Seminggu setelah pernikahanku, kami memutuskan untuk tidak merencanakan bulan madu karena aku harus menghadapi ujian di kampus, selain itu pikiranku juga belum begitu jernih. Pagi tadi aku menelepon ibu pantiku dan dia bercerita banyak tentang gadis bernama Elina itu.
"Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil dan saudara-saudara tirinya mengusirnya dari rumah." Ujar Ibu Panti. "Dia benar-benar tidak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kami di panti." Ujarnya sedih.
"Maaf membebanimu." Sesalku.
"Tidak sayang, tidak masalah bagiku. Bagaimanapun juga rumah ini terbuka untuk siapapun, aku hanya merasa tidak enak hati karena tidak bisa memberinya kehidupan yang layak." Ujar ibu panti dan itu membuatku semakin bimbang.
"Kemarin malam dua orang datang ke panti dan memaksanya menandatangani sesuatu, Elina mengatakan padaku bahwa saudara tirinya mengincar harta warisan orang tua mereka dan Elina dipaksa untuk menandatangai surat pernyataan bahwa dia menolak hak waris atas harta mereka." Ujar ibu panti. Oh gadis itu benar-benar mengalami nasib buruk, mengapa dia harus datang padaku disaat seperti ini.
Satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara tentang ini adalah Zevanya.
"Kau takut dia masuk kedalam rumahmu?" Tanya Ze dan aku mengangguk.
"Dia jauh lebih mempesona dan terpelajar dariku, dia juga dibesarkan di keluarga yang mampu, tentu saja kepribadian kami sangat berbeda."Ujarku.
"Berikan saja dia uang yang banyak dan minta dia pergi." Kata Ze sederhana.
"Aku tidak bisa mengeluarkan uang banyak dari rekeningku tanpa persetujuan Christ, dan jika aku melakukannya dan Christ tahu aku membayar saudariku untuk menjauh dari kehidupanku, entah apa yang akan dia pikirkan tentangku." Aku menangkup wajahku dengan tanganku, ini membuatku buruk, semua pilihannya rumit.
"Kalau begitu bawa dia kedalam rumahmu dan berikan dia ancaman untuk tidak menginginki milikmu."
"Oh . . . kau tahu, tapi bagaimana jika ternyata Christ lebih memilihnya."
"Kau gila, Christ suamimu sekarang. Tidak ada orang yang bisa merebutnya."
"Kau tahu kan banyak pria yang akhirnya menyudahi pernikahannya karena ada wanita lain?" Aku menatap Ze, aku benar-benar tidak sanggup membayangkan bahwa wanita yang mungkin membuat pernikahanku berantakan adalah saudari kembarku sendiri.
"Aku tidak bisa memberikan jawaban, ini rumit." Ze mengusap lenganku. "Bicaralah pada suamimu." Ucap Ze. Bagiku bicara dengan Christ adalah pilihan terakhir dan tidak akan menjadi pilihan bagiku. Tapi aku juga tidak bisa membebani ibu panti dengan harus mengurus saudari kembarku yang menyusahkan.
***
"Bagaimana menurutmu?" Aku menatap Christ dan dia tersenyum sekilas. "Semua kembali padamu sayang, lakukan apa yang hatimu katakana padamu."
Aku tidak ingin Christ menganggapku wanita kejam jika aku menolak kehadiran saudari kembarku, tapi aku juga tidak ingin Christ berpikir bahwa aku tidak percaya padanya jika saat ini aku berkata jujur padanya, aku takut dia berpaling pada saudari kembarku.
"Besok aku akan menjemputnya." Itu yang kukatakan tanpa berpikir. Semakin berpikir, kepalaku semakin sakit.
"Ok." Ujar Christ.
Malam ini kami habiskan dengan tidur, hanya tidur seperti malam-malam sebelumnya. Setelah pernikahan kami, oh tidak, setelah aku menyadari keberadaan Elina dan itu mengganggu pikiranku, praktis aku tidak ingin bercinta dengan Christ. Aku tidak sanggup bercinta dengan keadaan pikiran yang kacau, aku tahu Christ menginginkanku tapi dia tidak memaksakan dirinya, dan aku berterimakasih karena suamiku pria yang baik.
***
Sekitar pukul sepuluh aku menjemput Elina dan membawanya masuk kerumah Christ. Aku memintanya tinggal di kamarku yang dulu sebelum aku menikah dengan Christ.
"Rumah siapa ini?" Tanya Elina.
"Tidak usah banyak bertanya, kau hanya harus tinggal di sini dan tak banyak bicara."Kataku.
"Aku tahu banyak soal pernikahan rahasiamu itu, ibu panti sudah mengatakannya padaku." Ujarnya. Oh sial, belum genap sepuluh menit dan dia sudah membautku jengkel.
"Ok jika kau sudah tahu maka diamlah. Suamiku tidak menyukai orang yang banyak bicara." Kataku.
Kami masuk ke ruang tengah dan entah mengapa kami berpapasan dengan Christ.
"Sayang." Christ menghampiriku dan mengecupku singkat.
"Oh, ini saudari kembarmu." Sapa Christ ramah, oh please, jangan terlalu ramah pada wanita lain Christ. Gumamku dalam hati.
"Ya." Elina tersenyum manis, jelas sekali dia terpesona pada suamiku.
"Bukankah kau harus segera berangkat ke kantor sayang." Aku memeluk Christ dan merapikan dasinya, memastikan pada Elina bahwa akulah nyonya rumah, dan aku tidak akan membiarkanya menggoda suamiku.
"Ya, see you." Kata Christ sebelum pergi, dia menyempatkan untuk mencium keningku dan aku tersenyum kea rah Elina.
"Dia sangat mencintaiku." Kataku dengan tegas, meskipun senyumku kubuat selembut mungkin.
"Dia terlihat jauh lebih tua darimu." Ujar Elina tidak tahu diri. Oh mulutnya benar-benar pedas.
"Ya . . . meskipun begitu aku sangat mencintainya." Ujarku bangga.
Elina tampak manggut-manggut sambil menebar pandangan ke seluruh ruangan dan furniture yang ada, semuanya terlihat mewah dan mahal pasti baginya.
"Aku bisa melihat mengapa kau sangat mencintai pria tua itu." Ujar Elina, oh aku benar-benar ingin menyumpal mulutnya dengan kaos kaki bekas rasanya.
"Ok, jangan buang waktu. Masuklah ke kamarmu, kau akan tinggal di sana sampai kekasihmu datang menjemputmu." Ujarku. Satu hal yang sedikit melegakan adalah Elina memiliki kekasih, seorang berkebangsaan Inggris yang akan datang menjemputnya dalam satu minggu kedepan. Aku hanya harus memastikan dia tidak berulah selama seminggu ini, dan semua akan beres. Kami akan menjalani kehidupan kami masing-masing seperti yang kami lalui selama ini.