webnovel

OKAY, BUT.....

Happy Reading 🥰

Flashback on

"Pah, umur lo sekarang berapa?" Tanya mak Bella.

"Baru juga 21 mak."

"Bang, anak kita sudah 21 tahun kayaknya sudah bisa tuh."

"Elo yakin? Apa nggak terlalu muda?"

"Umur segitu mah nggak muda-muda amat bang. Sedanglah."

Ifa yang sedang asyik menonton Upin Ipin langsung memandang kedua orang tuanya dengan pandangan curiga.

"Zayyan dilewatin nggak papa?"

"Ah, anak laki mah dilewatin nggak papa. Lagian dia kan juga sudah punya calon."

"Emak sama babeh ngomongin apaan sih?"

"Pah, kemarin siang si Iky kesini."

"Dia kan emang biasa kesini mak. Apa yang aneh sampai emak kasih tahu Ipah."

"Dia nanya-nanya soal elo."

"Ah elah... emak mulai deh. Pasti emak yang mulai duluan. Nggak mungkin dia yang ujug ujug datang ke sini nanya soal Ipah, kalau bukan emak yang mancing-mancing."

"Emangnya si Iky ikan, musti dipancing." Celetuk babe Abdul.

"Hehehe... Beberapa hari lalu emak ketemu dia di supermarket lagi sama teman ceweknya."

OMG.. jangan bilang emak nyuruh dia macarin gue, pikir Ifa panik.

"Emak pasti ngomongnya ngaco deh. Emak bilang apa ke dia?"

"Kok ngaco? Nggak ngaco lah. Emak cuma minta dia jadi calon suami lo. Masak begitu aja dibilang ngaco."

"Emaaaaak..... itu super ngaco namanya😤. Emak ngomong di depan pacarnya?"

"Pacar siapa? Emang Iky punya pacar? Setau emak, dan sudah dikonfirmasi ke bundanya, Iky nggak punya pacar. Waktu emak tanya dia cuma bilang ada teman dekat. Tapi dia nggak bilang kalau cewek itu pacarnya." Dengan polosnya mak Bella menerangkan.

"Mak, dari dulu Rizky emang nggak pernah bilang teman dekatnya itu pacar dia. Tapi kalo yang namanya teman dekat kan notabene pacar."

"Berarti elo pacar Iky dong."

"Kata siapa Ipah pacar Rizky?"

"Elo kan sejak kecil teman dekat dia."

Ipah bingung gimana mengalahkan argumen emaknya. Ini gue yang nggak bisa jelasin ke emak, atau emak berlagak nggak ngerti ya🙄

"Elo kan tahu Pah, dari dulu emak lo sayang sama Iky. Bundanya juga sayang banget sama elo. Emak lo pengen banget Iky jadi mantunya. Hati emak dan babe lebih tenang melihat elo nikah sama orang yang kita tahu bibit bebet dan bobotnya." Babe Abdul memberi penjelasan.

"Tapi beh, Iky kan punya pacar. Kalau Ipah kawin sama dia, berarti Ipah pelakor dong. Emang babe dan emak nggak malu anaknya jadi pelakor?"

"Pokoknya elo harus kawin sama dia. Emak khawatir kagak ada yang mau sama elo."

"Yee emak kok gitu. Sudah nggak jaman mak kawin paksa. Ipah masih mau kuliah terus kerja, punya karir yang bagus. Lagian kata siapa nggak ada yang mau sama Ipah. Jangan underestimate anak sendiri, mak."

"Emak nggak setuju. Emak nggak mau elo kayak Anti, anak si Butet. Umur 30 belum kawin juga. Buat apa punya karir bagus kalau hidup sendiri. Mana enak tidur sendiri." Mak Bella mulai ngotot. "Pokoknya besok emak mau ngomong sama orang tuanya Iky."

"Lho, kok malah emak yang kesana. Agresif amat sih. Nanti disangkain Ipah yang ngebet pengen kawin sama dia. Kalau emang emak maksa, emak aja yang kawin sama dia."

"Wah jangan dong. Masak emak lo kawin lagi. Sama berondong lagi. Nanti babeh sama siapa?"

"Berondong jagung keleees." Ifa beranjak menuju kamarnya.

Beberapa hari kemudian, Rizky mengajak Ifa bertemu di cafe. Disitulah Rizky memunculkan ide untuk mencoba pacaran. Setelah 4 bulan pacaran, Rizky mengajak Ifa bicara lebih serius mengenai pernikahan.

"Ipah, jalan yuk," ajak Rizky saat malam minggu ke rumah Ifa.

"Jalan kemana?"

"Makan malam?"

"Nggak mau. Takut gendut."

"Ke toko buku?"

"Lagi nggak punya duit buat beli buku."

"Gue beliin deh."

"Ogah."

"Elo kenapa sih? Ini itu nggak mau. Oke sekarang elo yang nentuin deh mau ngapain malam minggu ini."

"Nggak ah. Elo aja yang nentuin."

"Pah, elo tuh cantik....."

"Gue tau."

"Tapi elo nyebelin."

"Iya gue tau."

"Aaarggh..... " Rizky hanya bisa garuk-garuk kepala menghadapi sikap Ifa yang menyebalkan. "Ya sudah elo ikut gue aja. Nanti di jalan baru kita tentukan mau kemana."

"Ajak Cilla boleh?"

"Nggak."

"Kenapa nggak boleh?"

"Ada hal serius yang mau gue omongin sama elo."

"Soal apa?"

"Soal hubungan kita."

"Omongin di sini aja nggak bisa?"

"Ipah sayang, elo nggak usah ngebantah lagi. Pokoknya elo ikut sama gue."

"Boleh ajak emak dan bunda?"

Rizky menghela nafas. Sabaaaar...

"Nggak boleh. Ini bukan acara keluarga."

Akhirnya setelah berdebat beberapa saat, mereka pergi ke sebuah cafe. Di sana mereka memilih tempat yang agak dipojok supaya bisa bicara dengan leluasa.

"Pah, sudah berapa lama kita pacaran?"

"Hmm.. 3 atau 4 bulan mungkin. Gue lupa."

"Perasaan lo ke gue gimana?"

"Gimana ya.. gue bingung. Perasaan sih biasa aja. Perasaan lo sendiri gimana?" Ifa balik bertanya.

"Gue nyaman dekat elo. Rasa sayang gue ke elo tetap sama bahkan mungkin bertambah. Gue kangen kalau nggak ketemu elo. Gue butuh elo."

Rasa sayang ke adik, batin Ifa. Gue pikir elo bakal cinta sama gue Ky. Ternyata...

"Bisakah itu menjadi dasar kita menikah? Gue masih bingung dengan perasaan gue. Sama seperti elo, gue nyaman di dekat elo. Gue senang bisa ketemu elo. "

"Elo sayang sama gue?" Tanya Rizky sambil menggenggam tangan Ifa. Aduuuh kenapa gue deg-degan sih. Ifa ingin menarik tangannya namun ia takut Rizky tersinggung.

Gue pernah cinta sama elo, sayangnya elo nggak pernah cinta sama gue. "Iya, gue sayang elo."

"Buat gue itu cukup. Ayo kita nikah bulan depan?"

"Apa??!! Bulan depan? Lo sudah gila ya?"

"Ssstt... jangan keras-keras. Malu diliatin orang."

"Elo ngajak kawin kayak ngajak beli buku. Nggak segampang itu juga Ky."

"Apalagi masalahnya? Orang tua kita semuanya sudah setuju. Kita saling sayang. Kita memiliki perasaan nyaman saat bersama. Gue butuh elo buat melengkapi hidup gue."

Ifa terdiam mendengar ucapan Rizky. Tapi elo nggak cinta gue, Ky. Gue nggak mau menikah tanpa cinta.

"Jangan lakukan ini hanya karena alasan ingin membahagiakan orang tua Ky. Itu alasan basi yanga hanya ada dalam cerita-cerita di novel. Jangan elo pikir pernikahan akan berjalan mulus dan pada akhirnya kita bisa saling jatuh cinta dengan mudahnya. Semua itu halu Ky. Gue nggak mau hidup dalam dunia khayal seperti dalam novel."

"Gue juga nggak mau hidup seperti dalam novel, Pah. Buat gue ini semua nyata."

"Gue nggak yakin gue bisa jadi istri yang baik buat elo. I'm not a wife material. Seperti kata emak, gue tuh koplak. Nggak bakal ada cowok yang sanggup menghadapi sifat gue ini. Sifat gue nggak ada yang bagus Ky. Gue nggak mau elo menyesal setelah menikah sama gue."

"Elo memang bukan calon istri idaman. Tapi gue sendiri nggak punya kriteria tertentu untuk calon istri. Sifat koplak dan tengil elo... gue rasa hanya gue yang sanggup menghadapi itu, Pah." Rizky mengedipkan sebelah matanya dan mencium punggung tangan Ifa. Huaaaa... merinding bulu kuduk Ifa saat bibir hangat itu menyentuh kulitnya. Semoga muka gue nggak merah, doa Ifa dalam hati. Ifa berusaha menarik tangannya, namun Rizky tidak melepaskannya.

"Gue nggak bisa pungkiri, keinginan membahagiakan orang tua juga menjadi salah satu alasan gue ingin menikahi elo. Tapi itu bukan alasan utama."

"Terus apa alasan utama lo?"

"Alasan utama gue karena itu adalah elo, Akifah Sa'diyyah. Elo wanita yang ingin gue jadikan istri. Bukan wanita lain. Gue nggak bisa membayangkan elo menghabiskan hidup dengan orang lain. Apakah itu cukup untuk menjadi alasan?"

Ifa memperhatikan Rizky dengan seksama. Apakah memang dia orang yang tepat buat gue? Apakah kata-kata yang dia ucapkan tulus. Ifa berusaha mencari kebohongan di mata Rizky, namun ia tidak menemukan hal itu. Malah ia justru terhanyut melihat mata Rizky. Aaaah.. gilaaaa... gue harus bagaimana? Gue nggak bisa menikah tanpa cinta, tapi gue juga nggak mau kehilangan dia.

"Bagaimana kalau di tengah perjalanan pernikahan kita ternyata elo nggak memiliki kesabaran menghadapi gue Ky? Bagaimana kalau ternyata nanti elo kecewa terhadap gue? Apakah elo akan menceraikan gue?"

"Pah, please jangan punya pikiran aneh-aneh. Kalau kita melakukan ini semua karena Allah, gue yakin kita akan bisa menjalaninya. Gue sendiri nggak menjamin kehidupan pernikahan kita akan smooth. Pasti akan ada riak-riak kecil dalam pernikahan kita. Tapi gue yakin Allah akan membantu kita. Seyakin perasaan gue bahwa Allah memilihkan elo sebagai jodoh gue."

Tubuh Ifa menghangat mendengar kalimat terakhir Rizky. Ia teringat ucapan babe Abdul, bahwa pria yang menyandarkan semuanya kepada Allah adalah calon suami yang baik. Bismillah, semoga memang ini jalan yang Allah tentukan buat gue, doa Ifa.

"Hmm... oke. Tapi dengan beberapa persyaratan. Gue mau tetap kuliah dan berkarir. No Hug, No kiss, No sex, until I say yes. Atau gue yang minta."

Flashback off

⭐⭐⭐

Maaf part ini lebih panjang dari biasanya.

Semoga nggak bikin bete ya bacanya

Ditunggu vote dan commentnya

Bab berikutnya