webnovel

Memanggang

Zen mulai menenangkan dirinya lalu mulai mengendalikan angin disekitar area itu menggunakan skill anginnya. Walaupun level skill anginnya baru berlevel 2, namun Zen tetap menggunakan skill anginya untuk membuat beberapa orang disekitar area itu teralihkan.

Angin mulai bertiup lumayan kencang diarea dimana Zen dan beberapa orang mencoba mengepungnya. Dedaunan pohon disekitar area itupun sudah mulai berjatuhan. Beberapa orang yang melihat kejadian ini mulai bingung dan bertanya mengapa tiba – tiba saja angin bertiup kencang disini dan mengapa dibalik pohon dimana Zen bersembunyi ada cahaya dibaliknya.

Lalu Zen melemparkan bola apinya menuju kearah sebelah kirinya dan langsung membakar sebuah pohon. Para pria bersenjata yang melihat itu mulai melihat kejadian itu dan mulai terlaihkan dengan Zen yang mereka incar sebelumnya.

Zen lalu mengintip dan mengambil segenggam tanah dari bawah dan melemparkan kearah balik pohon dimana dia bersembunyi dan mulai menggunakan skill anginnya menerbangkan tanah tersebut yang saat ini sudah terurai menjadi debu.

Debu tersebut mulai menuju kearah beberapa orang bersenjata yang saat ini masih fokus dengan fenomena pohon berapi itu dan tiba - tiba saja angin yang membawa debu membuat mereka semua tidak bisa melihat apapun, karena debu – debu itu memasuki mata mereka.

Zen yang melihat orang – orang tersebut lalu kembali mengeluarkan bola apinya dan melempar tepat keseseorang dan membakarnya.

"Ahhhhhh.." kata pria itu yang saat ini mulai terpanggang api yang dilemparkan dari Zen.

Teman – teman dari pria yang terbakar itu mencoba membantunya, namun karena debu pada mata mereka, mereka saat ini masih berusaha menghilangkannya terlebih dahulu.

Zen akhirnya mulai mengeluarkan skill apinya dan mulai membakar area tersebut. Dengan mana yang tidak terbatas, Zen terus membakar area tersebut dan menyebabkan orang yang berada didalamnya ikut terpanggang.

.

.

Sementara itu disebuah kendaraan, Eiji yang sudah memasuki sebuah kendaraan dan sekarang mulai berhadapan dengan seseorang yang mengajaknya bergabung dalam operasi ini.

"Sudah kubilang untuk berhati – hati terhadap pria itu" kata seorang pria melihat wajah Eiji yang sudah tidak berbentuk.

"Ini karena alatmu yang murahan. Apakah benar kau adalah seorang profesor handal, membuat benda ini saja kamu tidak becus" kata Eiji.

"Alat merupakan benda yang digunakan oleh seseorang Eiji-kun, namun alat yang bagus akan bagus jika digunakan oleh orang yang bisa menggunakannya dengan tepat." Kata pria tersebut.

"Apa menurutmu aku tidak dapat menggunakan peralatan sampahmu ini dengan tepat?" kata Eiji yang mulai emosi.

"Tenanglah Eiji-kun, alat itu masih merupakan prototipe, aku sedang membuat benda yang bisa membuatmu bisa mengalahkan orang yang merebut hati cinta pertamamu itu" kata orang tersebut.

"Sebaiknya kau cepat menyelesaikannya" kata Eiji yang masih emosi dan mulai meninggalkan tempat tersebut.

"Dasar pria bodoh" gumam seorang pria sambil memperbaiki letak kaca mata yang dipakainya.

"Akan kubalas perbuatanmu Zen" kata pria itu sambil tersenyum dan bisa terlihat berbagai urat – urat muncul diseluruh tubuhnya.

.

.

Setelah mengalahkan semua musuhnya dengan skill apinya Zen langsung berlari menuju kembali mendekat ke dermaga, namun sialnya kapal yang mengangkut data ingatan tersebut mulai meninggalkan pelabuhan tersebut, dan menyisakan sebuah titik dikejauhan lautan yang luas ini menutupi cahaya matahari yang mulai terbit.

"Sial!" teriak Zen.

[Maafkan Irene Kak, pelacak Kakak mati karena benda tersebut tidak berada disebuah jaringan apapun. Saat ini Kakak hanya bisa menunggu hingga alat tersebut kembali memasuki jaringan dan kita bisa mengetahui lokasinya kembali] kata Irene.

"Terima kasih Irene." Kata Zen yang akhirnya mulai tenang.

Namun tiba – tiba berbagai kendaraan datang kelokasi Zen berada. Lalu keluarlah seseorang berkacamata dan berpakaian kantoran mendekati Zen.

"Maaf kami terlambat Zen-kun" kata pria tersebut.

Akhirnya Zen mulai menjelaskan semua informasi yang dia punya kepada pria tersebut dan akhirnya Zen dibawa oleh mereka kerumah sakit, guna memeriksa luka tembakan Zen yang berada dilengan atasnya.

"Kapan pelacakmu akan aktif kembali Zen-kun?" tanya pria tersebut yang saat ini mereka berada disebuah kendaraan menuju rumah sakit.

"Setelah benda itu terkoneksi ke suatu jaringan. Jadi kita hanya bisa menunggu saat ini" jawab Zen.

"Baiklah, kalau begitu mungkin kau bisa istirahat sejenak Zen-kun" kata pria tersebut.

"Yap, dan mungkin aku akan kembali mendonorkan ingatanku kembali untuk Lisbeth dan Silica" kata Zen.

"Maafkan aku Zen, tetapi semua perlatan dari Shigemura-san sudah dihancurkan semua dan sekarang Shigemura-san sudah meninggal dunia akibat pencurian tersebut" kata pria itu.

"Apa!" kata Zen sangat terkejut.

"Mengapa jadi seperti ini" kata Zen didalam hatinya.

"Bagaimana dengan Yuna, apakah dia baik – baik saja?" tanya Zen.

"Yuna saat ini masih memakai Medicuboid dan ingatannya juga dicuri disaat bersamaan. Kami tidak akan membangunkan mereka yang saat ini menjalani pengobatan tersebut untuk saat ini, untuk meminimalisir kerusakan otak mereka semakin parah karena pencurian tersebut." Kata pria tersebut.

"Lalu apakah kalian mempunyai data cadangannya?" tanya Zen.

"Kami masih mencarinya untuk saat ini. Namun jika tidak ditemukan dan jika ingatan mereka ingin kembali seperti semula, kita harus mendapatkan kembali apa yang mereka curi itu" kata pria tersebut.

Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan mereka kesebuah rumah sakit untuk mengobati Zen.

Zen saat ini sudah terduduk disebuah bangku dimana seorang perawat cantik hendak membantunya untuk mengeluarkan serpihan peluru yang berada dilengan bagian atasnya.

"Seperti biasa Zen kau terlalu nekat" kata perawat cantik tersebut yang sudah berhasil mengambil sebuah serpihan peluru dari lengan Zen.

"Aku hanya melakukan hal tersebut karena mereka menyakiti wanitaku Aki-san" jawab Zen.

"Apakah jika aku menjadi wanitamu kau akan melakukan hal yang sama" tanya Aki.

Zen mendengar ini langsung tersenyum dan menatap mata perawat itu dengan hangat.

"Tentu saja, aku akan melakukan apapun untuk melindungi orang – orang yang kucintai" kata Zen.

Perawat itu yang mendengar penyataan Zen sempat merona sedikit, namun dia mencoba menghilangkan perasaan itu dan kembali membantu mengobati bekas luka tembakan Zen.

Setelah selesai, perawat tersebut mulai menyuruh Zen berbaring ditempat tidurnya dan menyuruhnya beristirahat.

"Terima kasih Aki-san" kata Zen yang saat ini sudah berbaring.

"Sama – sa-" perkataan perawat tersebut terpotong setelah ruangan dimana Zen berada terbuka dan dua orang memasuki tempat tersebut.

"ZEN! / PAPA!" teriak kedua orang tersebut dan langsung berlari kearah Zen.

Asuna bersama Yui sudah mendapatkan kabar bahwa Zen terkena tembakan, setelah Asuna memaksa orang yang memeperkerjakan Zen menjawab dimana keberadaan Zen. Dan setelah mendengar kabar tersebut, Asuna langsung berangkat bersama putrinya menuju kerumah sakit Zen.

"Apakah kau baik – baik saja Zen?" tanya Asuna sambil meneteskan air matanya yang melihat ada perban bagian atas lengan Zen.

"Aku baik – baik saja Asuna" kata Zen.

"Benarkah Papa?" tanya Yui yang juga ikut menangis melihat kondisi Papanya itu.

"Tentu saja, lihatlah" kata Zen yang mulai duduk dan mulai mengangkat Yui dan mendudukannya di tempat tidur Zen walaupun masih merasa nyeri bagaian lengannya. Zen berusaha membuat kedua wanita itu tidak mengkhawatirkannya.

"Lihat, Papa tidak apa – apa kan" kata Zen.

Melihat itu kedua wanita itu merasa lega karena kondisi Zen yang saat ini baik – baik saja. Namun mereka tidak menyadari seorang perawat cantik masih mengawasi mereka saat ini.

"Siapa anak perempuan itu, mengapa dia memanggil Zen dengan sebutan Papa?"

Bab berikutnya