webnovel

2 - Mengejar Si Pencuri

Mungkin karena terlalu banyak hal yang terjadi baru-baru ini Erza tertidur tanpa sadar saat di pesawat.

"Pak, pesawat telah mendarat." Suara pramugari membawa Erza kembali ke dunia nyata.

"Ah, baik. Terima kasih," ucap Erza.

Erza turun dari pesawat dan keluar dari bandara. Saat Erza keluar dari bandara, dia tercengang. Kota Semarang, meskipun hanya terlihat dari sebuah bandara, benar-benar berbeda dari sepuluh tahun yang lalu.

"Ini gila!" Erza menggelengkan kepalanya.

Begitu dia hendak menghentikan taksi, Erza menyadari bahwa dia tidak punya uang. Erza juga sedikit tidak berdaya. Berpikir tentang itu sekarang, dia benar-benar merasa tertekan. Namun, bagi Erza yang telah melewati badai dan ombak hal ini tidak akan membuatnya menyerah. Setelah membuka dompetnya, Erza menemukan uang 10 ribu rupiah.

"Karena aku tidak mampu membayar taksi, ayo naik bus saja!" gumam Erza. Setelah beberapa saat, Erza akhirnya menemukan lokasi halte bus. Dia langsung naik bus dengan santai untuk menuju ke pusat kota. Sepanjang jalan, Erza terus melihat pemandangan di luar. Sepuluh tahun. Kota Semarang benar-benar berbeda dari kenangan masa kecilnya. Ada sedikit kekecewaan di wajah Erza.

Setelah beberapa menit perjalanan, Erza tiba di pusat kota. Tetapi, ketika dia datang ke sini, Erza menghela napas sedikit. Dia melihat gedung-gedung tinggi di depannya. Jika dia tidak salah ingat, wilayah ini seharusnya adalah rumahnya ketika masih kecil, tetapi sekarang sudah benar-benar berubah. Semua orang yang ada di wilayah ini adalah orang asing bagi Erza.

"Di mana kalian? Aku pasti akan menemukan kalian," ucap Erza pada dirinya sendiri.

Setengah jam kemudian, Erza duduk di tempat yang teduh, memperhatikan orang-orang yang lewat. Erza tidak tahu harus melakukan apa. Dia berpikir lagi ke mana dia akan pergi. Sehubungan dengan tugas ini, Erza menduga pasti ada masalah internal. Meski belum bisa dipastikan, ada banyak keraguan dan celah dalam tugas ini. Erza sampai terluka sangat parah. Jika Erza mengatakan itu saat ini, dan jika dia bergegas kembali ke pangkalan, dia mungkin terbunuh.

Selain itu, selama misi, semua rekan Erza mati karena sebuah ledakan. Tidak ada yang tahu bahwa dia masih hidup. Setidaknya untuk saat ini, dia dapat menyelidiki secara diam-diam dan menyembuhkan luka-lukanya pada saat yang bersamaan. Meskipun Semarang telah banyak berubah, tapi bagaimanapun juga, Erza masih mengingat kota ini dengan baik. Ditambah lagi, Erza juga harus memeriksa apa yang terjadi saat itu. Tapi yang paling penting bagi Erza sekarang adalah mencari pekerjaan. Kalau tidak, dia tidak akan bisa makan malam.

Di jalan-jalan di Kota Semarang, Erza menghabiskan hampir setengah hari berkeliaran di sana. Erza memasuki banyak perusahaan, tetapi sayang sekali dia ditolak karena alasan seperti pendidikan dan pengalaman yang tidak memadai.

"Apakah aku dipandang rendah oleh orang lain?" tanya Erzs mencoba bermonolog. Dia melihat matahari yang terik di langit. Senyumnya tampak tak berdaya. Sebelumnya, Erza tidak tahu berapa banyak uang yang telah dia gunakan untuk merayu wanita, tetapi sekarang dia bahkan sedang mencari pekerjaan.

"Pencuri!" teriak seorang wanita tiba-tiba. Tepat saat itu, Erza mendengar suara tidak jauh dari arah depannya. Dia melihat sekeliling, dan menemukan seorang pemuda berlari ke arahnya. Di belakang pemuda itu, seorang wanita yang membawa sepatu hak tinggi tengah mengejarnya dan berteriak.

Melihat seorang wanita berbusana profesional, Erza berpikir bahwa dia pasti pekerja kantoran. Wanita itu punya tubuh yang indah, dan dia bisa dibilang cantik. Namun sekarang Erza tidak berniat untuk memedulikan hal seperti itu.

Melihat pencuri itu bergegas ke arahnya, Erza mengeluarkan pisau dan berbicara pada dirinya sendiri untuk bersiap. Erza berdiri di sana dan tidak bergerak. Meskipun dia sudah banyak terluka, tetapi dia masih bisa mengatasi pencuri kecil ini. Tanpa diduga, pencuri itu juga mengeluarkan pisau hingga membuat gadis yang mengejar di belakang itu tertegun sejenak dengan tatapan ketakutan di matanya. Dia menghentikan langkahnya.

"Minggir! Kalau tidak, aku akan membunuhmu!" teriak pencuri itu pada Erza. Erza memeluk lengannya dan berdiri di sana. Dia tampaknya menganggap kata-kata pencuri itu sebagai angin lalu, bahkan dia juga mengabaikan pisau di tangan si pencuri.

"Sial! Aku yang akan menghabisimu duluan," pekik Erza pada si pencuri.

Pada saat ini, pencuri itu tampak sangat cemas. Dia bergegas ke arah Erza dan hendak menusuk perutnya.

"Ah!" teriak wanita di belakang sambil menutup matanya dengan ngeri.

Namun setelah sekian lama, wanita itu tidak mendengar suara orang kesakitan, sebaliknya, dia mendengar pencuri itu memohon belas kasihan. Dia segera menurunkan tangannya ke wajahnya, dan kemudian dia menatap pencuri itu dan Erza dengan ekspresi terkejut. Dia melihat Erza menginjak wajah pencuri dengan satu kaki dan memegang tasnya dengan tangan lainnya.

"Tolong, biarkan aku pergi, biarkan aku pergi. Aku tidak punya pilihan lain, jadi aku harus mencuri," ucap pencuri itu memelas.

"Jika kamu tidak belajar dengan baik di usia muda, kamu pasti akan terus mencuri barang-barang orang saat kamu dewasa." Erza benar-benar malas menghadapi si pencuri cilik itu.

"Aku benar-benar tahu aku salah," jawab si pencuri. Pencuri itu ingin menangis. Dia pikir dia akan bisa memberi sedikit pelajaran pada Erza yang telah menghalanginya, dan kemudian dia bisa mengambil tas wanita itu. Tetapi, siapa sangka ketika pisaunya hendak menusuk perut Erza, pergelangan tangannya justru digenggam dengan kuat. Dengan tenaga dari Erza, rasa sakit di pergelangan tangan si pencuri tak tertahankan. Rasa sakit semacam itu adalah rasa sakit yang menyayat hati. Tak perlu dikatakan lagi hal berikutnya.

"Terima kasih." Wanita itu juga menghampiri Erza dan menepuk-nepuk dadanya dengan ringan. Dia tampak sedikit terkejut, tapi sikapnya terhadap Erza cukup baik.

"Bukan apa-apa. Kamu harus berhati-hati lain kali," ucap Erzs dengan penuh perhatian.

"Terima kasih. Aku akan menelepon polisi agar menangkap pencuri ini." Ketika dia berbicara, wanita itu sudah mengeluarkan ponselnya.

"Aku rasa tidak perlu," ujar Erza meyakinkan. Erza dapat melihat bahwa pencuri itu kini penuh penyesalan. Sepertinya itu pertama kalinya dia mencuri. Jadi, Erza akan bersimpati dengan pencuri itu.

"Ya, tolong, jangan panggil polisi, adikku masih di rumah sakit," pinta si pencuri dengan wajah tak berdaya.

Tidak mudah bagi wanita itu untuk melepaskan seorang pencuri. Meskipun dia tampak bingung, tapi dia akhirnya menuruti kata Erza karena pria itu sudah membantu dirinya.

"Ya sudah, aku tidak akan memanggil polisi. Kamu boleh pergi," ucap wanita itu pada akhirnya.

"Terima kasih. Namaku Wika. Aku pasti akan membalas budimu di masa depan," kata si pencuri pada Erza. Erza melepas kakinya dari tangan Wika. Wika juga berdiri dengan susah payah dan tampak berterima kasih kepada Erza sekali lagi. Erza tidak memperhatikan Wika karena ini tidak terlalu penting baginya, dan Erza sama sekali tidak peduli tentang pencuri cilik itu.

"Namaku Alina, terima kasih telah menolongku. Jika bukan karena bantuanmu, kontrak perusahaan yang ada di tasku ini pasti akan hilang," ucap wanita bernama Alina itu.

"Namaku Erza," jawab Erza singkat.

"Ngomong-ngomong, apakah kamu punya waktu? Jika kamu punya waktu, aku akan mentraktirmu makan malam sebagai ucapan terima kasih," tawar Alina. Setelah berbicara, wajah wanita itu sedikit malu-malu. Ini pertama kalinya dia mengundang seorang pria untuk makan malam.

Sambil menggosok perutnya, Erza merasa dia memang agak lapar, tapi melihat matahari akan terbenam, dia masih harus mencari pekerjaan. Jika tidak, dia tidak akan punya tempat tinggal untuk nanti malam.

"Um… maafkan aku, aku masih harus mencari pekerjaan, kalau tidak, aku akan tidur di jalan malam ini," kata Erza sedikit malu.

Alina juga sedikit kaget. Jika Erza tidak berbicara serius, Alina pasti akan mengira bahwa Erza berbohong. Meskipun Erza tidak memakai pakaian bermerek, dia tidak terlihat seperti tunawisma.

"Apakah kamu baru saja datang ke Semarang?" celetuk Alina. Alina merasa itulah alasan yang paling masuk akal kenapa pria seperti Erza tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan.

Erza mengangguk dan memandangi Alina yang berdiri tegak.

"Ya, kamu sedang beruntung karena bertemu denganku. Perusahaan tempatku bekerja kebetulan merekrut satpam. Meski posisiku di perusahaan tidak tinggi, seharusnya tidak ada masalah jika aku merekomendasikanmu menjadi satpam. Aku hanya ingin berterima kasih," jelas Alina panjang lebar.

"Benarkah? Terima kasih banyak, Kak Alina." Hati Erza sangat gembira. Meskipun dia hanya akan menjadi seorang satpam, Erza sudah puas dengan pekerjaan sementaranya ini.

"Apa aku setua itu?" Alina menatap Erza.

"Tidak, tidak, aku hanya terbiasa memanggil orang yang baru kukenal dengan sebutan kakak. Kamu masih terlihat sangat muda," kata Erza menghindari kesalahpahaman.

"Oke, oke, biarkan aku bilang ke perusahaan dulu," ucap Alina. "Lalu, apakah kamu mau makan malam denganku?" lanjut Alina.

Bab berikutnya