webnovel

Ch.48: Aduh Penyamaran Terbongkar

Klang!

Suara itu terdengar setiap kali senjata saling berbenturan.

"Waktumu tinggal sepuluh menit. Kau akan menjilat sepatuku," ucap Jay di tengah pertarungan.

Di bawah tudungnya, Naara tersenyum sinis. "Tujum menit."

"Apa?"

"Kau akan kalah dalam waktu tujuh menit."

"Cih! Dasar sombong!" Jay melancarkan serangan cepat dan Naara mengimbanginya.

Semua mata penonton terpukau melihat pertarungan mereka yang dari waktu ke waktu bertambaah sengit.

Henri membuka matanya lebar-lebar, berusaha mengikuti setiap gerakan cepat Naara.

"Mereka seimbang," gumam seorang petarung yang duduk di sebelah kanan Henri, dia si pria gondrong–petarung pertama.

"Itu tidak benar," ucap Henri menetapkan fokus pada Naara yang terlihat baru saja  berhasil menyayat punggung Jay. "Dia tidak menggunakan seluruh kemampuannya. Sejak awal dia tidak serius."

"Apa?" Si gondrong  memerhatikan Naara dengan seksama lalu selang beberapa saat ia menyadari kalau yang dikatakan Henri sepertinya memang benar. Jubah hitam itu seperti menyembunyikan sesuatu.

*

Niin masih memimpin jalan para gadis menuju pintu keluar, semua berjalan aman dan mulus sampai ketika ia merasakan kehadiran aura seseorang yang tidak asing mendekat dengan cepat ke arah mereka.

"Ini ...." Ia berhenti dan menoleh ke belakang.

"Ada apa?" Tanya seorang gadis berambut hitam dan bermata coklat pekat sama seperti Henri, besar kemungkinan kalau dia adalah kakak perempuan Henri. Ia dan yang lain kompak membuat ekspresi bingung.

"Kita sedang dikejar. Kalian duluan saja," ucap Niin membuat semua yang mendengarnya terkejut.

"Apa kita benar-benar bisa bebas? Hiks ... aku tidak mau tertangkap lagi." Seorang gadis tiba-tiba menutup wajahnya dan menangis ketakutan. Jelas sekali ia pesimis.

"Hey." Niin menghampiri.

Gadis itu melihat Niin dengan nanar.

Sambil tersenyum, Niin menghapus air mata gadis itu dan berkata, "Jangan takut."

"Tapi ...."

"Dari pada berpikir akan tertangkap berpikirlah kalau di ujung sana mereka yang menyayangimu sedang menunggu dengan perasaan tidak sabar."

Kedua mata gadis itu terbuka, kata-kata Niin berhasil masuk ke hatinya dan menepis rasa takut yang ia rasakan. Hal yang sama sepertinya juga terjadi pada keenam gadis yang lain.

"Kalian semua pergilah duluan aku akan mengalihkan perhatian mereka."

"Apa maksudmu? Kami tidak akan meninggalkanmu!" Indri–kakak perempuan Henri merasa keberatan.

"Iya itu benar!" timpal seorang gadis yang lain.

"Jangan khawatir aku ini Garuda Merah aku bisa menjaga diriku pergilah nanti aku menyusul!"

"Tapi–"

Tidak ingin mendengarkan apapun lagi Niin langsung berbalik arah dan berlari.

Waktu terus berjalan, ia berlari secepat yang ia bisa lalu saat merasakan akan segera berpapasan dengan musuh ia bersembunyi. Dari balik tembok, ia mengintip, ternyata dugaannya benar itu adalah A dan kawan-kawan. Kelima pria pengikut gubernur sesat itu sedang berjalan ke arahnya.

Sial! Seharusnya tadi saat mereka pingsan, mereka diikat atau ditahan bukan ditinggalkan begitu saja. Mereka pasti sudah melapor ke gubernur atau memberitahu teman-temannya yang lain.

Huffffh ....

Ia menarik napas dalam lalu melepasnya dengan kasar setelah itu ia berlari cepat ke arah lorong di seberangnya. A yang melihatnya pun langsung bereaksi mengejar.

"Berhenti!

*

Suara benturan logam dan pukulan bersahut-sahutan, baik Naara maupun Jay silih berganti melancarkan serangan dalam gerak cepat yang mulai sulit diikuti oleh mata.

Semua penonton dibuat bengong dengan mata yang tidak ingin berkedip. Di tengah-tengah keramaian penonton, nampak sosok seseorang berjubah hijau gelap menatap Naara dengan mata hazel yang menyala, tidak lama kemudian bibirnya tersenyum.

Bught!

Sebuah tendangan telak di perut membuat Jay terseret mundur sejauh dua meter, belum sempat ia menarik napas, Naara sudah ada di depannya bersama pedang yang terayun beruntungnya ia dengan refleks memalangkan rapiernya sehingga hal fatal bisa terhindarkan namun serangan Naara tidak cuma sampai di situ.

Tanpa memberi jeda sedikitpun Naara kembali menendang perut Jay disusul satu high kick yang terfokus di bawah dagu yang membuat tubuh Jay terangkat dan dalam momentum tersebut ia menutup serangannya dengan melompat sambil melakukan sebuah spinning kick yang membuat Jay terpelanting ke lantai keras arena.

"Hebat, hebat sekali!"

Semua perhatian penonton seketika teralihkan pada gubernur yang tiba-tiba melakukan standing applause untuk Naara.

Ada apa dengan gubernur? Itulah pertanyaan yang ada di kepala semua orang saat ini.

Jay yang baru bangun melirik sekilas dan  menggertak kesal namun ia harus segera bergerak karena Naara kembali membuka serangan baru. Ia melompat mundur menjauhkan diri dari jangkauan serangan Naara namun Naara tidak ingin membiarkannya lepas.

"Huh. Sepertinya dia sudah ingin  mengakhirinya," gumam si gondrong menetapkan fokus pada Naara yang memukul mundur Jay dan menunjukkan keunggulannya.

Seiring waktu luka demi luka di tubuh Jay terbentuk, tetesan-tetesan darah menghiasi arena. Pertahanan Jay mulai rentan, ditambah saat rapiernya dibuat terpental, Naara semakin mudah melancarkan serangannya sampai  tak beberapa lama Jay pun terlempar ke sebuah pilar.

"Uhk." Jay memuntahkan banyak sekali darah, tubuhnya jatuh menengkurap.

"Yeah!" Henri dan si gondrong melakukan high five.

"Sudah kubilang tujuh menit." Naara benar-benar membuktikan kata-katanya.

Suasana di bangku penonton menjadi lebih hening. Obrolan-obrolan kecil yang menyatakan ketidakpercayaan pada fakta bahwa Jay benar-benar  dikalahkan.

Naara menyarungkan pedangnya lantas berbalik untuk berjalan keluar arena.

"Cih. So-sombong."

"AWAS!" Teriak Henri saat Jay tiba-tiba menembakkan segel bunga dari tangannya.

Segel tersebut melebar membentuk jaring laba-laba persis seperti milik A.

Naara berbalik, beruntungnya ia sangat cepat bereaksi dengan melompat jauh ke belakang dan keluar dari jangkauan segel bunga namun aksi lompat jauhnya tersebut langsung menjadi tanda tanya besar di kepala para penonton. Tidak ada orang biasa yang bisa lompat sejauh itu seolah tubuhnya terdorong oleh angin.

"Cih, brengsek!" Jay kembali melancarkan tembakan demi tembakan sampai di suatu detik tudung Naara tidak sengaja terbuka.

"Di-diakan ... Naara si pedang buta!"

Henri dan semua orang tehentak kaget tidak terkecuali gubernur dan Jay.

"TUAN GUBERNUR INI GAWAT SEMUA GADIS TERGADAI MELARIKAN DIRI!!" Dua orang ajudan yang sebelumnya diperintahkan untuk memisahkan Niin dari gadis tergadai lainnya berlari dengan panik. Terlalu panik sampai tidak memperhatikan kalau semua orang sedang bengong menatap Naara si pedang buta.

"A-apa?" Gubernur Dio menggertakkan giginya.

"Tuan Gubernur, mereka mendapat bantuan dari tiga anggota Garuda Merah, salah satu dari mereka adalah penjahat kelas kakap Naara si pedang buta," jelas salah seorang dari mereka, masih belum sadar kalau orang yang dibicarakan sedang berdiri anteng di dalam arena.

"Begitu. Jadi semua sudah mereka rencanakan." Gubernur Dio menatap tajam ke arah Naara.

"ASTAGA NAGA DIAKAN NAARA SI PEDANG BUTA!" Dua orang ajudan tersebut berteriak heboh karena kaget saat melihat sosok yang mereka bicarakan ada di depan mereka.

"Dasar payah," sinis Naara.

"Sialan!" Gubernur Dio bangkit dari tempat duduknya. Dengan wajah murka ia berteriak, "DENGAR SEMUANYA TANGKAP PRIA ITU SIAPAPUN YANG BISA MENANGKAPNYA AKAN  KUBERIKAN SEPARUH KEKAYAANKU!!"

Bab berikutnya