Pradita tersenyum dalam hati. Bara pasti kalah. Ia sudah berenang sampai ke arah kaki Alisha. Tinggal satu jalan lagi. Pradita pasti menang. Ia mendorong lagi tembok kolam dengan kakinya yang keselo.
Tiba-tiba kaki Pradita keram. Oh tidak. Ini adalah pertandingannya. Gawat kalau sampai Pradita kalah. Kakinya berdenyut-denyut dan ia pun merintih kesakitan.
Air kolam tersedak ke mulutnya. Ia berhenti bergerak sambil memegangi kakinya. Pradita berhenti di kedalaman kolam dua meter. Padahal tinggal sedikit lagi ia tiba di ujung sana.
Pradita mendadak panik. Ia masuk semakin dalam. Ia menggerak-gerakkan tangannya untuk berenang ke atas, tapi rasanya jauh sekali. Pradita takut sekali.
Otot kakinya seperti yang mengkerut dan sakit sekali.
"Mama …," ucap Pradita dan yang keluar dari mulutnya hanya gelembung.
Tiba-tiba ia melihat ada bayangan hitam masuk ke dalam air dan kemudian meluncur mendekatinya. Ia menggerakkan tangannya untuk menjauh, tapi napasnya mulai sesak.
Orang itu menarik Pradita hingga ke permukaan. Pradita langsung menarik napas dalam-dalam seperti orang bengek. Lalu ia terbatuk-batuk. Badannya diseret ke pinggir kolam.
Pradita memegang besi di pinggir kolam dengan tubuh yang bergetar. Sebelah tangannya memegang kakinya yang mengkerut kesakitan sambil masih terbatuk-batuk dengan suara mengerikan.
"Dita, kamu gak apa-apa?" tanya Bara.
Pradita menoleh dan baru sadar kalau Bara yang menolongnya. Tangannya menangkap kaki Pradita dan kemudian meremas-remasnya.
"Kaki kamu kenapa?" tanya Bara cemas.
"Sakit, sakit. Aduh! Kaki gua keram!" Pradita mengernyitkan wajahnya sambil meremas besi pegangan.
Bara tampak kesal memijat-mijat kaki Pradita. "Kamu ini ya, lagi sakit kaki malah berenang," ucapnya marah. "Tahu gitu aku gak akan ngajak kamu lomba. Liat tuh kan kaki kamu jadi keram begini. Kalau aku telat nolongin kamu, sebentar lagi kamu tenggelam."
Bara terus menerus menggerutu sambil memijat dan memutar-mutar kakinya. Pradita tidak berani menjawab. Ia menekuk kaki Pradita ke dalam dan menekannya selama beberapa detik. Rasanya nyaman hingga Pradita jadi tenang.
Beberapa orang memperhatikan Pradita.
"Gimana? Udah enakan belum?" tanya Bara masih sambil memasang wajah kesal.
Alisha datang sambil membawa sebotol air minum. "Dit, minum dulu nih."
Bara menurunkan kaki Pradita. Lalu ia minum air dari botol itu banyak-banyak. Aneh ya, padahal di kolam juga banyak air. Tetap saja ia minum dari botol.
"Ah, lega." Pradita mendesah. "Makasih ya, Al."
Alisha mengambil botol itu dari tangan Pradita, kemudian ia kembali ke kursi. Pradita menunduk malu.
"Makasih ya, Bara. Lu udah nyelametin gua."
Bara tersenyum dan seketika membuat Pradita sesak napas, bukan karena tenggelam.
"Iya, yang penting kamu selamat. Ngomong-ngomong, kamu kan kalah ya. Jadi aku bisa dapetin apa aja yang aku mau ya. Sesuai perjanjian."
"Hah? Gua kan tadi kakinya keram," protes Pradita sambil memasang wajah bingung.
"Ya, tetep aja. Aku yang menang. Kita kan gak bahas kalau semisalnya ada yang tiba-tiba cedera harus gimana. Pokoknya kamu kalah. Aku yang nyampe garis finish duluan."
"Ih lu mah licik!" Pradita menunjuk Bara dengan kesal.
"Loh, licik apanya? Aku kan udah tolongin kamu. Sekarang kamu harus menuruti apa yang menjadi kemauanku. Oke?" Senyum Bara kian melebar dan barulah Pradita sadar kalau cowok itu emang nyebelin banget.
Pradita kehabisan kata-kata. Bara emang udah nolongin dia tadi. Kalau bukan karena Bara, mungkin sekarang ini Pradita sudah digotong ke puskesmas, dikasih napas buatan, sambil diteken-teken dadanya.
Ih, amit-amit! Pradita membatin. Ia tidak mau kalau dirinya sampai dibawa ke puskesmas. Semua orang pasti heboh. Terus kan malu banget. Pradita sedang mengenakan baju renang. Dada dan pahanya kelihatan ke mana-mana. Pradita menepuk jidatnya.
"Kenapa? Kamu gak terima ya," ujar Bara. "Kalau memang dari awal kamu gak yakin bakalan menang, harusnya kamu jangan terima tantangan dari aku, ya kan?"
Pradita memajukan bibir bawahnya sambil menatap tajam ke arah Bara. Hal itu malah membuat Bara jadi tertawa.
"Nah sekarang muka kamu jadi lucu lagi." Bara mengusap-usap rambut Pradita dan membuatnya jadi semakin berantakan.
"Ih, Bara. Udah ah. Jangan digituin!" protes Pradita.
Pradita membalas Bara dengan menyiprati wajahnya pakai air kolam. Akhirnya, perang air pun dimulai. Mereka saling ciprat satu sama lain seperti anak SD. Pradita berusaha menutup wajahnya dengan sebelah tangan, sementara tangan satu lagi menyerang Bara sekenanya.
Yang ada Pradita kalah. Bara menyerangnya dengan membabi buta, seolah tidak mau malah sama sekali. Pradita jadi tersedak dan kemudian terbatuk lagi.
"Udah, Bara. Udah!"
Bara tertawa-tawa seperti anak kecil yang kegirangan. Pradita mengusap wajahnya, kemudian ia menatap Bara. Cowok itu menyunggingkan senyumnya yang bak pemain sinetron di teve. Sesuatu di dalam dada Pradita bergetar dan ia takut jika ia sampai suka sama cowok itu.
Apa yang salah jika menyukai seorang kakak kelas? Pradita memprotes pikirannya sendiri.
Pradita mengingat sikap Danu yang memusuhinya karena dekat dengan Bara. Apa jadinya jika sahabatnya itu tahu jika hati Pradita pun kini mulai terpincut pada laki-laki di hadapannya ini?
"Udah gih kamu naik, terus istirahat. Kalau kaki kamu ngerasa lebih baik, kamu bisa lanjut berenang. Tapi, jangan terlalu diforsir entar sakit lagi loh," nasehat Bara.
"Iya. Bawel," gerutu Pradita.
Ia pun naik ke atas permukaan dengan menggunakan tangga. Pradita berjalan menuju ke meja Alisha. Ia merasakan tatapan Bara yang pastinya sedang mmeperhatikan caranya berjalan atau jangan-jangan cowok itu lagi ngeliatin pantatnya? Pahanya? Sialan.
Pradita malu. Seharusnya ia memilih baju renang kakaknya yang polkadot dan ada roknya. Hanya saja Pradita terlalu gengsi mengenakan rok seperti itu. Ia hanya mengenakan rok di sekolah saja. Selain itu, Pradita anti banget memakai rok. Maklum lah kan Pradita anak tomboy.
Si anak tomboy ini sekarang sepertinya mulai terpincut cowok kakak kelas yang super tampan dan tajir itu. Jujur saja, Pradita menyukai cowok itu bukan karena dia tajir. Jadi karena apa? Pradita harus berpikir keras.
Apa yang membuat Pradita menyukai Bara? Mungkin karena sikapnya yang protektif dan ada sikapnya yang lucu. Tunggu sebentar. Mana yang lucu ya?
Bara itu menyebalkan. Sudah tahu Pradita nyaris tenggelam di kolam, eh cowok itu masih mengklaim kalau dia yang menang balapan. Hal itu kan tidak sah. Alisha kan sebagai juri. Pradita harus menanyakan hal itu padanya.
"Lu udah baekan, Dit?" tanya Alisha. "Muka lu ampe merah gitu."
"Hah? Apa? Masa sih?" tanya Pradita panik. "Gua baek-baek aja kok."
"Kaki lu udah gak sakit lagi emangnya?"
"Sakit sedikit, tapi bisa gua tahan kok. Tadi waktu di kolam sih bener-bener sakit banget. Ototnya kayak yang kekunci gitu. Kaki gua ampe merengkel. Amit-amit dah. Udah mana gua lagi di kedaleman dua meter lagi. Aduh serem banget."
"Ah, Dita. Lu mah udah tahu lagi sakit kaki, ngapain pake acara balapan renang segala sih? Dasar. Ada-ada aja," ujar Alisha marah.