"Mil? Ini kopernya sudah aku bawa. Kamu tidak tidur kan?" tanya Nick dengan nada menggoda.
"Iya, iya. Kamu pergilah ke sana. Aku mau buka pintu."
"Pergi ke mana?" Nick sengaja berkata dengan nada polos.
"Pergi saja ke kamar!" seru Milly. "Tutup mata. Jangan lihat-lihat saat aku buka pintu! Awas kalau kamu lihat, aku akan marah!"
Nick kembali tergelak. "Baiklah."
Ia bisa melihat siluet Nick sedang bersandar di pintu kamar mandi.
"Ayolah Nick! Kamu sembunyi dulu sana!"
Nick bergeming. Bahaya. Ia harus menutupi tubuhnya dengan... kaus Nick yang basah? Ya sudah, terpaksa. Jauh lebih baik memakai kaus basah itu daripada tidak sama sekali. Kaus itu lumayan panjang, bisa menutupi area sensitif bagian bawahnya. Ia menggantung handuk tangan itu lalu terpaksa memakai kaus Nick yang basah. Terpaksa oh sungguh ini terpaksa. Ia tidak suka memakai pakaian basah.
Perlahan Milly membuka kunci pintu kamar mandi. Ia membukanya sedikit. Sempit. Kopernya tidak bisa masuk. Sedikit lagi. Nick menutup matanya, tapi ia masih saja bertengger di depan pintu, menahan kopernya dengan kaki. Milly membuka pintu lebih lebar. Dengan satu tarikan ia menyentak kopernya hingga terlepas dari jepitan kaki Nick.
Cepat-cepat Milly membawa masuk kopernya. Nick membuka matanya. Milly menjerit.
"Jangan buka mata! Aku sudah bilang jangan buka..."
Nick mendorong Milly hingga punggungnya menabrak tembok kamar mandi yang dingin. Tangannya tanpa sengaja menarik keran sehingga air menyemprot dari shower. Jantung Milly nyaris melompat dari tenggorokan. Mereka saling bertatapan. Mata Milly membelalak, napasnya tercekat.
"Kamu... mau apa?"
Mata Nick turun ke bawah menatap kausnya yang basah. Ia hanya mengenakan sehelai kaus basah tanpa pakaian dalam apapun. Payudaranya menyembul menantang. Tubuhnya terpaku tak bergerak.
"Kenapa kausku jadi basah? Kamu mandi lagi sambil memakai kausku?" tanya Nick sambil menyipitkan matanya.
"Ti-tidak. Aku hendak mencucinya. Tapi kemudian aku lupa kalau ternyata aku tidak membawa baju bersih," ujar Milly gugup.
Nick menoleh ke arah wastafel, di mana bra dan celana dalamnya yang masih berbusa sedang berenang-renang manja. Nick menyunggingkan senyum separonya. Milly tegang setengah mati.
Tiba-tiba Nick memajukkan wajah dan menciumnya. Milly terkejut. Tanpa sengaja tangannya menarik tuas keran hingga terbuka. Air hangat menyemprot mereka berdua. Baju Nick jadi ikut basah.
Ciumannya kali ini begitu dalam dan basah luar dalam karena berbagai permainan lidah yang Milly sambut dengan penuh kebahagiaan. Sebelah tangan Nick merengkuh pipinya, sebelahnya lagi memeluk pinggangnya. Milly meremas tengkuk Nick. Ia balas mencium Nick dengan penuh semangat.
Bibir Nick bergerak untuk menjilat dan menghisap lehernya. Milly membuka matanya sedikit dan terengah-engah. Ia bisa mati karena gairah yang menggebu-gebu di dalam dirinya. Haruskah ia melepaskan kaus Nick? Sepertinya telanjang bersama di dalam kamar mandi akan terasa sangat erotis.
Tiba-tiba Nick melepaskan ciumannya. Mereka saling menempelkan dahi, napas terengah-engah. Milly mengerjap-ngerjap sambil mengusap wajahnya dari air.
"Milly..." Nick mendesah. Ia menurunkan paha Milly yang secara tidak sadar telah terangkat, mencapit sebelah bokong Nick.
Oh ini nyaris menjadi sebuah kebiasaan jika mereka berciuman terlalu dalam, Milly cenderung mengangkat sebelah kakinya, seolah ingin membuat Nick semakin menempel padanya. Tapi... oh tidak! Ia lupa kalau ia tidak memakai pakaian dalam. Dengan kata lain ia telanjang.
Sesuatu yang hangat dan basah berdenyut-denyut di bawah sana. Ini tidak boleh. Sama sekali tidak boleh terjadi. Cepat-cepat ia merapihkan kaus Nick yang basah. Milly menelan ludah.
Nick menatapnya dalam-dalam, ia tampak begitu serius. "Jangan buat aku khawatir lagi." Milly mengangguk. "Kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja."
"Baiklah," jawab Milly parau.
Nick mematikan keran air. Ia mengusap wajahnya dan kemudian menyugar rambut pomadournya yang basah. Nick terlihat sangat seksi saat mengenakan pakaian basah seperti itu.
"Ayo cepat pakai bajumu." Nick menegakkan tubuhnya, lalu mundur selangkah. "Aku akan menunggu di depan."
Milly sudah tidak ingat untuk mengkhawatirkan baju Nick yang basah. Segera ia mengunci pintu kamar mandi begitu Nick keluar. Jantungnya bertalu-talu di dadanya. Ini gila! Ia berciuman dengan Nick hanya dengan mengenakan sehelai kaus basah. Ia menatap wajahnya di cermin. Pipinya begitu merah. Bintik-bintik coklat di hidungnya tampak jelas. Bibirnya bengkak. Ia menyentuh bibir beruntung itu, menggigitnya sedikit.
"Kamu sangat beruntung," ujarnya pada cermin. Ia tersenyum gemas. Belum pernah ia melakukan hal senakal ini.
Kemudian Milly berpakaian. Ia tidak ingin membuat Nick menunggunya terlalu lama. Selesai mengenakan kemeja kuning dengan dalaman tank top putih dan celana jeans putih, Milly mengeringkan rambutnya, memakai tabir surya, bedak, dan lipgloss.
Ia keluar dari kamar mandi sambil menyeret kopernya ke kamar. Nick terus memperhatikannya. Selesai menaruh koper, Milly menghampirinya dengan wajah malu-malu.
"Aku sudah siap."
Nick tersenyum padanya. "Ayo kita pergi!"
Kemudian mereka sama-sama mengambil tas Milly di kamar Nick. Sementara itu Nick masuk ke dalam kamarnya dan berganti pakaian. Ingin sekali Milly mengintip sedikit roti sobek itu. Tapi dengan cepat Milly mengurungkan niatnya. Ia harus menjadi wanita baik-baik dan penuh sopan santun agar tidak dicap wanita murahan.
Milly sempat melirik sofa tempat mereka berciuman habis-habisan tadi malam. Lalu kasur tempat mereka berbaring bersama, tidur bersama. Nick benar. Pria itu telah berhasil membuatnya tergila-gila. Itu memang sudah berlangsung sejak lama. Tapi sekarang ini jadi jauh lebih kuat.
Milly mengecas ponselnya di mobil. Segera ia menyalakan ponselnya dan menemukan belasan panggilan tak terjawab dari Ika dan Helen. Juga tiga puluh whatsapp. Kedua sahabatnya menanyakan tentang keberadaannya, sempat menceritakan apa yang mereka lakukan di Lembang pada malam hari. Lalu ada pesan dari Cen Fey, Melanie dan Marshal. Milly mengabaikan semua pesannya. Hari ini ia hanya akan fokus bersama dengan Nick.
"Kita mau ke mana?" Milly menoleh. Nick tampak sedang berpikir.
"Aku mau mengajakmu ke panti asuhan."
Milly menatap Nick tak percaya. Panti asuhan? Tuning! Tambahan poin untuk pujaan hatinya. Oh ya ampun, ia tidak menyangka Nick memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi.
"Tidak apa-apa kan aku mengajakmu ke sana?"
"Itu akan sangat menyenangkan." Milly tersenyum lebar. Meskipun ia tak menyangka Nick mengajaknya ke tempat seperti itu. Kencan kali ini pasti akan sangat berbeda. Kencan? Boleh kan kalau ia menganggap ini sebagai kencan.
Mereka melewati jalanan yang menanjak dan berkelok-kelok. Milly menikmati pemandangan pegunungan di sepanjang jalan. Nick memberitahunya bahwa ini adalah Lembang. Ia akan mengingat nama itu.
Setelah berkendara sekitar satu jam, akhirnya mereka tiba di panti asuhan. Nick mengajak Milly untuk masuk. Ia mengenalkan Milly pada pengurus panti. Milly disambut begitu hangat.
"Ayo silahkan masuk, Miss," kata Ibu Indah.
"Panggil Milly saja, Bu," kata Milly.
"Oh baiklah. Duh Milly ini ternyata bisa bahasa Indonesia ya."
"Tentu saja, Bu. Saya kan memang warga Indonesia." Milly sudah terbiasa dengan percakapan seperti itu. Mungkin sebaiknya ia melakukan operasi plastik agar wajahnya jadi terlihat lebih asia.
Halo My Readers!
Adegan berciuman Milly dan Nick di bawah shower itu bisa kalian bayangkan seperti yang ada di cover buku ini ya. Saya sengaja memesan cover itu sesuai dengan adegan ini. Silakan intip lagi cover bukunya dan selamat menghalu.
Hihihihi...
Jangan lupa dukung selalu bukuku dengan klik tombol power stone ya. Makasih. Gbu all.