"Maksudmu… karena lantai 21 ini, Hotel Y bisa jadi lebih terkenal!"
Dian juga seorang wanita pintar, dan terkadang dia bisa memahaminya secara menyeluruh hanya dengan poin-poin kecil yang tersedia.
Ketika Baim mendengar kata-kata Dian, ujung bibirnya membentuk seringai tipis, yang hampir tidak terlihat apabila tak diperhatikan secara lekat.
"Reputasi Hotel Y tak hanya terbatas di lantai 21." kata Baim tegas, seolah apa yang dia katakan adalah kebenaran.
Kepala Pelayan Aziz berdiri dengan hormat dan berdedikasi. Tapi saat Kepala Pelayan Aziz mendengar percakapan antara Dian dan Baim, hatinya penuh dengan keraguan.
Sejak kapan Tuan mudanya bersedia meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan bodoh seperti itu? Baim selalu menjadi orang yang lugas, terutama ketika berbicara dan melakukan sesuatu.
Apa yang bisa dikatakan dalam satu kalimat tidak akan pernah dijelaskan melebihi satu setengah kalimat. Tapi itu hanya pertanyaan mengenai lantai 21, dan Baim dan Dian telah berbicara begitu lama. Peristiwa seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Bahkan orang-orang di sekitar yang melihat Baim muncul dan ingin datang untuk menyapanya malah memilih berdiri di kejauhan, dan tidak berani datang dan mengganggu mereka.
Hanya saja orang-orang itu sangat penasaran. Rasa ingin tahu mereka berasal dari Dian. Siapa sebenarnya sosok wanita yang berdiri dekat sekali dengan Baim?
Dian mengangguk. Tiba-tiba sepertinya dia memikirkan sesuatu, dan menatap Baim dengan heran, "Maksudmu, lantai 21 di Hotel Y sebenarnya bukan mitos, dan tidak memiliki efek feng shui. Hanya saja Hotel Y menggunakannya sebagai sarana publisitas dan tipu muslihat!"
"Ya, tapi juga bukan."
Baim menjawab dengan ambigu, yang membuat Dian semakin penasaran. Dia meletakkan tangannya di atas Baim dan menggunakan sedikit kekuatan untuk menekannya. Dian matanya menatap Baim, seolah dia penuh dengan rasa ingin tahu.
"Apa maksudmu? Aku tidak paham."
Baim tersenyum. Ekspresinya terlihat sedikit licik, dan menyeramkan. Bagaimanapun. Di mata Dian, senyum ini jelas bukan hal yang baik.
Benar saja, dia langsung bisa mendengar ucapan Baim, "Apa yang ingin kau curi adalah rahasia dagang. Apa yang akan kau gunakan sebagai gantinya?"
Mendengar perkataan Baim, Dian menjadi sangat ingin memukul seseorang. Tapi orang yang dihadapinya adalah Baim, sehingga dia benar-benar tidak berani.
"Apa yang kamu inginkan?"
Jika tidak terlalu berlebihan, dia mungkin bisa menyediakannya.
Sebuah cahaya melintas di mata Baim, dengan cepat membuat orang tidak dapat luput melihatnya, "Aku ingin …. dagingmu."
Boom!
Dian tiba-tiba merasakan seluruh kepalanya meledak! Apa yang dibilang Baim barusan?
Dagingnya?
Brengsek!
Ternyata kau bisa sebrengsek itu dengannya!
"Huh! Ternyata itu yang kau inginkan! Jangan lupa, ada kesepakatan di antara kita. Kau tidak bisa berbuat apa-apa padaku, apalagi memikirkannya!"
Ketika memikirkan hal ini, Dian merasa kalau dia benar-benar harus bergegas menemukan seorang penerjemah dan tidak menandatangani perjanjian dalam kurun waktu sehari lagi. Jika tidak, dia tidak bisa tenang.
Baim memandang Dian dengan serius, dan sudut matanya sedikit melebar, "Aku tidak boleh menginginkannya? Padahal aku ingin kau memasak daging babi rebus. Mengapa reaksimu berlebihan begitu?"
Uh?
Apa?
Daging babi rebus?
Dian tertegun, ekspresinya agak lamban, tapi dia terlihat sangat imut!
"Daging yang kau bicarakan tadi maksudnya kau ingin aku memasak daging babi rebus untukmu?" Dian bertanya lagi dengan ragu.
"Bukankah aku memang membicarakan daging babi yang direbus?" Baim masih memiliki ekspresi yang sopan, dan dia tidak bisa memperlihatkan sedikitpun rasa penyesalan di sana.
Dian terbatuk sedikit, memainkan rambutnya. Dia berpura-pura tenang, dan berkata, "Oh, tidak ada."
Meskipun mulutnya tadi sudah berucap demikian, tapi dia sudah merasa malu karenanya.
Jika bukan karena kesempatan yang salah, Dian sangat ingin menutupi wajahnya dan membersihkan isi kepalanya sendiri.
Tidak lebih, tidak lebih!
Dia benar-benar ingin belajar untuk bisa lebih menenangkan diri. Sejak menulis artikel tersebut, Dian telah kehilangan semua ketenangan dirinya.
Ketika dia mendengar Baim mengatakan daging, dia memikirkan 'daging'. Padahal maksud Baim adalah daging yang benar-benar daging untuk dimakan.
Apa boleh buat, itulah reaksi pertama yang dilakukan oleh Dian. Untungnya, Baim tidak melihat apa-apa, kalau jika tidak, dia akan sangat malu.
"Oh… kau tidak mengira aku sedang berbicara tentang daging, maksudmu daging… daging nafsu?"
Tepat ketika Dian diam-diam senang karena Baim tidak memahaminya, Baim menyerangnya balik dengan peluru meriam dan membuat otak Dian meledak. Pori-pori di sekujur tubuh Dian pun merinding.
Daging ... nafsu ... daging!
Saat ini, ekspresi Dian bahkan tidak lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dian bisa membayangkan betapa malunya dia sekarang.
Tetapi ketika Baim mengatakan sesuatu seperti ini, dia masih bisa berbicara dengan percaya diri tanpa tersipu dan jantung berdebar.
"Kau ... aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Bukankah itu hanya daging babi yang direbus? Aku berjanji. Aku akan membuatnya untukmu kapanpun kau ingin makan."
Dian dengan cepat mengubah topik pembicaraan. Dia tidak membiarkan Baim terus mendesaknya dengan topik yang sama.
Baim tidak terus menggoda Dian. Dia hanya mengangguk, lalu berkata dengan penuh arti, "Oke, kalau aku ingin 'makan', aku akan memintamu untuk 'makan'." Kata-kata itu terkesan lembut dan dibisikkan di telinganya. Seakan memiliki arti berbeda.
Level tertinggi dari godaan Baim adalah dengan mengulangi perkataannya, dan tujuannya untuk mengusili Dian masih bisa tercapai!
Baim mengulangi kata-kata Dian, tapi maknanya terasa benar-benar berbeda.
Untuk sesaat, Dian tersipu karena lemas. Dia benar-benar menjadi seseornag yang berpikiran kotor, sedangkan pria di sebelahnya juga tidak lebih baik.
Terus terang, dia cukup pandai menggoda di Internet. Tetapi ketika berurusan dengan kehidupan nyata, Dian tidak bisa bertahan ketika diusili oleh Baim.
"Jangan ngelantur, kau belum menjawab pertanyaanku." Dian tersipu, tapi tetap berpura-pura tenang.
Baim memandang Dian dalam-dalam. Pandangan matanya yang tajam sepertinya bisa melihat menembus benak Dian. Hal ini membuat Dian sedikit bingung, karena takut Baim dapat melihat kalau dia sedang malu.
"Rumor di lantai 21 awalnya dikeluarkan oleh Hotel Y. Lantai ini awalnya hanya untuk pemilik hotel. Setelah dibesar-besarkan dan dipublikasikan, akhirnya ada rumor seperti itu."
Suara Baim sangat keras. Penjelasannya sangat detail dan teratur. Mendengar jawaban serius Baim atas pertanyaan itu, sensasi panas di wajah Dian menghilang.
"Tapi ... feng shui di lantai 21 memang bagus. Yang mereka sebut feng shui bagus sebenarnya artinya berbeda. Selama orang yang bisa datang ke lantai 21 itu adalah tokoh top di berbagai industri. Sedangkan bagi para pengusaha, koneksi adalah faktor terpenting. Dan di sini, mereka bisa mendapatkan koneksi-koneksi yang sangat berharga bagai berlian. Bagaimana mungkin 'feng shui' itu bisa menjadi buruk."
Dian tiba-tiba menyadari bahwa memang demikian adanya.
Yang disebut feng shui yang baik sebenarnya hanya karena mereka dapat mendapatkan koneksi di sini, dan mudah untuk melakukan sesuatu dengan koneksi-koneksi tersebut. Ketika segala sesuatunya selesai dan uang berhasil didapatkan, maka itu yang menjadi feng shui yang baik secara alami.
Haha!
Jika tidak mengikuti Baim ke lantai 21 hari ini, Dian mungkin tidak akan pernah memiliki akses ke perkumpulan ini. Apalagi memasuki akses pintu di dalamnya.
"Tuan, mereka menunggu Anda di sana."
Melihat Baim dan Dian selesai berbicara, Kepala Pelayan Aziz mengingatkan mereka kalau waktunya sudah tiba.