Langit mulai menghitam, Bulan mulai bersinar, dan Bintang- bintang ber gemerlapan menghiasi langit malam.
Seorang gadis cantik mulai membuka kelopak mata nya perlahan.
"Hana, kamu sudah bangun, Syukurlah!" Seorang wanita paruh baya duduk di samping nya sembari tangan kasar itu memijat-mijat kaki si gadis.
"Terima kasih Bi,"
"Ini minum dulu nak," Menyodorkan segelas air putih.
Gadis itupun meneguknya sampai habis, karna tenggorokan nya terasa sangat kering.
"Hana, kamu sudah siuman, ini aku bawakan bubur sum sum, di makan ya," Seorang gadis bernama Nara, yang tak lain adalah sepupunya itu memberinya semangkuk bubur.
"Kapan kamu membuatnya Nara?" Tanya wanita paruh baya.
"Aku barusan membelinya Ma di sebrang sana. Di habisin ya Han,"
"Makasih Nara,"
"Iya sama-sama."
"Ya udah kalo gitu, Mama keluar dulu , ada arisan soal nya, Nara jagain Hana ya."
"Iya Ma,"
Sang Mamapun berlalu meninggalkan kedua gadis se umuran itu.
"Han, apa yang sebenar nya terjadi sama kamu?"
"Aku juga gak tau, kenapa aku bisa seperti ini, semenjak malam itu, aku gak bisa mengendalikan diriku sendiri, rasanya tuh seperti ada_ entahlah aku tidak dapat menjelaskan nya,"
"Bagaimana kalo kita tanya Mbah Google, siapa tau ada solusinya,"
"Boleh, boleh." Hana menyetujui saran dari Nara, dan berharap mendapat jawaban dari Mbah Google.
Nara mulai mengotak-atik ponsel nya.
Dan akhir nya ia menemukan sebuah jawaban.
Disana di tuliskan, orang dengan tanda-tanda seperti Hana, adalah orang yang psikologis nya terganggu, jadi di sarankan agar di bawa ke psikiater.
"Bagaimana Hana? Apa perlu kita ke psikiater?"
"Jika itu yang terbaik, apa boleh buat. Ayo kita pergi, tapi aku mohon ya, rahasiakan dari Bibi dan orang tuaku, aku gak mau mereka khawatir sama aku."
"Iya tenang aja Han, aku pasti merahasiakan nya kok. Jadi kapan kita ke sana?"
"Secepat nya,"
"Besok pagi gimana?"
"Kita kan sekolah,"
"Bolos aja dulu, kan Mama jadinya gak curiga. Kita pura-pura ke sekolah dengan seragam."
"Emang gak papa kayak gitu Ra?"
"Kan demi kebaikan kamu,"
"Ya udah deh, terserah kamu aja, gimana baik nya."
Tak lama kemudian kedua gadis itupun terlelap tidur.
Ke esokan harinya, seperti yang sudah di rencanakan, mereka berangkat ke rumah sakit dengan seragam sekolah nya.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka menuju Receptionist rumah sakit, menanyakan dimana ruang Psikiater.
Receptionist pun memberi tahu untuk mengambil antrian terlebih dahulu.
Cukup lama kedua gadis itu menunggu antrian yang cukup panjang, dan akhirnya kini telah sampai giliran Hana.
Dengan hati penuh ketegangan, gadis itupun melangkah masuk ruangan dokter tersebut. Sedangkan Nara menunggu nya di luar dengan perasaan cemas.
Dokter mempersilahkan Hana untuk duduk, setelah terlihat siap, dokterpun memulai aksinya.
Beberapa pertanyaan terlontar dari mulut si dokter, dan beberapa jawaban juga terjawab normal.
Tak ada sedikit pun yang aneh dari Hana, itu yang dokter katakan.
Mungkin Hana hanya perlu istirahat saja, dan menenangkan pikiran nya, jangan terlalu memikir kan sesuatu yang berat, yang bisa membuat nya down.
Setelah selesai, kedua gadis itu akhir nya pulang.
"Syukurlah kamu tidak apa-apa,"
"Iya Nara, tapi perasaanku tidak enak." Sambil memegang dada nya.
"Sudahlah jangan mikir yang macam- macam. Oh iya, mampir ke taman hiburan yuk, biar kamu bisa merilexkan pikiran kamu!"
"Apa perlu?"
"Udah Ayuk deh, aku yang traktir, tapi makan yang sederhana aja hehe,"
Hana menuruti saran sepupunya. kedua gadis itu bermain dengan penuh senyuman bahagia.
"Udah laper ni, yuk kita makan mie ayam di pinggir jalan sana!" Ajak Nara, dan Hana pun menurutinya.
Sendok demi sendok mereka masukkan mie tersebut ke mulut mereka, hingga kandas, tertinggal mangkok nya saja.
"Ini udah jam berapa Ra?"
"Jam 02:35,"
"Yaah kenapa kamu gak bilang, bentar lagi waktunya Sif ku. Ya udah aku ke toserba dulu ya!"
"Ouh, ok. Hati-hati Han,"
"Oke."
Hana pun berlari ke tempat pangkalan ojek dengan tergesa-gesa menuju tempat ia bekerja.
Sesampainya di sana, seorang wanita dewasa menatapnya dengan tatapan sinis.
"Maaf kak, saya terlambat." Hana penuh penyesalan.
"Hey, tumben kamu minta maaf!" Dengan wajah judes nya.
Ya, Hana selama ini memang tidak pernah minta maaf saat melakukan kesalahan, Hana juga selalu memasang wajah datar dan tidak sopan, wanita bernama Indri yang sekarang berdiri di depan nya itu adalah putri dari pemilik toserba tersebut.
"Maaf kak kalo selama ini saya tidak sopan sama kakak."
"Ya udah kerja yang bener, dan jangan terlambat lagi!" Indri melempar seragam toserba pada Hana, kemudian ia berlalu sambil menghentakkan kaki tanda tidak suka.
"Gara-gara sikap ku yang aneh belakangan ini, semua orang jadi tidak suka padaku. Tapi aku bersukur, Nara dan Bibi masih menyukaiku." Batin nya.
Hana pun memakai rompi toserba berwarna biru itu, ia duduk di tempat kasir sambil menunggu pembeli.
Sampai pada akhir nya terlihat seseorang yang ia kenal datang.
"Alex, mau beli apa?" Kali ini Hana menyapa nya dengan ramah.
"Aku? Akuuu, aku mencari kopi, ya kopi!" Dia gelagapan, karna tujuan ia datang memang bukan untuk membeli sesuatu, tapi untuk menemui gadis cantik yang sekarang sedang berperan sebagai kasir tersebut.
"Oh, kopi di sebelah sana,!" Sambil menunjuk ke sebuah lemari penghangat dengan senyum ramah.
Alex pun menuju lemari penghangat tersebut dan mengambil dua gelas kopi instan hangat. Kemudian ia membawa nya ke kasir.
"Kopi ini sekarang sedang diskon, beli satu gratis satu, jadi kamu cukup membayar 15.000 saja. mau nambah apa lagi?"
"Sudah cukup," sembari memberikan selembar uang 100.000 an.
"Ini kembalian nya," Alex pun langsung mengambil uang tersebut dan menyimpan nya di dalam kantong, karna mengingat kemarin gadis itu bilang bahwa diri nya bukan pengemis.
"Ini," Alex memberikan satu gelas kopi tersebut.
"Hah?" Hana bingung.
"Minumlah!"
"Hey, bagaimana mungkin?"
"Aku tidak mungkin habis bila meminum dua gelas sekaligus!"
"Terus kenapa membeli dua?"
"Ini kopi kan beli satu gratis satu!"
"Haha, iya aku lupa. Kalo begitu terima kasih!" Hana menerima kopi tersebut.
"Oh iya, tadi kok gak sekolah? Apa kamu masih sakit?"
"Tidak, aku baik-baik saja, cuma tadi ada urusan penting. Jadi aku terpaksa absen!"
"Ouh gitu!" Alex mengangguk-anggukan kepala nya.
Pemuda tersebut masih berdiri di depan kasir, padahal dia sudah selesai dengan tujuan membeli kopi. dan itu membuat Hana mengerutkan dahinya bingung.
"Maaf Alex, apa masih ada lagi?"
"Oh iya, berikan nomor ponsel mu." Sembari memberikan sebuah benda kotak berwarna hitam pada Hana.
"Oh iya!" Hana pun mengambil ponsel Alex dan mengetik nomor disana.
"Selesai, ini."
"Ok makasih," Alex mengambil ponsel nya kembali.
Kriiiing...
Handphone Hana berdering, terlihat nomor asing muncul sana.
"Simpan itu! Aku pergi dulu, sampai ketemu besok."
"Baiklah!" Hana tersenyum, kemudian ia menyimpan nomor tersebut di kontak nya.
Bersambung...