yang terjadi dengan diri saya saat kita bersama didepan umum, maka kau tak boleh mendekatiku, kita tak saling mengenal didepan umum. aku juga menginginkan pernikahan yang sah secara agaman dan secara hukum. Dan satu lagi, jika anda menceraikan saya maka separuh dari harta anda akan menjadi milik saya. Bagaimana Tuan? Apa anda sanggup?" Tanya Karenina sengaja memberi sarat yang berat untuk Alfredo agar dia memikirkan kembali ucapanyya untuk menikahinya.
Alfredo mengangguk mantap, bibirnya melengkungkan senyuman, dia bahkan tak kan pernah ingin melepaskan wanitanya ini, bagaimana dia akan menceraikannya? Itu permintaan yang mudah baginya, walau sekarang dia minta seluruh hartanya pun akan dia beri jika itu untuk kebahagiaan Karenina.
"Oke, saya setuju, nona. Asisten saya akan segera datang dan untuk membawa berkas perjanjian kita."
"Itu artinya asisten anda mengetahui pernikahan kita."
"Dia orang kepercayaanku, dan akan menjadi orang kepercayaanmu juga." Ucap Alfredo sambil mengangkat dagu Karenina lalu hendak mencium bibir gadis itu, namun dengan cepat Karenina memalingkan wajahnya hingga ciuman itupun meleset.
Alfredo tersenyum mendapat penolakan dari wanitanya ini, sungguh wanita yang keras kepala tapi menggemaskan.
"Ingat aku calon suamimu sekarang." Ucap Alfredo tepat di telingga Karenina.