Suara pantulan dari bola basket memehuni lapangan sekolah, banyak murid yang marih menonton terutama para cewek-cewek yang rela waktu pulang sekolahnya terkikis hanya untuk menonton tiga orang cowok kece yang tengah berada di tengah lapangan.
Tidak, ini bukan pertandingan basket atau semacamnya. Ini hanya apa ya ibaratnya...? Bermain-main dengan men-drible bola untuk di oper bergantian, begitu-begitu saja tanpa ada yang spesial sedikitpun.
Ah mungkin yang spesial bukan dalam rangka bermain basket, namun yang spesiap itu adalah 'siapa orang yang bermain basket'.
Ya, tidak lain dan tidak bukan adalah El, Mario, dan Reza. Melihat keringat menetes dari pelipis mereka saja sudah membuat pemandangan indah tersendiri bagi murid yang mengagumi mereka.
"Lo emang beneran mau jalan sama Nusa nih abis main basket, El?" tanya Reza, ia menyeka keringat di kening menggunakkan baju seragamnya yang tentu saja langsung menampilkan perut ratanya yang berbentuk kotak-kotak dengan jelas.
Mengundang atmosfer yang panas, ada beberapa cewek yang menahan napas sebentar. Karena tubuh cowok-cowok itu sangat goals, alias semua yang melihat bagaimana body Reza —El dan Mario juga sama tapi memilih tidak menampakkannya saat ini— rasanya ingin menyentuh.
Mendengar pertanyaan itu, El menaikkan kedua bahunya dengan tak minat. Ia yang paling dekat dengan ring basket, lalu melempar bola ditangannya ke atas. Dan... masuk. Tepuk tangan menggema, jeritan tertahan serta pekikan heboh supaya El me-notice mereka semua pun terdengar dengan jelas.
"Gak tau," jawab El.
Mario merenggangkan otot tangannya, lalu berjalan ke arah El untuk menepuk-nepuk bahu cowok satu itu. "Jangan kasih harapan lu ah, nanti Nusa gue tikung baru tau rasa lo. Masa ngajak jalan gak tau, lo ngomong pas arwah lo gak sadar kali ya?" ucapnya dengan napas yang cukup terengah-engah.
Mereka sudah menghentikan permainan karena sudah setengah jam dari sebelum bel pulang sampai sudah lewat 10 menit setelah bel pulang sudah terdengar pun mereka baru memutuskan istirahat saat ini, kecuali tadi sebelum pulang ada pembacaan doa bersama yang tentunya mereka menghentikan permainan lebih dulu.
El menaikkan sebelah alisnya. "Gue gak kasih harapan apa-apa." Masih kekeuh, sudah jelas sih ia kekeuh dengan perkataannya toh kan hati batu.
Reza terkekeh, ia menurunkan tangan Mario dari bahu Farel. "Udahlah, Mario. Lo tau sendiri El itu gak peka, kenal sama perasaan cewek aja enggak. Jadi ya wajar sih kalau dia ngerasa ajakannya itu bukan memberikan harapan sama Nusa.
"Ye kalau gitu mah mendingan Nusa buat gue, lagian juga sama El gak bener. Masa udah berangkat bareng, balik bareng, dan kalau nanti jadi jalan bareng nih ya, pasti nih anak gak kasih kepastian deh." ucap Mario lagi.
El menghembuskan napas. Ia minat belajar, minat menjaga Alvira demi kebahagiaan sang adik, dan kalau masalah minat pacaran? Maaf, sepertinya tidak dulu deh.
"Ambil aja."
"Nanti gue ambil Nusa dari lo, lo ngamuk deh."
"Siapa?"
"Lo."
"Yang nanya."
Setelah mengatakan itu, El merasa menang dari Mario uang memang sejujurnya cowok satu itu sangat bacot. Ia melangkahkan kakinya untuk menepi dan duduk di pinggiran lapangan, untung saja cuaca tidak terik, seperti mending namun belum ada tanda-tanda ingin hujan.
"EH WOY BALIK LU PADA, KITA UDAH SELESAI. MAKASIH YA PERHATIANNYA, KATA EL DIA SAYANH SAMA KALIAN SEMUA PARA CEWEK-CEWEK PENGGEMAR."
Ya, kegilaan siapa lagi kalau bukan Mario? Ia berteriak seperti itu ya bagis sih niatnya guna membubarkan orang-orang yang masih saja berkeinginan untuk menonton mereka, padahal kan sudah selesai.
El menajamkan mata, rasa sabar dipertebal setelah itu. Kalau saja Mario bukan sahabatnya, bisa saja ia meninju cowok tersebut karena sudah menyampaikan ucapan yang penuh dengan hoax.
"Siapa yang sayang siapa?" tanya El dengan nada bicara dingin.
Reza mah hanya diam memperhatikan kenikmatan dunia saat tau kalau Mario masuk ke dalam list merah di pikiran El saat ini, list merah alias kekesalan cowok tersebut.
Mario menolehkan kepala, ia mah sama sekali tidak takut sama El, sorry-sorry saja. Yang di tampilkan hanya wajat tanpa dosa, ditambah dengan cengiran yang terlihat menyebalkan. "Hehe, emangnya kenapa sih El? Sekali-kali gitu buat fans lo seneng walaupun gak real, masa iya lon gak malu."
"Gak." balas El.
Reza terkekeh kecil, setelah itu menjulurkan tangan ke arah El. "Bangun lo, ayo kita balik. Lagian mau ngapain lama-lama di sini, suasananya jadi beda." ucapnya sambil memperhatikan sekitar yang tiba-tiba sudah sepi, mungkin masih ada satu dua orang yang berlalu lalang.
Mario menganggukkan kepala, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Reza. "Nah bener tuh si oncom otaknya lagi lurus, ayo deh El kita balik. Nanti kan gak lucu kalau gue tiba-tina ada di dimensi lain."
Reza tiba-tiba menahan tawanya. "Biarin aja lah, kan lo di dunia ini jomblo tuh. Ya kali aja kalau di dimensi lain itu ada sosok yang nyantol di hati lo, biar mengisi ke-jomblo-an kamu."
El memutar kedua bola matanya, setelah itu beranjak dari duduk dengan meraih tangan Reza sebagai bantuan untuk berdiri. "Ayo."
Mereka bertiga langsung mengambil tas masing-masing yang juga diletakkan di pinggir lapangan, menyampirkan hanya di punggung layaknya pelajar pada umumnya.
Sudah sampai di parkiran, El, Mario, dan Reza juga sudah berada di atas motor masing-masing.
"Nusa mana, ya? Kok gak keliatan?" tanya Mario sambil mengedarkan pandangan. Pasalnya memang daritadi tidak melihat Nusa, kan mereka bertiga bolos jam pelajaran terakhir sampai waktunya pulang.
"Dah balik." jawab El dengan asal, namun ketahuilah kalau dirinya juga agak cemas.
Reza menaikkan sebelah alisnya. "Nusa kan gak mungkin pulanh duluan tanpa pamit sama kita-kita, iya gak sih? Kalaupun mau pamit pun terus ngeliat kita lagi latihan basket, pasti dia nunggu di tepi lapangan."
El hanya mencerna perkataan teman-temannya ini saja tanpa berniat mengatakan kemungkinan.
Mario menganggukkan kepala, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Reza. "Nah bener tuh Reza, gue juga mikir gitu. Kayaknya dia masih di sekolah deh, coba El cek hp lo."
El menghembuskan napas, namun tetap melakukan perintah dari Mario untuk mengecek ponsel. Ya kali saja ada pesan dari Nusa, atau semacamnya? Ya karena daritadi ia tidak membuka-buka ponsel dan hanya di taruh dalam tas, karena kalau mengantungi ponsel di saku celana saat bermain basket bisa-bisa bahaya terjatuh.
"Coba kalau ada pesan dari Nusa, bacain El."
| ruang pesan |
Nusa
Bara? Bara kemana? Ini jam pelajaran terakhir malah keluar dari kelas
Nusa
Nanti kita jadi jalan kan? Nusa udah bilang sama Kak Rehan biar gak jempur Nusa hari ini.
| ruang pesan berakhir |
"Nah jawabannya berarti, lo nunggu dia nih di sini, jangan balik dulu. Kalau sampai lo balik terus gak ada yang jemput dia, terus sekolah tiba-tiba udah sepi, gimana nanti nasib Nusa? Bisa aja di begal atau—"
"Bacot, gue tunggu."
Nah pada saat yang bersamaan, Priska and the genk tengah menjalankan aksi mereka.
...
Next chapter