Setelah anda sudah membaca beberapa kisah semasa SMA, sekarang saya mulai beranjak ke masa kuliah ya.
Kali ini saya akan berkisah ke masa awal saya kuliah dan kos di Jogja yaitu pertengahan tahun sembilan puluh enam, sebelum nanti saya akan membagikan cukup banyak kisah misteri lainnya pada parts berikutnya.
Malam itu, di bulan pertama semester awal kuliah, saya sedang berjibaku mengerjakan tugas kuliah yang pasti dialami semua mahasiswa Teknik yaitu menggambar teknik, dalam hal ini struktur bangunan sesuai jurusan Teknik Sipil yang saya ambil.
Sejak sore hari sepulang kuliah saya sibuk dengan pensil, Rotring, mistar dan kertas kalkir untuk mengejar deadline pengumpulan tugas di atas. Jika terlambat mengumpulkannya, dijamin akan diganjar nilai E alias tidak lulus mata kuliah tersebut dan mesti mengulang semester berikutnya.
Tak terasa waktu berlalu, jarum pendek jam weker yang bertengger di atas TV pun sudah melewati angka satu. Obrolan rekan kos di selasar lantai dua—di atas deretan kamar yang saya tempati—pun sudah tidak terdengar. Hanya musik dari siaran radio ditingkahi suara jangkrik yang menemani perjuangan saya saat itu.
Ketika berhenti sebentar untuk menyalakan sebatang rokok, sayup-sayup di telinga terdengar bunyi musik semacam drum band di kejauhan.
Drum band? Malem-malem gini? pikir saya heran.
Kemudian saya mengecilkan volume radio dan menajamkan telinga mencoba mencari asal suara tersebut, namun suara itu tak terdengar lagi.
Ah, salah denger kali ya, batin saya sambil menghisap rokok dan beranjak membuka pintu kamar.
Keluar kamar, saya menengok ke kamar si Ahong yang persis bersebelahan dengan kamar saya. Tampak gelap pertanda si empunya kamar sudah terlelap atau malah sedang tidak ada di kamar. Di seberang kamar— terpisahkan oleh halaman dan kolam ikan—nampak teras rumah ibu kos yang tertutup rapat. Deretan kamar di sebelah kanan kamar saya juga tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan.
Kombinasi suasana tengah malam yang sepi, sinar lampu selasar yang remang dan bangunan kos yang cukup tua, suatu perpaduan yang membuat hati merasa kurang nyaman sendirian di luar kamar. Buru-buru saya habiskan rokok dan kembali masuk ke kamar untuk melanjutkan tugas yang terhenti.
Baru saja mulai menggambar, tiba-tiba kembali terdengar suara musik drum band itu, lebih jelas dari yang pertama, "Dung dung…Treteteett…Ting ting.." suara genderang, terompet dan perkusi yang biasa dimainkan drum band.
Mungkin ada yang latihan, benak saya.
Dan suara itu terdengar bergerak menjauh lalu menghilang beberapa saat kemudian.
Kali ini saya tidak beranjak lagi dari meja gambar dan berkonsentrasi meneruskan tugas saya sampai tak terasa pagi pun tiba.
"Hong, kamu denger ngga semalem ada drum band?" tanya saya pada Ahong sore harinya sepulang kuliah.
"Drum band? Di mana?" dia balik bertanya sambil mengerutkan kening.
"Ngga tau, tapi suaranya kayanya ngga jauh."
"Emang jam berapa malemnya?"
"Jam-jam satuan gitu deh.."
"Wah, aku dah tidur dari habis makan. Ga denger."
"Kamu ngimpi kali.." sambungnya.
"Engga lah, lha lagi nggambar kok. Ada taruna AU latihan kali ya?" jawab saya.
Karena masih penasaran, saya tanyakan ke Mas S saat malamnya membeli makan bersama,
"Mas, Mas S semalem denger ngga ada suara drum band?"
"Suara drum band? Kapan?" dia balik bertanya.
"Tengah malem kemaren mas. Jam satuan."
"Kamu yakin, ga salah denger?"
"Engga mas. Sampe dua kali kok. Tapi sebentar doang terus hilang suaranya."
Dan dia terkekeh. Saya bingung apa artinya.
"Selamat yaa. Brarti kamu udah diterima di Jogja," tersenyum dia berkata.
"Eh, maksudnya?"
"Artinya kamu udah disambut..hehehe.." Kembali dia terkekeh.
Saya makin bingung.
"Gini, boleh percaya boleh engga, katanya nih kalau pendatang baru masuk ke Jogja, suara musik seperti drum band yang kamu denger itu tanda kalau si pendatang diterima atau disambut di sini. Ada juga yang dengernya bukan suara drum band tapi suara gamelan, ada juga yang dengernya suara orang baris berbaris. Tapi kejadiannya rata-rata sama, tengah malam hampir dini hari gitu." Ia menjelaskan.
"Oh gitu, emang Mas S dulu ngalamin juga?" tanya saya seraya isi kepala berpikir mencoba mencerna penjelasannya tadi.
"Iya, saya juga bukan asli sini. Saya ngalamin juga waktu pertama-tama disini. Coba aja kamu tanya mas-mas lain di kos, rata-rata pernah ngalamin juga. Ngga semua memang, tapi banyak yang gitu."
"Malah pernah saya dan Mas B nekat coba cari sumber suara itu. Waktu itu dah tengah malem, Mas C tau-tau lari ke kamar cerita dia denger suara drum band jelas banget, sementara saya sama Mas B engga denger apa-apa. Ya udah, kita bertiga penasaran nguber sumbernya dari mana," ia menambahkan.
"Terus ketemu, Mas?" tanya saya penasaran.
"Engga ada. Saya sama Mas B ngikutin Mas C nelusurin jalan Janti depan itu sampai ngelewatin Ambarukmo. Kata mas C suaranya jelas banget ngarah ke situ, tapi sepanjang jalan kita lihat ngga ada rombongan atau orang yang main drum band. Yah, percaya ngga percaya deh," jawabnya serius.
"Oh gitu…tapi ngga nyeremin kan, Mas?"
"Engga, anggep aja sambutan mesra dari Jogja. Buktinya saya dan mas-mas yang lain di kos aman-aman aja kan, betah banget malah di Jogja. Mas B aja sampai delapan tahun belum lulus-lulus. Hahahaha…"
Waduuhh..
₡ ₡ ₡
"Kamu selama disini belum pernah ngalamin hal aneh-aneh kan, selain sambutan dari drum band kemaren itu?"
"Maksud Mas S gimana?" jawab saya balik bertanya.
Dia tersenyum penuh arti. "Ya udah kalo ngga pernah"
Saya mulai curiga namun tidak mau memperpanjang lagi bahasan itu. Dan kemudian hari, saya baru benar-benar mengerti apa yang dimaksud Mas S.
Saya ingat betul malam itu malam jumat, namun saya tidak ingat apakah Kliwon atau bukan. Saya baru sampai di kos sekitar jam sembilan malam, hari kuliah yang sibuk dan melelahkan diberondong tugas dan ini itu di kampus.
Setelah berbasa-basi sejenak dengan beberapa rekan kos yang sedang bermain gitar di selasar sebelah kamar, saya minta diri untuk beristirahat, masuk kamar, memasang lampu tidur dan langsung merebahkan diri di kasur.
"Duuugg..!!"
Tiba-tiba terdengar suara keras mengagetkan lelap tidur saya. Suara itu berasal dari atas kamar, seperti ada orang yang melompat di selasar atau dalam kamar lantai atas.
Siapa tuh lompat malem-malem, pikir saya heran. Namun tetap berbaring dan tidak bermaksud untuk bangkit mencaritahu sumber suara itu. Badan serasa lemas lunglai akibat kelelahan. Saya melirik jam yang menunjukkan pukul satu lebih dan sebentar kemudian kembali terlelap. Namun tidak berapa lama, tiba-tiba saya kembali terjaga.
Pandangan saya yang masih samar seperti diarahkan untuk melihat ke arah pintu kamar yang hanya sekitar satu meter dari ujung kaki saya.
Di pandangan yang masih samar itu dan dalam keremangan sinar lampu tidur, terlihat warna putih tergantung di posisi paling kanan dekat dengan jendela kaca nako yang menempel dengan kusen pintu— berbatasan dengan gorden lusuh berwarna coklat yang menutupi jendela nako tersebut.
Otak saya langsung menandai warna putih itu adalah celana jeans putih yang seingat saya sudah beberapa minggu tergantung di pintu. Anehnya, jeans putih itu menjulur panjang sampai menyentuh lantai kamar.
Saya mengerjap-ngerjapkan mata, mengarahkan pandangan lebih jelas ke pintu. Hasilnya, lebih aneh lagi, ternyata bukan hanya menjulur ke lantai tapi juga menjulang melebihi tinggi pintu, bahkan sampai ke dak kamar. Seiring pandangan saya yang semakin jelas, terlihatlah suatu bentuk sosok putih tinggi menjulang.
Sosok itu berdiri menempel menghadap pintu, membelakangi saya yang terpaku, tak bisa bergerak apalagi bangkit. Takut, ngeri, takjub, bercampur jadi satu. Rasanya ingin berteriak dan berlari tapi badan tidak bisa digerakkan dan mulut pun seolah tak dapat bersuara. Dan sosok itu tetap berdiri diam disitu.
"Adegan" itu mungkin hanya berlangsung tidak sampai satu menit, namun kengerian yang saya alami itu masih bisa dirasakan sampai saat saya menulis cerita ini, lebih dari dua puluh tahun kemudian.
Mungkin saat itu saya pingsan atau kembali tertidur. Saat membuka mata kembali ternyata sudah pagi, menjelang siang malahan. Reflek saya langsung melihat kearah pintu.
Hanya ada kaos dan celana pendek disitu, berwarna biru dan hitam. Sementara jins putih yang jadi "tersangka", ternyata sudah masuk dalam rendaman di ember di ruang cuci.
Tanpa menunggu lama, saya langsung mencari Mas B, senior di kos yang memiliki "kelebihan", ke kamarnya. Di dalam, dia sedang mengobrol dengan Mas S, Mas A dan Mas An, sepertinya sedang membicarakan hal yang serius, terlihat dari raut wajah mereka.
"Nah, ini si Yos. Kenapa? Pasti mau cerita semalem ya?" tanya Mas B.
"Heh? Kok tau mas kalo aku mau cerita kejadian semalem?" jawab saya terkejut.
Mereka tertawa berbarengan.
"Coba kamu cerita. Kenapa semalem?" sambung Mas A.
"Mmm, gini mas, semalem pas lagi tidur tau-tau kebangun gara-gara suara Duug gitu dari lantai atas. Aku pikir ada yang lompat di kamar atas. Terus aku tidur lagi, kecapean."
"Pas jam satuan gitu tiba-tiba kebangun lagi, terus kok aku kaya ngelihat ada putih-putih gitu di pintu. Pertama kupikir celana jins putihku, tapi kok lama-lama jadi panjang gitu..terus jadi tinggi sampe dak kamar. Terus…"
"Wah, kamu ngeliat juga ternyata yaa…Hahaha.." potong Mas B sambil tertawa lagi.
Kemudian mereka bercerita, semalam Mas A dan Mas An yang kamarnya bersebelahan di lantai atas kamar saya, juga terbangun kaget mendengar suara itu.
Dan dari dalam kamar Mas A, melihat dari sela-sela gorden yang tidak tertutup rapat, sesosok putih melintas di depan kamarnya ke arah kamar Mas An.
Mas An yang sedang membuka pintu setelah dikagetkan suara tadi, sekilas melihat juga sosok putih melintas kemudian menghilang di ujung selasar lantai atas.
Sementara Mas B yang sedang melakukan ritual membersihkan keris di kamarnya, tidak berapa lama setelah kejadian Mas A dan Mas An tersebut, tiba-tiba dikagetkan dengan sosok putih yang berbentuk Pocong muncul di depannya. Mas B yang merasa terganggu kemudian membentak sosok itu sampai bersimpuh di depan Mas B.
Singkat kata, dari cerita Mas B dan senior lainnya di kos, sosok tersebut adalah salah satu dari beberapa "penjaga" kos-kosan yang dipasang oleh pemilik sebelumnya.
Dan "mereka" terkadang menampakkan diri pada penghuni kos baru, entah bermaksud iseng atau ingin berkenalan. Sedangkan kenapa "dia" menampakkan diri ke Mas B karena "mereka" tertarik pada kegiatan yang dilakukan Mas B, membersihkan keris.
"Komplit kamu Yos, dah sah jadi anak sini.." celetuk Mas S.
"Maksudnya..?"
"Lha, kamu kan tempo hari itu dah disambut sama drum band. Nah, sekarang kamu disambut mesra juga sama penjaga sini. Pake dicium juga ngga?"
"Haahh..?!?!"