webnovel

Tangisannya

"aku tahu, itu sedikit sulit sepertinya! Tapi kita tetap harus berusaha!" (diam) "kau benar! Baiklah, aku setuju. Lakukan berbagai cara yang menurutmu baik!" (diam) "tidak, tapi mungkin aku tak menyadarinya. Tapi seingatku, tidak!" (diam) "baiklah, berhati-hatilah, karena permainan kali ini sangat berbahaya!"

Suara rangga membuatku terbangun. Tapi kali ini, suaranya bukan suara yang ingin kudengar. Dia menelpon seseorang, dan sepertinya bukan sesuatu yang bagus. Apa yang dilakukan rangga? Permainan apa yang berbahaya? Aku tak mungkin bertanya padanya, dia pasti tak akan menjelaskan kepadaku.. Tapi, ada apa sebenarnya?

"tolong bawakan aku baju ganti, dan baju ganti untuk vina!" (diam) "ya, aku masih dirumah sakit. Hari ini, urusan kantor kuselesaikan dirumah sakit. Aku ga akan kemana-mana." (diam) "terima kasih, kak."

Hmm.. Rangga menelpon Airin untuk membawakan salin baju... Kali ini tebakanku sudah pasti benar!

"sudah selesai?" (diam) "baiklah, pantau terus kondisinya, dan mari kita jalankan sesuai denga rencana kita!" (diam) "tenang saja, itu bisa dimanipulasi dan semua akan aman!" (diam) "tentu saja!"

Siapa lagi yang suamiku telepon?? Rencana apa yang ingin dilakukannya. Dan apa yang mau dimanipulasinya? Owh... Aku ga bisa begini terus.. Aku harus cepat sembuh dan mencari tahu apa yang sedang dilakukan suamiku! Jujur, aku baru mengenalnya kurang dari seminggu, tentu saja aku ga tahu kalau suamiku punya sisi gelap..

Oh tuhan, apa suamiku gangster??? Atau suamiku melakukan bisnis haram? Atau... Dia sedang menutupi suatu kejahatan?? Aku bergidik ngeri saat ini.. Aku harus mencari tahu siapa suamiku.. Bukan karena aku ga percaya rangga. Tapi, aku ga mau menyesal dibelakang kalau harus kehilangannya... Mungkin, kalau aku tahu masalahnya dan bisa membantunya. Aku bisa menjauhinya dari penjara atau segala hal buruk lainnya.

Tak ada suara lagi.. Apa rangga sudah selesai menelepon??

Kubuka mataku, pelan-pelan..

"sudah, pura-pura tidurnya, sayang?"

"hwaaaah!!", jantungku hampir copot dibuatnya...

"hehe... Met pagi, sayang! Mmmuuuuah!", rangga mencium bibirku.

"ka..mu.. Tau kalau aku ga.."

"tidur?"

Aku mengangguk

Rangga tersenyum lagi, dan mencium bibirku lagi.

"apa yang kamu mau tahu dariku sayang?", tanyanya sambil memainkan rambut depanku.

Aku hanya diam memandangi wajahnya yang bikin jantungku selalu up side down kalau melihatnya.

"ko diem?"

"kamu ganteng banget, yang...", aku tersenyum padanya

Tapi... Justru rangga sekarang yang justru bengong ngeliatin aku. Kaya patung. Cuma liatin aku. Ga ngomong apa-apa...

"yang... "

"i..iya sayang..."

"kamu kenapa?"

"aku.. Aku seneng banget kamu bilang gitu ke aku.. Kamu orang pertama yang bilang gitu ke aku, sayang.. ", dan kemudian rangga mendaratkan morning kiss lagi dibibirku. Kali ini agak basah.. Mau berlama-lama begini, karena aku juga udah kangen sama suamiku ini.. Tapi apa daya.. Kami masih dirumah sakit.. Huffff

"Ko kamu malah ketawa, sih.. Sayang?"

"yah kamu, aneh aja.."

TOK TOK TOK

"selamat pagi, bu vina... Bagaimana kondisinya pagi ini?"

"baikan suster!", jawabku.. Agak kesal sama suster yang dateng gangguin momen aku lagi berduaan sama Rangga.

"Kita sekarang mau bersih-bersih dulu ya, bu Vina.. Saya bantu lap dulu badannya dan ganti baju..", suster itu menjelaskan

"taruh saja perlengkapannya, nanti biar saya yang menggantikan!"

Suster itu diam sebentar dam menatap Rangga.

"baik pak, saya taruh disini ya! Baju kotornya nanti tarus saja didalam keranjang yang sudah disediakan di kamar mandi, terima kasih!", senyum suster itu terlihat senang.. Hihi. Tentu saja senang.. Bebas tugas, karena suamiku menawarkan diri.

"kamu bisa, yang?", aku agak trauma.. Karena kebodohan Rangga tadi malam saat memakaikanku baju ganti.

"aku udah berhari-hari ngurus kamu, sayang.. Aku kan perawat pribadimu.. Masa aku ga bisa, gini aja?", jawabnya sambil tersenyum bangga.

Rangga menggulung tangannya sampai keatas siku, kemudian jongkok kebawah, membuka sesuatu, tapi aku ga liat.. Terus membawanya kekamar mandi

"apa itu, yang?", tanyaku

"ini, air kencing kamu yang! Mau aku buang!", rangga tersenyum dan lanjut kekamar mandi.

Oh nooooo... Betapa malunya aku... Harusnya aku ga usah tanya.. Jadi aku ga malu kaya gini.

Tak lama, Rangga udah balik lagi, jongkok disamping tempat tidur dan memasang disana kembali. Aku masih malu bertanya dengannya, jadi aku pilih diam dulu..

Rangga pagi ini ga banyak bertanya, dia seperti udah tau harus melakukan apa. Mengisi baskom stainless dengan air hangat, membuka bajuku, mengelap air hangat ke seluruh tubuhku, lalu membuka celanaku, dan mengelap semua tubuhku bagian bawah dengan air hangat. Memiringkan tubuhku, mengelap bagian belakang, dan tanganku. Lalu mengeringkannya dengan handuk kering, memakaikan setelan rumah sakit yang bersih, kemudian memberikanku tissue cuci muka, untuk mengelap wajahku.

TOK TOK TOK

Klek

"halo, vina! Hai, dek!", airin datang saat rangga berjalan kearah kamar mandi untuk membuang air dalam baskom stainless.

"pesananku dibawa, kak?"

"semuanya disini!", airin mengangkat paper bag dan meletakkannya di sofa.

"bagaimana kondisimu, vina? Ada masalah dengan penglihatan?"

Aku menggeleng

"aku tes pupilmu dulu, ya!"

"he-ehmm...", jawabku, dan airin mulai memeriksa dengan senter.

"kemarin, aku khawatir kamu akan lama sadar.. Tapi, kabar baiknya, kamu ada di ruang ICU ga terlalu lama, untunglah, kondisi tubuhmu pulih sangat cepat, tapi masih harus di observasi. Sepertinya dalam lima hari kamu sudah bisa pulang!", airin tersenyum.

"betulkah?", tanyaku, dan dijawab dengan anggukan kepala Airin.

"tapi hati-hati dengan si bodoh ini, jangan di-iyakan kalau dia minta aktivitas bercinta!", tangan airin menunjuk ke Rangga yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rangga menatap airin, dan tersenyum kesal, tapi tak menjawab. Dia menuju paperbag yang dibawa Airin. Mengambil baju ganti, dan masuk kembali ke kamar mandi. Aku dan Airin saling melempar senyum melihat tingkahnya. Tapi jujur, sepertinya bukan Rangga yang harus ku waspadai. Tapi, diriku sendiri.. Hihi.. Karena aku selalu ga waras kalau ada disampingnya. Aku rasa, aku lebih menginginkannya daripada Rangga..

"Airin, apa aku boleh duduk?"

"hmm.. Kau pernah merasa pusing pasca operasi?"

Aku menggeleng

"mual?"

Aku menggeleng

"kau bisa melihat dengan jelas?"

Aku mengangguk

"baiklah, coba untuk tetap duduk bersandar pada tempat tidurmu!", kemudian airin menaikkan tempat tidurku, dalam posisi kepalaku lebih tinggi empat puluh lima derajat dari kakiku.

"bagaimana rasanya?"

"lebih nyaman, jawabku!", Airin tersenyum senang.

"ada lagi, yang mau kau tanyakan?", tanya airin menatapku.

"hmm.. Airin, rambutku..."

Airin diam, menatapku..

"maafkan aku Vina, untuk tindakan kemarin, kami harus mencukur habis rambutmu.. Aku memberimu wig dengan potongan rambutmu, supaya si bodoh itu tidak kaget..", wajah Airin tampak bersalah.

"Bagaimana jika dia tahu? Apa Dia tetap akan menerimaku?"

"Siapa menerimamu? Apa yang terjadi?", Rangga keluar. Tapi sepertinya dia sempat mencuri dengar, dan dia melihatku mulai ingin menangis.

"ada apa ini? Vina, kenapa kamu menangis?", Rangga menghampiri, dan menghapus air mataku.

Sejujurnya, aku sangat takut dia tahu hal ini. Rangga sangat suka memainkan rambutku, Rangga sangat senang mengusap rambutku saat aku menyandar didadanya, Rangga senang menciumi rambutku saat kami bersama... apa yang terjadi kalau dia tahu aku ga punya rambut lagi? Butuh waktu tahunan untuk menumbuhkan rambut asli.. Bagaimana jika dia tidak lagi mencintaiku karena aku sudah bo..tak?? Hwawawawa.... Aku menangis sangat kencang. Aku takut, takut Rangga meninggalkanku.. Betapa malunya seorang wanita yang tidak memiliki mahkota dikepalanya.. Tidak memiliki rambut.. Aku ga bisa berkata apa-apa lagi, hatiku sangat hancur.. Hwawawawa....

"Vina...", rangga duduk disampimgku merangkulku dengan sangat erat.. "Kak, apa yang kau lakukan? Kenapa istriku menangis seperti ini? Apa yang terjadi?", kini Rangga berkata dengan intonasi agak tinggi pada Airin

"Maafkan aku, Vina.. Itu yang harus kulakukan untuk menyelamatkanmu..", Airin memegang tangan kiriku..

"Tinggalkan Vina bersamaku, aku mohon...",

"Baiklah, cari aku diruanganku jika ada apa-apa! Aku pergi dulu..."

Klek

Pintu tertutup, tapi aku masih terus menangis.. Aku sangat takut kehilangan suamiku.. Rangga saat ini duduk, dan masih merangkulku.. Tak berkata apapun.. Hanya diam.. Sambil terus mengelus rambut.. Hwawawawawa... Aku ga bisa berhenti menangis kalau dia terus mengelus rambut palsu ini!!!!!!

"Sayang....", kali ini kedua tangan Rangga memegang kedua wajahku, menghapus airmataku dan menatapku.. "sudah ya.. Rasanya hatiku sakit sekali setiap melihatmu menangis.. Dadaku sesak sekali sayang... Aku mohon, ceritalah padaku.. Hatiku lebih kuat mendengar semua curhatanmu daripada harus melihatmu menangis seperti ini.. Tanpa tahu harus berbuat apa dan ada masalah apa.. Aku mohon cinta..", Rangga terdiam setelah menyelesaikan kalimatnya, sambil terus menatapku.

"A..akuuu..", suaraku masih sesegukan, air mataku sudah akan jatuh lagi! Dadaku juga sangat sesak dan sakit untuk menceritakan kenyataan ini padanya..

"sayang.. Lihat mataku.. Bicaralah.. Apa yang ingin kamu sampaikan kepadaku?", dia menatapku penuh harap.. Aku harus kuat.. Cepat atau lambat Rangga akan tahu, dan aku ga mau menipunya!

"Ra..rangga.. A..aku...", kuhentikan suaraku rasanya berat sekali suaraku keluar, tapi aku masih mencobanya... "A..aku... Takut kamu meninggalkanku.. Airin memotong semua rambutku kemarin.. Hwaawawawa!!!!", aku menyelesaikan kata-kataku dalam satu napas. Karena aku yakin, aku ga akan kuat mengulanginya.. Aku sangat takut, takut Rangga berhenti mencintaiku dan mencari wanita lain dengan rambut seindah rambutku dulu...

"Vina, sayang.. Lihat aku.. Aku mohon..." rangga mencoba membuat mataku menatap matanya..

"Airin kemarin harus memotong rambutmu sebelum operasi, dan karena takut kamu sedih dan aku kaget, dia memakaikanmu rambut palsu, dan kamu baru menyadari kalau ini bukan rambutmu..", rangga memegang ujung rambut palsuku "lalu sekarang kamu menangis, karena kamu takut aku meninggalkanmu karena Airin telah menghabisi semua rambut dikepalamu?" rangga berhenti berbicara, tapi masih terus menatapku. "Apa betul yang tadi aku katakan?", tanyanya..

Aku mengangguk pelan...

Rangga menarik napas dalam dalam dan menghembuskannya... Melepaskan tangannya dari wajahku. Dan menempelkan keningnya ke keningku. Tidak menekan, tapi hanya menempelkan. Memejamkan matanya.. Tangan kanannya kembali memegang pipiku sebelah kiri..

"Dengar aku baik-baik.. Aku mohon padamu, sayang.. Jangan potong ucapanku.. Dengarkan aku.. Dan harus kamu ingat baik-baik!!", rangga menghentikan kata-katanya. Menarik keningnya yang menempel dikeningku, membuka matanya, mencium kening, hidung, dan bibirku, kemudian menatapku..

"Dengarkan aku.. Jangan menangis, jangan memotong kata-kataku, aku mohon... Aku memang sangat menyukai rambutmu, Sayang... Aku sangat senang menyentuh dan

Menciuminya.. Baunya sangat menggodaku.. Dan rambutmu adalah salah satu bagian terfavoritku darimu..", Rangga terdiam dan menatapku.. Aku berusaha untuk menunggu kelanjutan kalimatnya

"Tapi aku lebih baik kehilangan rambutmu, daripada aku harus kehilanganmu, sayang.. Rambut bukanlah masalah.. Aku bisa menerimamu apa adanya.. Tapi, kalau harus kehilanganmu.. Aku bisa gila, sayang.. Untukku, kau sempurna, sayang, dengan atau tanpa rambutmu!", Rangga menghentikan kata-katanya, mencium keningku, dan kedua tangannya ingin membuka wig dikepalaku,

"yang.. Ja..ngan.. A..aku malu...", kataku padanya.

Rangga menciumku lagi, kali ini ciumannya membuatku setdikit lengah dan kedua tangannya berhasil melepas wig itu... Owhhhhh.... Aku tak mau dia mengangkat wajahnya dari wajahku.. Aku tak ingin dia melihatnya, aku memegang wajahnya, dengan bibir nya yang masih menempel pada bibirku..

"jangan.. Yang.. Jangan Lihat!!", pintaku merengek seperti anak kecil.

Tapi bukan Rangga kalau bukan pemaksa.. Dia mengangkat wajahnya, melihatku, tanpa rambut.. Aku hanya tertunduk dan ga berani menatapnya

"Sayang... Kamu cantik!!"

"jangan menipuku, yang..!!" Aku masih ga mau melihat wajahnya. Aku kesal dengannya yang ga mau mendengarku untuk ga membuka wig itu.

"siapa yang menipumu.. Lihat aku.. Sini.. Jangan nunduk!", rangga memaksa.. Tapi masih dengan lembut, menggunakan tangannya memegang kepalaku, memaksa aku menatap mukanya.. Dan aku beranikan diri melihatnya..

Dia tersenyum, dan ga ada kemarahan diwajahnya.

"Jadi, kamu beneran ga marah dan ga akan tinggalin aku, kan?", tanyaku pelan dan hati-hati.

"tentu aja, sayang.. Kamu duniaku sekarang. Kamu tahu artinya kalau aku pergi meninggalkan dunia? Itu tandanya aku mati, sayang.. Aku sudah meninggal dunia, baru aku meninggalkanmu!! Lagipula, semua ini terjadi karena aku, sayang.. Aku yang membuatmu terluka sehingga harus mendapatkan tindakan operasi kemarin.", wajahnya tampak bersalah.. Rangga mencium keningku sangat lama.

Ada rasa lega dihatiku.. Tapi ada rasa malu juga..

"sayang, wig nya... "

"ga sayang.. Aku suka lihat istriku sekarang begini.. Lucu, sayang.. Kamu jadi ngegemesin.. Bikin perasaanku ga jelas gini...", muka rangga jadi aneh..

"kamu kenapa, yang?"

"aku harus mandi air dingin, sayang.. Aku ga kuat... Bentar ya sayang!!", rangga buru-buru bangun dan menuju kamar mandi, tapi sebelumnya dia menulis pesan kepada seseorang, sebelum masuk kekamar mandi.

"yang, kamu belum ambilin wig aku!! Kejauhan.. Aku ga bisa ambil yang..", pintaku.. Sedikit mengeraskan suara memanggilnya tapi Rangga hanya menengok dan tersenyum.. Menutup pintu kamar mandi.

TOK TOK TOK

Airin masuk

"hai Vin..!!"

TOK TOK TOK

airin langsung menuju kamar mandi, Rangga membuka pintu, mengeluarkan tangannya, menerima plastik dan menutup pintunya lagi.

"Aku pergi dulu, ya Vin! Ada pasien dokter Andreas yang harus aku handle, karena beliau kemarin harus berangkat keluar kota selesai melakukan tindakan operasimu!", Airin menutup pintu, sebelum aku menjawab. Sepertinya pasiennya lumayan gawat. Dia sangat terburu-buru.

Rangga mandi lumayan lama.. Ku tatap jam dinding yang tepat didinding diseberang tempat tidurku, sudah setengah jam didalam. Biasanya Rangga ga pernah meninggalkanku sebegini lama! Apa.. Dia jijik melihaku seperti ini.. Tanpa rambut??

Aku sangat sakit memikirkan kenyataan ini.. Tapi, tadi dia terlihat ga masalah dengan rambutku yang sudah jadi botak!! Apa dia berpura-pura?

Klek

Belum sempat aku melanjutkan lamunanku, Rangga sudah membuka pintu kamar mandi. Aku menengok ke arah kamar mandi,

"yang, ka...mu.. BOTAK???!"

 

Bab berikutnya