webnovel

44. Si pengecut tahi lalat

A sedang mengendarai motornya menuju tempat yang dikatakan Rayn tadi. Rayn sudah menulis alamat itu pada sebuah kertas dan kini kertas tersebut berada pada tangan A yang lagi mengendarai motor. Sesekali tatapan A melihat kertas itu, lalu kembali fokus kepada jalan raya.

Penampilan A hari ini begitu sangat keren. Semuanya pakaian lelaki itu hitam dengan jaket kulit yang menambah kesan ke coolmannya. Helm fullfacenya membuatnya tak ayal jadi bahan perhatian banyak orang yang tak sengaja melihatnya.

Sedangkan di kediaman Clovis.

Gilang bersama Agandara lainnya sibuk membereskan mansion yang hancur berantakan itu tadi. Perlahan mansion itu kembali kepada keadaannya yang semula. Rapi dan terlihat mewah. Jika kalian bertanya tentang satpam itu. Dia masih hidup dan sekarang sibuk membantu Agandara.

Satpam tersebut jatuh pingsan pada halaman belakang mansion. Itu terjadi saat ia mengejar seorang lelaki bertopeng hitam dan tak sengaja kakinya menyandung sesuatu hingga terjatuh, lalu pingsan. Haiss, aksi pahlawan yang begitu dramatis.

"Lelaki bertopeng hitam?" tanya Amon tak percaya.

"Lu budek atau gimana? Sepertinya satpamnya ngomong jelas bat dah." Alfraid berdecak kesal.

"Gue belum korek kuping. Taiknya banyak."

Alfraid dan lainnya geleng-geleng kepala mendengar ucapan lelaki itu.

"Oh, ya Tuan. Satu lagi. Dia tidak sendiri. Seorang lelaki bermasker hitam dengan tahi lalat juga ikut bersamanya," jelas satpam tersebut.

"Apa? Bermasker dan tahi lalat?" Gilang mengerutkan keningnya.

"Tunggu! Bukankah dia sama dengan orang yang kita lihat di vidio penyergapan Noe?" tebak Abra.

"Ya!" ucap mereka serempak.

Rayn yang sudah tahu apa yang harus ia lakukan segera mengambil tasnya. Rayn mengelurkan tabnya dan kembali memutar vidio yang dipenyergapan Noe waktu itu.

"Lihatlah," ajak Rayn.

Buru-buru Agandara melihat vidio itu. Kepala mereka berkumpul begitu sangat lucu.

"Itu dia!" Niel menunjuk tab itu. "Dia bermasker hitam," lanjut Niel lagi.

"Rayn, tolong perbesar manusia masker itu. Pada bagian pipinya." Rayn segera melakukan perintah Gilang.

"Bravo! Tahi lalatnya ada!" pekik Alfraid merasa senang.

Setelah melihat vidio itu dan memperjelas semuanya. Rayn kembali menutup tabnya. Kembali Agandara saling menatap dengan serius.

"Bagaimana dengan A? Apa kita harus memberitahunya?" ucap Abra.

"Dia sudah tahu," sahut Rayn memberitahu.

"Ya, itu benar. Dia sudah menduganya, tapi perasaanku tidak enak. A sendirian ke sana. Bahaya sedang mengintainya." Gilang menunduk lesu.

"Kita percaya saja dengan A. Dia pasti bisa." Alfraid ikut menimbrung.

"Aku berharap begitu," ujar Abra.

"Ya, sudah. Ayo kembali bekerja. Jangan sampai paman Argan datang dan ini semua belum terbereskan." Niel sebenarnya sedikit khawatir. Walaupun kepercayaan kepada A begitu dalam. Namun, yang namanya bahaya tidak ada yang bisa menduga-duga. Lelaki itu takut jika sesuatu terjadi kepada Master mereka itu.

"Tunggu! Kata satpam itu ada manusia bertopeng yang dikejarnya. Jika itu benar, berarti mereka ada dua dong," tebak Amon yang membuat keadaan semakin menegangkan.

"Iya, kamu benar Amon. Kenapa kita lupa akan itu?" Alfraid memukul kepalanya. Ia begitu bodoh.

"Jangan salahkan dirimu, Al. Kita semua tidak terpikirkan oleh hal itu." Gilang mencoba menghilangkan rasa bersalah lelaki itu.

"Apa pembunuhnya ada dua?" tanya Abra.

"Bisa jadi. Lelaki bertopeng dan si pengecut tahi lalat adalah dalang kematian Noe, tapi apa hubungan keduanya?" Rasanya kepala Rayn ingin pecah saja memikirkan semua ini.

"Sebenarnya apa masalah mereka?" Niel mengatupkan bibirnya dengan kesal.

"Kita harus memberitahu A. Bahwa musuh bukan hanya satu, tapi dua. Satu fakta telah terungkap," timpal Amon.

"Baiklah." Gilang menghela nafas. Merogoh handphonenya dari saku celananya, kemudian menelfon adiknya itu.

~~~

Nampak A membelah jalan raya sudah lebih dari limabelas menit. Kecepatan laju kendaraannya begitu tinggi. Membuat rerumputan saat ia melintas terkibas dengan kuatnya.

A sangat fokus dengan jalanan. Hingga saat handphonenya yang berada di saku celananya bergetar membuat A terkejut hingga reflek lelaki itu mengerem mendadak.

Sialan! Jantungnya serasa ingin keluar. Aksinya itu membuat bagian belakang motor sport yang ditunggangi itu naik ke atas disertai dengan decikan ban yanh tergesek oleh aspal.

Hal itu terjadi karena keterkejutannya dengan handphonennya yang bergetar.

Beruntung A sangat lihai dalam motor. Namanya juga ketua geng motor terbesar di Indonesia dan begitu ditakuti banyak orang, maka tak bisa dipungkiri lagi A mampu menghindari mautnya kali ini. Jika ia tidak ahli dalam bermotor, sudah dipastikan tubuh A terjungkal menghantam aspal dan otomatus meninggal.

"Sial! Siapa yang menelfonku?" A merogoh handphonennya dari saku celananya dan melihat notif yang menghubunginya.

Ternyata Gilang. Untung yang menghubunginya itu adalah Gilang. Coba jika itu oranglain. Maka, A akan mengunjungi rumah orang tersebut untuk diberi pelajaran karena hampir membuatnya mencium malaikat maut

A menelfon balik Gilang, karena sambungan tadi terputus karena A lama menjawab telfonnya.

Panggilan tersambung kembali.

"Ada apa, Kak?" tanya A.

"A, berhati-hatilah. Ternyata orang yang menghancurkan mansion bukan cuma satu orang, tapi dua orang."

"Bagaimana kakak bisa tahu?"

"Satpam penjaga rumah yang memberitahu. Ia sempat mengejar manusia bertopeng serta manusia pengecut bermasker ...."

"Master, hati-hati! I believe you!"

"Niel!"

Terdengar nada geram dari Gilang untuk Niel karena lelaki itu main memotong pembicaraanya. A hanya terkekeh mendengar itu semua dari handphonenya.

"Baiklah, Kak. Aku mengerti. Kalo begitu sampai jumpa lagi."

"Berhati-hatilah." Peringat Gilang di seberang sana.

"Iya, Kak."

Tut!

Panggilan terputus.

A terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan oleh Gilang barusan tadi. Begitu membuatnya pusing. Sekarang bukan satu, tapi dua pembunuh.

Namun, A tidak takut. Apapun yang terjadi ia akan menghadapinya. Demi keadilan bagi Noe, ia akan membunuh siapapun yang menjadi dalang pembunuhan sahabatnya itu.

"Aku pastikan kita akan saling mengenal pengecut."

Baru mau menancapkan gas motornya, tapi niatnya itu terhentikan kala handphonenya berbunyi. Mau tak mau A melihat notif handphonenya itu terlebih dahulu.

Kening A mengerut melihat pesan dari nomor yang tidak dikenal. Bersamaan itu A mengumpat dengan kasar kala membaca pesan itu.

'Senang bertemu denganmu, Alister. Kau akan mengunjungi kediamanku, maka dari itu aku akan menyambutmu dengan mewah.'

"Sialan! Dia mengetahui rencanaku." Batin A dengan kesal.

A kembali menatap handphonenya. Tangan lelaki itu mengetik membalas pesan dari pengecut itu.

'Kau sudah tahu ternyata. Tentu, kedatanganku akan membawa kemujuran untukmu.' Begitulah pesan A membalas pesan lelaki itu.

Tak berlangsung lama muncul sebuah notif lagi. Ternyata pengecut itu membalasnya.

'Lihatlah arah jam 3.'

A melotot bersamaan dengan kepalanya yang menoleh kesamping. Betapa terbelalaknya lelaki itu melihat seorang lelaki berbaju hitam, bermasker hitam tengah melambai ke arahnya.

"Dia?" A menunjuk orang tersebut, tapi orang tersebut malah hilang. A sudah berniat untuk mengejarnya. Namun, itu terurungkan kala orang itu menghilang dalam sekejap.

"Apa dia pesulap, bisa hilang secepat itu?"

Ting!

Secepat mungkin A melihat handphonenya.

'Bagaimana? Kau melihatku.'

A mengetik pesan.

'Melihatmu? Mataku rabun, jadi tidak jelas.'

Selesai. A tak mau berurusan dengan perihal balas membalas di handphone. Mereka bukan pasangan kekasih yang LDR-an yang harus mengirim pesan karena rindu. Memikirkannya saja sudah membuat A bergidik ngeri. Segera lelaki itu mengembalikan handphonenya di dalam saku celananya. Menancapkan gas motornya kembali membelah jalanan raya.

Bab berikutnya