webnovel

Saudari Kembar II

"Yup, yakin banget." Jawab Faladhina Kiseki dengan penuh kemantapan.

"Dari awalnya, kami memang bermaksud untuk menarik mereka berdua untuk bergabung dengan kita, ya untuk hal seperti ini." Dengan begitu entengnya seolah tanpa ada beban moral, Myradhia Chikane pun menyahut menambahkan Faladhina Kiseki.

Vivadhi Ranata yang melihat respon yang begitu polos dan terdengar sangat lugu dari kedua orang wanita yang baru saja diperawani oleh sang lelaki kemarin malam tersebut pun cuma bisa menutup mukanya sambil menggosok – gosokkan jidatnya.

"Kalian berdua, pasti ngerti kan apa maksudnya kultivasi ganda?" Tanya Vivadhi Ranata kepada Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane.

"Yup, tentu saja kami tahu. Itu sama dengan yang kita lakukan kemarin malam kan?" Jawab Faladhina Kiseki sambil balik bertanya kepada sang lelaki.

"Atau ada kah hal – hal lain lagi yang belum kami ketahui tentang Kultivasi Ganda?" Tanya Myradhia Chikane.

Vivadhi Ranata yang melihat jawaban – jawaban penuh kepolosan dari mulut kedua orang wanita yang masih menjadi gadis 24 jam yang lalu tersebut pun balik bertanya kepada mereka berdua, "Kalian berdua.... apa kalian tidak punya masalah dengan aku mencoba mencumbui wanita lain selain kalian?"

"Ah!? Masalah apa? Aku yakin tidak akan ada masalah, malahan kalau jumlah wanita mu terlalu sedikit, kami – kami ini yang justru bakalan kerepotan..." Kata Faladhina Kiseki sambil secara implisit mengatakan kalau sang lelaki itu saking buasnya sampai – sampai para wanitanya pun harus mengumpulkan jumlah yang cukup kalau ingin menangani keperkasaan sang lelaki.

"Hm betul.... Saya tidak melihat bahwa akan ada masalah yang terlalu besar... Malahan kita harus dengan sesegera mungkin, secepatnya mengumpulkan wanita – wanita yang kompeten untuk bergabung dengan kelompok kita." Imbuh Myradhia Chikane sambil memikirkan betapa dirinya bersama dengan Faladhina Kiseki cepat atau lambat pasti akan benar - benar terkirim ke surga kalau setiap hari hanya mereka berdua saja yang harus menerima gempuran penuh hasrat dari tombak pusaka milik Vivadhi Ranata.

"Jadi... Tanpa basa – basi lagi, kenapa kita tidak segera mulai saja?" Tanya Faladhina Kiseki kepada Vivadhi Ranata.

"Tunggu, tunggu, tunggu dulu...! Nadhine Aisyah, Nadhine Alisya, kalau kalian berdua bagaimana?" Kali ini Vivadhi Ranata mengalihkan pandangannya ke depan dan menanyai sepasang saudari kembar yang sudah selesai bersantap sementara sang lelaki sedang bercakap – cakap dengan kedua wanita yang berada di sisinya.

"Uhmmm.... Om Ranata.... Kultivasi Ganda itu.... Maksudnya "itu" kan?" Tanya Nadhine Alisya dengan paras wajahnya yang begitu ayu merona merah menahan malu.

"Kalau Om mau dengan kami...., kami sama sekali tidak keberatan..." Kata Nadhine Aisyah sambil dengan segera menundukkan kepalanya yang juga sudah memerah sampai ke kuping tersebut.

Nadhine Aisyah bersama dengan Nadhine Alisya telah sejak tadi memantapkan hati mereka saat mereka berdua berbincang – bincang dengan Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane saat sedang menuruni gunung.

Bagaimana pun juga, jika bukan karena ketiga orang tersebut, terutama Vivadhi Ranata, yang telah datang dan menyelamatkan mereka berdua dari kepungan sekumpulan perampok, maka entah akan bagimana jadinya nasib kedua orang gadis kembar tersebut saat ini.

Apalagi Vivadhi Ranata, walaupun katanya saat ini sudah berumur 69 tahun, tapi tampang dan tubuhnya masih segar penuh akan vitalitas seperti seorang pemuda sehat walafiat yang baru berumur 19 tahun.

Ditambah lagi dengan paras wajah Vivadhi Ranata yang begitu tampan bahkan sebelum dirinya berevolusi menjadi makhluk yang lebih tinggi lagi tingkatannya dari manusia biasa, kini telah menjadi begitu ganteng mempesona setelah sang lelaki berhasil berevolusi dan menerobos hingga ke tahap Rookie Tingkat Sembilan, dengan wajah serta tubuh sang lelaki yang juga semakin di-refine pula oleh Ilmu Ajian Sutra Hati Royal yang memang dirancang dan dibuat sebagai Ajian Penakluk Para Wanita dan Pengobar Hasrat Para Lelaki, maka hanya dengan berdiri diam saja kini Vivadhi Ranata telah mampu membuat para gadis dan wanita yang melihat sang lelaki langsung luluh hatinya, klepek – klepek ingin menerima cinta dan perhatian dari sang pria.

Apalagi Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya yang merupakan sepasang gadis kembang desa yang masih begitu murni dan polos belum pernah punya pengalaman ditusuk oleh panah asmara.

Apa lagi kah kini yang dapat menahan hati mereka dari gempuran pesona yang dimiliki oleh Pria Tamvan yang telah menyelamatkan mereka berdua tersebut?

Melihat ekspesi kasmaran yang terpantul dengan jelas di mata kedua gadis kembar tersebut, Vivadhi Ranata juga tidak mau dan tidak mampu untuk menolak mereka berdua....

(Yah...., dia kan juga masih seorang laki – laki yang normal sehat walafiat, mana ada sih cowok normal yang sanggup nolak kalau ada dua orang gadis cantik kesayangan satu kampung yang jatuh hati sama dia?)

Namun sebagai seorang lelaki yang sudah hidup cukup lama dan memiliki banyak pengalaman, tidak seperti kaum muda yang dengan mudah dapat dengan terburu – buru membuat keputusan hanya karena tergiur oleh hawa nafsu dan kenikmatan sesaat, Vivadhi Ranata yang masih sanggup berpikir dengan jernih akhirnya membulatkan tekad dan membuat keputusannya sendiri.

Dengan berdiri dari tempat duduknya setelah mereka semua telah selesai makan, Vivadhi Ranata beranjak pergi keluar dari rumahnya dengan membawa keempat orang perempuan yang sedang bersama dengan dirinya tersebut untuk berjalan mengikuti sang lelaki.

Faladhina Kiseki, Myradhia Chikane, Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya semuanya menurut saja dan mengikuti sang lelaki berjalan menyusuri jalanan desa yang cukup sepi.

"Kalau jam segini, orang tua kalian biasanya ada dimana?" Tanya Vivadhi Ranata kepada Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya, mengimplikasikan bahwa sang lelaki kini berniat untuk terlebih dahulu membicarakan hal ini dengan kedua orang tua dari sepasang gadis kembar tersebut.

"Kalau jam segini biasanya Bapak sudah di rumah setelah mengurus kebunnya, Om." jawab Nadhine Aisyah

"Atau bersama dengan Emak menjaga toko." Tambah Nadhine Alisya.

"Hmmm.... ngomong – ngomong, kalau kalian berdua mau ikut dengan saya, panggil saja saya Ranata. Jangan panggil – panggil Om lagi. Kedengarannya gak enak banget." Celoteh Vivadhi Ranata sambil mencoba berkelakar mencairkan suasana.

Dan mereka berlima pun terus berjalan hingga akhirnya sampai lah mereka ke Toko Alat Tulis tempat kedua orang tua Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya.

Saat itu hari telah menjelang sore dengan matahari yang sudah condong ke barat, saat mereka berlima datang ke toko tersebut terlihat kedua orang tua Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya sudah bersiap – siap untuk menutup toko mereka.

Vivadhi Ranata dengan gerak tubuhnya mempersilahkan Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya untuk membantu kedua orang tua mereka menutup toko sementara sang lelaki bersama dengan Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane berjalan – jalan sambil melihat – lihat pasar yang telah menjadi begitu lengang, sepi akan pembeli dan penjual yang telah menutup lapak dan kios mereka sejak siang hari hingga hanya tersisa beberapa kios saja yang masih buka.

Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane yang baru pertama kali ini pergi berjalan – jalan keluar dengan Vivadhi Ranata dan melihat – lihat dunia manusia menikmati momen bersama mereka bertiga.

Bab berikutnya