Malam semakin larut, udara pun mulai semakin dingin. Roki pun berjalan menaiki anak tangga sembari, membawa senapan pada kedua tangannya. Dia pun melirik ke bawah, melihat gadis kecil itu yang sedang tertidur di teras depan karena terlalu banyak mendengarkan cerita akhirnya ia pun tertidur. Roki pun berdiri, sembari bersandar ke depan pada sebuah dinding benteng rumah, lalu ia pun menatap kedepan. Disana tidak ada apa pun, selain kegelapan dan makhluk malam yang berusaha menerobos masuk walau hanya hitungan jari.
Dia pun memandang langit malam, di penuhi oleh bintang yang berkelip. Sesekali dia melihat bintang yang jatuh, seketika dia teringat kenangan bersama Dinda ketika mereka berdua berada di Gunung Munara. Duduk berdua memandang bintang, sembari berpegangan tangan menikmati indahnya malam. Dia juga teringat saat menikmati ikan bakar, bersama teman-temannya mengitari perapian. Nyanyian api unggun, di padu oleh suara petikan gitar membuat dirinya merasa rindu.
Namun semua itu hanyalah kenangan, kini dia harus menerima kenyataan dengan dunianya yang sekarang. Dunia yang kejam serta di penuhi oleh misteri. Dalam lubuk hatinya, dia ingin bertukar posisi dengan orang lain. Namun tak ada manusia normal satu pun, yang mau bertukar posisi dengannya. Makan dan minum pun sangatlah sulit, dan untuk mendapatkannya dia harus mencarinya sendiri atau bahkan mencurinya. Tidur pun tak tenang, jika lengah sedikit mungkin akan terbangun pada dunia lain. Ketika dia sedang terdiam dalam lamunannya, tiba-tiba saja gadis itu berada di sampingnya lalu ia bersender pada pundaknya. Angela pun tersenyum sembari memeluk tangannya dengan lembut, melihat hal itu Roki pun tersenyum lalu ia menghembuskan nafas.
"Apa yang kamu lakukan? Disini terlalu berbahaya, sebaiknya kamu tidur. Sekarang bukan saatnya bagimu untuk berjaga," ujarnya pada gadis kecil itu.
"Tidak mau! Aku ingin menemani kakak untuk berjaga." Timbal gadis kecil itu dengan keras kepala.
"Sudah biarkan saja nak, anggap saja ini adalah pelatihan khusus untuknya. Biarkan dirinya mendapatkan pengalaman dalam berjaga," kata Sang Profesor muncul secara tiba-tiba dalam wujud hologram mini.
"Ya sudah kalau itu keinginanmu, tapi jangan menyesal sebab besok kita akan segera pergi dari sini."
"Siap! Selama aku berada di samping kakak. Aku tidak akan menyesal," ujarnya dengan semangat.
"Semangat yang bagus gadis kecil, aku yakin sebentar lagi kamu akan jadi seorang gadis yang kuat," kata Profesor memberikan pujian.
"Terimakasih Profesor, akan aku buktikan bahwa diriku sangat berguna." Timbal gadis itu dengan semangat.
Mendengar hal itu Roki sangat senang, lalu mereka berdua pun berdiri untuk mengamati keadaan. Namun tinggi badannya mengalami kendala, untuk melihat apa yang ada di depan sehingga Roki pun menggendong-nya. Sayangnya Angela tidak bisa menembak, dengan terpaksa Roki menurunkan-nya kembali. Kemudian dia berjalan menuruni tangga, lalu mengambil sebuah palu berukuran cukup besar. Setelah itu dia hancurkan dinding tersebut, agar gadis itu bisa ikut memantau dengan senjata miliknya.
Gadis itu sangat senang, dengan apa yang dilakukan oleh Roki dan kini ia dapat ikut memantau apa yang ada di depannya. Hari semakin larut, udara malam mulai berhembus dan awan pun mulai menutupi bintang. Hanya terdengar suara raungan, beberapa zombie di bawah memukul gerbang agar mereka bisa masuk ke dalam. Roki pun memandang para zombie tersebut, dengan raut wajah mengantuk.
"Ayo kita berlatih menembak," ajak Roki pada gadis kecil itu mulai mengantuk.
"Siap kak," ujarnya sembari mengantuk.
Angela mulai mengencangkan helm-nya, lalu ia mengenakan kacamata miliknya yang mengikat helm-nya sejak tadi. Struktur objek di bawah dapat terlihat sangat jelas, walau dalam kegelapan. Raut wajah zombie yang buruk rupa, serta tubuhnya yang kurus tanpa sehelai benang pun dapat ia lihat. Mereka berdua, mulai membidik senjata mereka pada para zombie tersebut. Dan mereka pun mulai menembak mereka satu persatu. Beruntung rumah ini dilapisi oleh perisai elektromagnetik, sehingga mereka bisa menembaki mereka dari dalam perisai.
Door! Door! Door!
Suara tembakan nyaring terdengar, membunuh para zombie yang yang jumlahnya hitungan jari satu persatu. Beruntung yang mendekati mereka hanyalah zombie biasa, namun jika seandainya yang mendekati mereka adalah zombie mutan atau monster, pasti mereka sangat kerepotan. Dari kejauhan mereka melihat dua benda melayang, dan di bawahnya terdapat tiga kendaraan berlapis baja datang mendekat.
Tiga lapis baja itu antara lain, sebuah tank, APC dan sebuah kendaraan beroda empat dengen sebuah senjata di atasnya. Dua benda melayang berbentuk seperti kumbang, dengan beberapa senjata yang terpasang. Tiba-tiba salah satu benda melayang itu menembakkan sebuah rudal tepat mengarah pada mereka.
Boom!
Serangan tersebut mengenai perisai pelindung, spontan Roki langsung merangkul gadis itu lalu melindunginya di balik punggung. Ledakkan yang di timbulkan akibat serangan rudal tersebut, membuat dinding mulai gemetar. Roki pun sangat kesal, lalu dia meraih senjata miliknya dan mengarahkannya pada konvoi tersebut. Rombongan tersebut pun berhenti, lalu lima belas orang turun dari kendaraan mereka satu persatu. Mereka semua mengenakan kaos di balik rompi anti peluru, lalu seorang pria berkepala botak berjalan diantara mereka. Pria itu tertawa terbahak-bahak sembari menatap mereka dengan tatapan dingin.
"Ha.ha.ha kakek sialan! Keluar kau dari tempat persembunyianmu! Sudah saatnya kau membayar semua perbuatanmu pada anak buahku!"
"Hei botak biadab, kakek itu sudah aku bunuh! Jadi pergilah kalian sekarang juga!" kata Roki dengan suara lantang.
"Bagaimana bos, apa kita pergi saja?" Tanya salah satu anak buah, berambut punk merah.
"Kerupuk kulit tak dapat, daging segar pun di dapat. Tangkap dan bawa mereka ke dalam markas, sepertinya harga mereka berdua sangat mahal bila di jual pasar gelap. Dan gadis kecil itu akan jadi koleksiku. Jika melawan tembak saja!" Perintah pada anak buahnya.
"Siap bos!"
Tiba-tiba saja tank itu menembak tepat ke arah Roki, spontan mereka semua ikut menghujani mereka berdua dengan peluru. Sinar laser yang mereka miliki ikut serta, membuat Roki dan gadis kecil itu gemetar. Angela menutup kedua telinganya karena takut, begitu juga dengan Roki yang hanya berlindung di balik dinding sembari memegang senapannya dengan sangat erat. Seumur hidupnya, selain menghajar seseorang dia belum pernah membunuh siapapun. Pada akhirnya dia di hadapkan dengan suatu pilihan, yaitu menyerang atau lari.
"Gawat nak, jika begini terus perisai akan hancur. Jika itu terjadi tamatlah riwayat kita," ujarnya dengan panik melihat mereka yang sudah menembak sejak tadi.
Kemudian Roki pun menoleh ke arah mereka, tanpa membalas satu tembakan pun. Dia melihat, sebuah lambang tengkorak dengan dua senjata, yaitu senapan dan sebuah pedang yang menyilang menempel pada kendaraan lapis baja. Juga lambang itu terlihat pada bendera putih yang berkibar di balik kegelapan malam.
"Siapa mereka sebenarnya profesor?!"
"Mereka adalah 'Black Skull' atau di dalam bahasamu mereka adalah tengkorak hitam. Dan mereka adalah organisasi kriminal, yang berkuasa di dataran Eropa Barat. Sangat berbahaya jika kita tertangkap, misi utama kita akan gagal."
Mendengar hal itu Roki hanya terdiam, sembari menatap ke bawah dengan rasa takut. Sementara itu kawanan tengkorak hitam terus menembaki mereka berdua tiada henti. Gadis kecil itu terus menutup telinganya, sembari bersender di samping senjata miliknya. Dia pun berusaha bangkit, lalu meraih senjata PM100 miliknya. Setelah itu dia paksakan dirinya, menghadap musuh yang sedang tadi menembaki mereka berdua.
Rasa takut kerukir jelas pada raut wajahnya, lalu ia bidik senjata tersebut kepada salah satu diantara mereka. Kemudian dia tarik pelatuk tersebut, sembari meneteskan air mata.
Door! Door!
Dua tembakan berhasil mengenai kepala dan pundak, dua diantara mereka. Melihat aksinya, membuat kedua mata Roki tak berkedip lalu dia menampar wajahnya sendiri hingga memerah. Setiap tamparannya, dia terus meyakinkan dirinya sendiri agar berani memegang senapannya. Namun rasa takut masih melekat pada dirinya, sedangkan gadis kecil itu terus menembak dengan gagahnya. Meskipun air mata terus menetes, Angela terus memberikan perlawanan.
"Apa yang kamu lakukan nak? Kamu tidak malu pada Angela, yang sudah memberikan perlawanan sejak tadi?! Ayo angkat senjatamu dan balas mereka, apa kamu tidak ingin pulang?!"
Mendengar perkataan Sang Profesor Roki pun sadar, lalu dia meraih senjata miliknya. Setelah itu, dia mulai menembaki sekawanan Black Skull dengan berani. Walau ia menggunakan M1 Garand, bidikannya berhasil mengenai empat diantara mereka. Di sisi yang lain, para tengkorak hitam kewalahan akibat serangan balasan dari mereka berdua. Perisai yang mengintari rumah tersebut, membuat mereka merasa kesulitan untuk menangkap bahkan melubangi kepala mereka berdua.
Pimpinan mereka pun semakin geram, lalu dia memerintahkan salah satu anak buahnya untuk masuk ke dalam tank. Kemudian dia meminta, agar menghancurkan pelindung tersebut dengan sinar penghancur, dalam kekuatan maksimum. Lalu secara perlahan energi mulai terkumpul, membentuk sebuah bola meriam yang di padatkan berenergi listrik. Setelah energi itu terkumpul, tank itu langsung menembakkan sinar penghancur hingga mengenai pelindung tersebut.
Daya ledakan yang cukup tinggi, membuat mereka berdua terdorong. Beruntung sebuah dinding telah menahan mereka berdua, sehingga tidak terjatuh. Kini mereka menatap tank tersebut, dengan rasa gemetar. Mereka berdua berjalan, memegang senapan dengan gemetar. Serangan tersebut, telah membuat mental mereka menjadi ciut. Kemudian Roki menampar wajahnya sendiri, dengan cukup keras lalu dia berlari dan kembali ke posisi untuk bersiap melakukan serangan balasan.