webnovel

ARTI CINTA

Arjuna dan Zalina saling pandang, mereka kaget bukan main mendengar perkataan Dody.

"Maksud nak Dody?"

"Hari itu, saya tidak sengaja mendengarkan percakapan Calista dan Dom di rumah sakit. Saya tau apa yang menimpa Elena. Dan, itu tidak membuat cinta saya berkurang sedikitpun pada Elena. Saya mencintai Elena bukan karena dia masih suci atau tidak. Perawan atau bukan itu tidak masalah, yang paling penting adalah saya mencintai Elena apa adanya."

"Bagaimana jika aku sampai hamil akibat kejadian itu, Mas?" tanya Elena dengan suara bergetar.

"Begitu kau melahirkan, aku akan menikahimu. Karena, menurut hukum agama tidak boleh wanita jika sedang hamil untuk di nikahi. Jadi, aku akan menunggu, tapi jangan khawatir, aku akan menganggap anak itu seperti anakku sendiri. Aku menerimamu artinya aku siap menerima jika memang kau hamil. Jangan takut, El," jawab Dody dengan tegas.

Arjuna menghela napas panjang, feelingnya sebagai orangtua tau bahwa Dody tidak main-main.

"Mungkin nak Dody bisa menerima, lalu bagaimana dengan orangtua nak Dody? Om tidak mau Elena nanti disindir atau dikucilkan oleh mertuanya sendiri. Atau jadi bahan gosip ipar-ipar. Pernikahan itu bukan hanya bicara tentang dua orang, tapi menyatukan dua keluarga. Om mau Elena mendapatkan kasih sayang tidak hanya dari suami, tapi dari keluarga suaminya."

"Betul itu, nak Dody. Tante tidak melarang jika memang nak Dody serius pada Elena dan Elena sendiri bersedia, silahkan saja. Tapi, Tante tidak mau ada dusta di awal hubungan kalian. Jadi, keluarga nak Dody harus bisa menerima juga kondisi Elena seperti apa," kata Zalina.

Dody tampak terdiam untuk beberapa saat suasana hening. Semua mata menatap Dody menunggu jawaban.

"Orangtua saya hanya tinggal Ibu saya, Tante. Ibu tunggal bersama Kakak saya yang sudah menikah. Saya akan bicara baik-baik pada Ibu saya. Saya yakin beliau bisa menerima karena bagi Ibu, kebahagiaan saya pasti akan menjadi kebahagiaan beliau."

"Tante dan Om akan menerima dengan baik jika Ibu nak Dody berkenan datang kemari untuk silaturahmi," kata Zalina.

"Betul itu Tante?"

"Tentu saja, Tante tidak bercanda untuk hal seperti ini. Elena anak Tante, dalam kondisi seperti ini Tante tidak mau sampai membiarkan anak Tante kembali terluka. Termasuk keinginan nak Dody sekarang yang begitu tiba-tiba. Tante ingin nak Dody benar-benar memikirkannya. Jangan sampai kalian berdua merasa sakit, mengerti kan maksud Tante?"

"Mengerti Tante," jawab Dodi.

Zalina menatap Elena, "Kak, kakak sendiri bagaimana? Apa kakak memiliki perasaan pada Dody?" tanya Zalina. Elena menatap Zalina dengan kedua netra berkaca-kaca.

"Sebenarnya, aku juga menaruh hati pada Mas Dody sejak lama, Mami. Itulah mengapa aku merasa malu. Aku merasa begitu kotor dan juga tidak layak untuk Mas Dody sekarang ini. Aku tidak bisa memberikan apa yang seharusnya aku persembahkan untuk suamiku pada malam pertama."

Elena mengucapkan itu dengan suara yang bergetar, air mata sudah membasahi pipinya. Zalina bergegas menghampiri Elena dan memeluknya.

"Aku sudah mengatakan kepadamu, El. Aku tidak masalah dengan itu," kata Dody. Sungguh ia tidak tega melihat Elena yang saat ini tengah menangis dalam pelukan Zalina.

"Aku akan menerima, jika keluargamu bisa menerimaku seperti kau menerima diriku," kata Elena.

"Aku janji, aku akan kembali kemari bersama keluargaku untukmu, Elena," sahut Dody.

**

Calista mengompres dahi Elena yang demam tinggi dengan telaten. Ia ingin membangunkan Zalina tapi, Elena melarangnya.

"Kau ini aneh,Kak. Ada yang melamar malah demam," kata Calista sedikit menggoda.

"Aku takut, Cal."

"Ketakutan yang tidak beralasan. Sudah, ini aku bawakan obat demam, minum dulu. Kau akan membuat Mami panik besok pagi jika kau masih seperti ini. Jangan sampai Mami nanti mengomeliku karena tidak memberitahunya," kata Calista.

"Cerewet sekali kau ini."

"Kau yang lebih menyebalkan, Kak."

"Ish memang adik durhaka."

"Kau itu kakak yang tidak beretika, menyebalkan."

"Kau!"

"Kau!"

"Hahahah..."

Kedua gadis kembar itu pun akhirnya tertawa bersama. Calista memeluk Elena dengan erat sambil membetulkan kompres Elena.

"Jangan bandel coba, kak."

"Mami baik sekali pada kita ya, Cal."

"Mami memang sejak dulu selalu baik dan mencintai kita, kak."

"Jika dulu Mami menikah dengan dokter Ardy, hidup kita belum tentu seperti sekarang. Mami memilih jodoh yang tepat. Papi Arjuna sangat mencintai Mami. Lihat saja caranya menatap Mami, selalu penuh dengan cinta dan kekaguman. Yang aku lihat tidak pernah berubah sejak sepuluh tahun yang lalu."

"Aku ingin menikah dengan lelaki yang bisa mencintai diriku sama seperti Papi mencintai Mami. Itulah sebabnya aku ingin meniru jejak Mami. Aku ingin menjadi pengacara yang sukses dan hebat seperti Mami. Siapa tau, ada pangeran tampan yang diam-diam mencintai diriku lalu mengejar cintaku seperti Papi dulu mengejar Mami."

"Kau harus berhasil, jangan salah langkah seperti aku."

"Siapa yang mengatakan kau gagal? Memang kau pikir kehilangan sebuah keperawanan adalah kegagalan? Kau tidak dengar Dody mengatakan apa tadi? Dia mencintaimu, Kak. Jangan kau ingat-ingat terus, jangan juga kau menyalahkan orang lain atas segala yang menimpa dirimu. Hidup itu pilihan, dan malam itu kau yang memilih sendiri. Bukan aku mau menyalahkan dirimu, tapi itu kenyataan yang harus bisa kau terima. Saat ini yang harus kau lakukan adalah berdamai dengan dirimu sendiri. Belajar untuk memaafkan dirimu sendiri, bukan melimpahkan kesalahan kepada orang lain, Kak. Jangan meniru jejak mereka," kata Calista panjang lebar.

Elena mengerutkan dahinya, "Mereka itu siapa?" tanyanya.

"Damian dan Ibunya."

"Hush, kau ini. Dia tetap Daddy kita."

"Iya, aku tau kak. Tapi, tetap saja aku masih kesal padanya. Seandainya saja bisa memilih, aku juga tidak ingin menjadi anaknya. Tapi, apa daya kita tidak bisa memilih lahir dari siapa."

"Terima sajalah takdir kita."

"Kau marah padanya?"

"Kecewa iya jelas, tapi aku tidak mau ikut berdosa dengan menyimpan dendam terus menerus padanya, Cal. Oya, aku belum minta maaf padamu ya Cal?"

"Untuk?"

"Aku pernah merasa iri padamu, Cal. Karena aku lihat kau bahagia bersama Mami, apa yang kau butuhkan Mami berikan. Laela yang hanya anak Mbak Sutinah pun Mami biayai. Aku iri karena aku tinggal di tengah keluarga yang hampir setiap hari mengibarkan bendera perang. Tapi, pada akhirnya aku sadar bahwa itu semua salahku sendiri. Dulu, aku yang memilih ikut Daddy."

Calista merentangkan tangan dan memeluk Kakak kembarnya itu dengan penuh cinta.

"Kau memang kakak yang menyebalkan, El," kekehnya.

"Terima kasih sudah menjadi adikku yang manis."

**

"Minumnya tambah lagi,Om?" sapa seorang gadis cantik pada Damian.

"Sekalian kau temani aku minum di sini."

"Emang nggak ada yang marah kalau aku duduk di sini?"

"Siapa yang mau marah?"

"Tapi, bayaranku mahal loh, Om."

"Aku sanggup membayarmu. Berapa tarifmu semalam?"

"Berapa Om sanggup membayarku?"

"Aku bisa membiayai hidupmu asal kau mau menuruti apa mauku dan semua perkataanku."

"Aku bisa menuruti apa yang kau mau. Sejak dulu bahkan aku selalu menginginkan pelukan hangatmu. Tapi, sayang kau selalu jual mahal!"

Belum sempat gadis muda itu menjawab Damian, seorang wanita cantik menyentuh bahu Damian dengan lembut. Damian menoleh dan memicingkan mata mencoba mengenali siapa wanita yang sedang berdiri di hadapannya.

"Kau sudah lupa kepadaku, Damian?"

Bab berikutnya