Kedua mataku kembali jadi pencuri, merampas hal-hal ganjil di sekitar lokasi. Telingaku bergerak memisah, menyerap semburat api, dan romantisme alam semesta. Atas praduga tak akurat, ragaku lahir sebagai wadah kosong melompong. Semua indra ikut andil dalam pertandingan, dan isi kepala sebagai nahkoda. Guna membelah diri pada momen yang krusial, Belum ada yang menemukan jati diri keduanya, selain kaca pintu dan hati nurani.