webnovel

25. Ride or Fuck?!

Kim Yerin

Pertama-tama, katakanlah bahwa aku sudah gila karena sebuah pesona yang sangat menawan dari seorang pria yang bahkan memanggilku dengan sebutan 'noona'. Tenggelam dalam fantasi gila karena berada didalam mobil sport dengan pencapaian garis finish sebagai penentu, sangat tidak memungkinkan sang empu mobil tidak menginjakkan pedal gas di tekanan terdalam. Bagaimana cara Jungkook membawaku hingga jantungku seperti akan melompat jika bisa.

Sebenarnya aku tidak pernah menyangka Jungkook benar-benar akan membawaku dikursi sampingnya. Taruhan gila yang Jungkook tawarkan pada seorang pria yang ku ketahui bernama Lee Taehyung. Aku bisa tahu karena berkali-kali Jungkook mengatakan nama itu. Aku jelas sangat bisa melihat beberapa kali Jungkook menunjukkan smirk nya. Seringai panas yang dimataku malah semakin membuat jiwa kegadisanku tidak terima. Ingin segera meraup dengan bibir dan memberinya sedikit afeksi.

Jika dugaanku benar kalau apa yang sedang diinginkan gadis bernama Park Sewon itu adalah Jungkook. Atau dalam bahasa terkasarnya adalah Sewon menginginkan Jungkook sepenuhnya, tentu untuk itu aku benar-benar tidak bisa menghakiminya, bagaimana pun juga aku bisa memaklumi, siapa yang tidak tergoda dengan paras menawan dan proporsi tubuh sempurna seperti yang Jungkook miliki. Perbandingan jika Taehyung ada diposisi kedua, tetap saja Jungkook adalah nomor satu. Taehyung memang tampan, tapi untuk proporsi lengan yang kekar dan paha sekal dibalik jins hitamnya, tentu Jungkook masih menjadi tropi utamanya.

Mengingat semalam harusnya aku segera memukul Jungkook dan melaporkan pada nenek karena telah menggadaikan nyawaku demi taruhan yang bahkan aku sendiri tidak tahu persis untuk apa. Jika pun benar hanya karena Sewon menginginkan Jungkook, tentu saja ada cara yang lebih halus, bukan? Seperti mencoba merangsang atau memberinya sebuah bisikan seduktif, atau malah lagi memberikan sentuhan.

Konyol sekali! Apa Sewon tidak pernah menonton drama? Harusnya dia banyak-banyak bertanya padanya tentang drama percintaan atau episode tentang bercinta. Sepertinya menyenangkan menonton drama bersama kekasih Jungkook itu.

Aku masih tidak tahu menahu apapun, pun aku tidak ingin terlalu ambil pusing hanya karena penasaran. Sekilas aku hanya tahu duduk permasalahannya ada pada Sewon yang menginginkan Jungkook, selebihnya aku tidak mau menggali lebih jauh dulu. Pun jika nantinya memang Jungkook menganggapku teman, pasti pria itu akan bercerita padaku, atau setidaknya membuatku mengerti atas dasar apa semua itu terjadi.

Aku hanya mendengar Jungkook mengatakan bahwa dia memerlukan sebuah jawaban, dari Park Sewon yang melibatkan dirinya pada kesepakatan yang dibuat gadis itu dengan Choi Jimin yang sempat habis karena dihajar Jungkook tanpa peduli betapa ramainya orang disana.

Aku masih bisa mendengar perkataan Jungkook tadi malam, bahkan masih sangat segar di memori setiap kalimat dari mulai aku memaksa ikut bersamanya, sampai berakhir pulang ke mansion dengan degup jantung tak normal karena diajak bertaruh nyawa di sirkuit balap.

"Noona. Ikutlah bersamaku. Kurasa kekasihku sudah tidak menginginkanku lagi. Atau sungguhan dia hanya menginginkan tubuhku, dan bukan kasih tulusku."

Sungguhan kalimat itu terasa begitu mengacak adukkan bahtera didalam benakku yang sedang santai berlayar menuju ujung dunia. Mengingat itu kembali, rasanya membuatku seperti ditarik kembali ke malam itu. Malam dimana aku benar-benar seperti memiliki 9 nyawa dan tidak apa-apa membuangnya 1 dengan sia-sia. Tapi nyatanya aku sudah terlalu gila dengan menuruti semua yang Jungkook katakan.

Aku masuk kedalam mobilnya dan Jungkook menyusul untuk masuk dan duduk dibalik setir kemudi. Mobil merah yang barusaja dipakai oleh pemenang yang lalu, malam itu aku dan Jungkook lah yang menempatinya. Sengaja mungkin Jungkook tidak menggunakan mobil yang nenek berikan, antara takut ketahuan atau takut aku akan melaporkannya pada nenek. Sejauh sampai dia menstarter mobilnya, aku masih tidak ingin tahu lebih jauh. Untuk menstabilkan nafas saja terlalu sulit, tentu saja begitu beban saat aku memaksakan otak kecilku ini guna mencoba menerka-nerka tanpa ada sebuah kepastian diujung perkiraan.

Deru mesin yang menggema, menggelegar di aspal jalan yang basah. Menyelimuti pekatnya malam tanpa memikirkan bahwa nyawa adalah yang mereka gadaikan. Aku sempat melirik Jungkook sejenak. Nampak begitu tenang dengan senyum tipis terukir saat dia menoleh kearahku menyadari aku memperhatikannya. Sorotnya meneduh seiring detikan berjalan semakin jauh. Nyatanya, manik seluas galaksi itu mampu menenggelamkanku dengan begitu mudah. Membuatku terhanyut bersama sebuah pesona yang tak pernah bisa ku lawan. Ada lembut yang tak terbantahkan dari sorot matanya, sangat berbeda dari garis rahang tegasnya yang menukik memperlihatkan sebuah kesungguhan dan keyakinan. Katanya proporsi wajah mampu mengungkap seperti apa kepribadian sang empunya.

Aku masih bisa merasakan bahwa manik sehitam jelaga itu menenangkan, membawaku pada sebuah kedamaian yang sudah lama tidak kudapatkan dari siapapun. Seperti sedang menyampaikan bahwa aku harus tetap tenang tanpa memprotes. Oh apakah ini nyata? Aku tidak boleh memprotes sekalipun nanti kemungkinan aku akan mati jika mobil ini tergelincir?

Seperti lebih penasaran bagaimana wajah dan sorot mata Jungkook terlihat sangat tenang meskipun sudah banyak tragedi yang sungguhan mempermainkan emosinya. Amarah serta kekecewaan dan rasa ingin tahu akan sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak tahu. Kesimpulan yang kudapat sejauh ini adalah; Jungkook adalah pria dengan pengendalian emosi yang mumpuni.

Rasanya seperti aku benar-benar kehilangan Jungkook dengan mata menyala dan rahangnya mengeras saat memukul Jimin tanpa ampun, saat seperti aku benar-benar tidak mengenal Jungkook dari matanya. Tapi yang sekarang menatapku hanyalah sebuah sorot teduh layaknya seekor kelinci yang menanti sebuah wortel untuk makanannya. Duality yang sempurna.

Jungkook beringsut membalik atensinya pada jalanan setelah mendapatiku mulai bernafas dengan baik. Nafasku harusnya sudah kembali normal untuk seterusnya, tapi nyatanya tidak. Semua ketenangan itu tidak bertahan lama, terlebih setelah melihat Jungkook mulai memfokuskan semua atensinya pada jalanan sepi yang melolong hening disetiap inchinya. Menawarkan sebuah gesekan panas antara aspal dan ban karet yang memutar pada poros dengan kecepatan maksimum.

Kurasa Jungkook bukanlah pria dengan isi kepala 17 tahun sama dengan umurnya. Melainkan Jungkook adalah pria dengan paras inosen tapi dengan isi kepala yang bahkan lebih dewasa dariku.

Lupakanlah saat Jungkook mulai melirik mobil hitam disampingnya dengan tatapan sinis dan berubah menjadi ejekan seolah dirinya yakin akan menyabet garis finish pertama kali. Harusnya aku ragu pada kepercayaan dirinya, tapi melihatnya begitu yakin, aku pikir aku juga harus percaya padanya. Pun karena aku harus percaya padanya jika aku ingin selamat dan masih ingin melihat hari esok.

Aku sampai heran dan hampir tak percaya dengan perangai Jungkook yang kelewat tenang, berbanding terbalik dengan telapak kakinya yang berkali-kali menekan untuk mencipta deru mesin lebih kuat. Sedangkan aku? Jantungku rasanya sudah seperti dibelenggu tanpa diijinkan berdetak. Seperti bernafas secara normal saja aku harus bersusah payah. Apalagi setelah wanita seksi itu mengibarkan bendera dan seketika membuat Jungkook reflek menginjak pedal gas nya dengan tidak santai.

Segera aku meremat piyamaku sendiri, meremas paha sendiri hingga aku merasakan sakit karena terlalu kuat. Aku memejam, takut. Sepertinya akan terlalu gila jika aku nekat membuka mata dengan mobil kecepatan setan seperti ini. Tidak peduli dengan seperti apa rupaku saat menahan ketakutan seperti itu. Entah memerah seperti kepiting rebus, atau akan berwarna merah hitam karena jantungku berhenti berdetak. Persetan! Aku tidak lagi peduli.

Ingin segera memarahi, aku malah mengomel panjang lebar pada pria yang malah terlihat sangat menikmati kecepatan diatas 100cc itu. Sama sekali aku tidak mendengar desisan atau iringan gumam yang menyatakan bahwa pria itu merasa takut. Tidak sama sekali. Malahan aku bisa mendengarnya tertawa kecil, terkekeh gemas entah karena apa.

"Jungkook, kau ingin membunuhku, hah?!?!"

Katakan Jungkook itu sinting!

[]

Bab berikutnya