webnovel

Momentum 

Kelopak mata Nina tampak sedikit gemetar, dan dia tidak bisa mempercayai pendengarannya "Kamu ... apa kamu bilang?"

Ardi melihat Fira di pintu dan melambaikan tangannya, suaranya terdengar datar "Kemarilah."

Fira berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang rumah sakit. Ardi meraih tangannya, menggenggam sepuluh jarinya, dan menatap Nina "Dia ini pacarku."

Fira mencoba tersenyum anggun "Ya, saya pacar Ardi, boleh saya tahu Anda siapa?"

Nina tampak kacau, wajahnya memerah, dan dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya "Itu ... sebenarnya, aku menyukai Ardi, aku ..."

Heru menimpali "Ya, kami semua menganggap kamu, Ardi dan Nina adalah pasangan yang cocok."

Ardi mengusap jari-jari Fira dengan lembut "Kamu ingin mengaku sebagai pacarku? Kamu pikir aku tidak akan tahu karena aku kehilangan ingatanku, ya?"

Tidak hanya ayah dan anak itu yang panik saat mendengar amarah teredam dari Ardi, tapi itu juga membuat Fira merasa ketakutan dan hampir mati rasa.

Dia terpaksa melakukan ini. Dia tidak punya motif lain. Kalau ingatan Ardi sudah pulih suatu hari nanti, dia akan menjelaskan semuanya.

"Bukan itu maksud kami, Ardi. Kamu salah paham. Setelah Nina mendengar bahwa kamu mengalami kecelakaan dan terluka parah, dia ingin merawatmu tapi dia tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu. Jadi, itulah solusi yang terpikirkan olehnya..."

Ardi kembali berbaring, "Karena kalian tahu bahwa aku terluka cukup parah, berarti kalian juga tahu bahwa aku butuh istirahat. Mereka yang tidak ada hubungannya dengan ini bisa keluar,"

Dengan kata lain, dia bermaksud mengatakan, "Kalian berdua boleh pergi sekarang!"

Ardi sudah mengusir mereka berdua. Setelah ayah dan anak itu meminta maaf, mereka pun meninggalkan rumah sakit sambil menanggung malu.

Hujan masih turun dengan deras dan Nina telah duduk di dalam mobilnya. Dia sangat marah dan membanting tas di tangannya.

Heru tampak curiga, "Ardi punya pacar? Siapa gadis itu dan darimana dia berasal? Kenapa kita sama sekali tidak pernah mendengarnya?"

Nina tampak sangat marah "Wanita itu seperti rubah. Mungkinkah dia perawat di rumah sakit? Ardi sebenarnya jatuh cinta dengan seorang perawat muda? Dia mau meninggalkan banyak selebriti dan jatuh cinta dengan seorang perawat yang terlihat cantik. Apa dia sudah gila?"

"Tak peduli seberapa kaya seorang pria. Tak peduli seberapa baik dia dibesarkan, dia takkan bisa lepas dari godaan seorang wanita. Tapi aku akan memeriksa latar belakang gadis itu dulu."

Pengurus rumah tangga Cokroaminoto, Pak Pur, telah mengatur agar Ardi dipindahkan ke bangsal VIP. Cedera yang dideritanya membuatnya kesakitan. Dokter memberinya obat penghilang rasa sakit dan dia tertidur tidak lama kemudian.

Cuaca diluar sangat buruk. Angin kencang disertai hujan deras menyelimuti seluruh kota. Fira berbaring dengan gugup di samping ranjang rumah sakit. Sambil memandang wajah tegas pria yang tertidur disana, dia merasa tidak yakin bahwa dia mengambil langkah yang benar.

Setelah dilahirkan kembali, entah mengapa, dia merasa bahwa dirinya dan Ardi takkan bisa melepaskan diri satu sama lain.

Mungkin ini semua sudah diatur oleh takdir.

Keesokan harinya, hujan akhirnya reda. Pada pukul 6.30, langit sudah terang dan pria itu masih belum bangun sehingga Fira bisa menyelinap pergi dengan tenang.

Bagaimanapun juga, Ardi telah kehilangan ingatannya dan dia hanya ingat bahwa Fira-lah yang telah menyelamatkannya dari kecelakaan mobil itu. Seharusnya semuanya akan baik-baik saja sekarang.

Dia telah dilahirkan kembali. Ada banyak hal yang harus dilakukan olehnya dan jalan takdirnya tidak lagi sama seperti sebelumnya.

Setelah badai berlalu, halaman rumahnya tampak dipenuhi dedaunan yang rontok dan terbawa angin. Ibunya sedang menyapu halaman. Dia meletakkan sapunya setelah melihat Fira sudah pulang. "Semalam, Yudhi dan Yudha makan malam dengan sandwich dan susu. Masih ada bubur di panci dan pancake untuk sarapan. Sebentar lagi aku akan pergi bekerja di supermarket."

Yudhi dan Yudha adalah adik kembarnya. Yudhi mengidap autisme sementara Yudha menderita mania resesif. Keduanya adalah penyakit mental genetik. Belakangan ini, mania Yudha semakin tak terkendali. Kalau dia sampai melakukan kejahatan, kehidupan mereka yang sudah sulit ini akan menjadi lebih buruk.

***

Ayah mereka, Rudi Setiawan, setelah mengetahui bahwa kedua putranya sakit mental, segera menceraikan istri dan menelantarkan putranya. Dia mengusir istri dan ketiga anaknya dari rumah keluarga Setiawan.

Ayahnya sama sekali tidak ragu dalam melakukan itu semua. Seolah dia bisa membatalkan semuanya dan memulai hidup baru tanpa ada emosi pribadi.

Hanya ada garis tipis antara kejeniusan dan kegilaan. Fira tahu bahwa kedua adik laki-lakinya adalah jenius. Di kehidupan ini, dia akan bekerja keras untuk mengubah Yudhi dan Yudha agar menjadi manusia super.

Biarkan bajingan yang meremehkan mereka menyesal!

Fira mengirim pesan teks kepada Ratih sambil sarapan dan memintanya untuk membawakan kartu nama pengacara yang dikenalnya.

Ratih segera datang ke rumahnya dan meletakkan tas besar dan kecil ke atas sofa "Fira, ini semua pakaian yang tidak pernah kupakai. Aku akan memberikannya untukmu."

Fira tahu bahwa pakaian dan sepatu yang diberikan oleh sahabatnya yang kaya itu sebenarnya adalah barang baru. Untuk meminimalkan beban psikologis yang mungkin dirasakan Fira, Ratih selalu berbohong bahwa semua itu adalah pakaian lama yang tidak pernah dipakainya.

Ratih pernah berkata bahwa jika ayah Fira meninggalkan tanggungjawabnya begitu saja, maka dia akan menggantikannya dan membantu menopang keluarganya.

"Ratih, terima kasih atas semuanya," Fira memeluk Ratih.

"Kalau kamu mau, aku tidak keberatan memberikan segalanya untukmu."

Ratih membuka layar ponselnya. Wajahnya tiba-tiba saja berubah "Lulu baru memposting sesuatu."

Lulu adalah putri yang dibawa ke keluarga Setiawan oleh ibu tirinya, Tantri. Jadi, Lulu adalah saudara tirinya dan dia tinggal bersama ibunya di rumah keluarga Setiawan.

Postingan Lulu menunjukkan gambar piano disertai caption "Terima kasih Paman Rudi atas grand piano-nya," dan emoticon tanda cinta.

Gambar piano itu terlihat sangat mahal.

Setelah beberapa saat, sebuah pesan kembali muncul. "Piano itu tidak mahal kok. Hanya 20 juta."

Ratih berkomentar, "Ah, rasanya mau muntah melihat dia mengatakan itu. Baru tiga menit berlalu, memangnya ada yang menanyakan berapa harga piano itu? Lulu benar-benar mengesalkan. Itu benar-benar omong kosong. Bagaimana mungkin ayahmu membesarkan putri orang lain seperti itu dan menghabiskan semua uangnya? Setelah orang tuamu bercerai, ayahmu sama sekali tidak pernah memberi kalian uang sepeser pun. Dia benar-benar pria yang jahat."

Fira hanya mengangkat bahu dan bertanya "Dimana kartu nama pengacara itu?"

Ratih segera mengeluarkan kartu nama yang dimaksud dari dalam tasnya. "Untuk apa kamu membutuhkan kartu nama pengacara itu?"

Fira hanya tersenyum simpul, "Aku hanya ingin menagih hutang,"

Meski dia punya banyak cara untuk mendapatkan uang, Rudi berhutang banyak pada keluarganya dan dia akan mendapatkan uang itu.

Saat itu akhir bulan Juni, cuaca panas dan lembab seolah tersingkir setelah terjadi badai kemarin. Hari ini cuacanya terasa sejuk dan nyaman. Fira naik bus ke rumah keluarga Setiawan yang pernah menjadi tempat tinggalnya selama sembilan tahun.

Bibi Jum, pengurus rumah tangganya, selalu memperlakukannya dengan baik. Setelah melihat Fira datang, dia membukakan gerbang besi berukir dan menyambutnya dengan antusias. "Nona sudah pulang."

Fira tersenyum padanya, "Apa dia ada di rumah?"

"Ya, ayahmu ada di rumah. Nyonya, Tuan Muda dan Nona Lulu juga ada di rumah."

Fira melangkah melewati taman dan kolam renang menuju pintu rumah keluarga Setiawan. Setelah dia membuka pintunya, dia melihat saudara tirinya, Aska, yang masih berusia 11 tahun, bermain piano.

Bibi Jum baru akan memberitahukan tentang kedatangannya, tapi Fira menghentikanya, "Tidak apa-apa. Tunggu saja sampai dia selesai bermain."

Keluarga itu beranggotakan empat orang. Rudi dan Tantri sedang duduk di sofa. Aska bermain piano dan Lulu berdiri disampingnya untuk memberinya petunjuk. Saat itu sungguh menyenangkan. Dia merasa seperti tamu tak diundang yang muncul tak terduga.

Aska sama sekali tidak punya bakat dalam bermain piano. Dia selalu menggeleng-gelengkan kepalanya setiap kali membuat kesalahan. Setelah menekan nada terakhir, dia mengangkat kepalanya, sambil menunjukkan ekspresi 'tolong puji aku' di wajahnya.

Rudi adalah orang pertama yang bertepuk tangan. Matanya menunjukkan kebanggaan pada putranya itu. "Bagus sekali, Aska, putra keduaku. Yudhi dan Yudha benar-benar noda terbesar dalam hidupku."

Fira menunduk dan tersenyum simpul.

Bab berikutnya