webnovel

Awal Mula

Alih-alih menjawab, Kakek Cio justru memalingkan wajahnya melihat suasana luar dari kaca besar transparan yang terpasang di depan toko. Jalanan nampak lengang tidak macam biasanya padahal ini belum tengah malam, selalu banyak anak muda yang berlalu lalang entah pergi menongkrong di kafe atau menonton bioskop. Orang-orang di Kota Trowbridge memilih berdiam diri dalam rumah dengan meminum secangkir coklat panas.

"Segeralah pulang."

Aku berseru. "Baiklah, Kakek Cio. Aku akan datang lagi untuk menceritakan keseruan novel ini! Sampai jumpa!"

Aku melenggang pergi kembali ke apartemen yang hanya berjarak 1 blok dari sini. Ini sudah tahun ke tiga aku tinggal di kota Trowbridge bersama adik perempuanku, Elise. Dulu sehari setelah hari ulang tahunku yang ke 21, kami sepakat untuk pindah ke kota meskipun harus diiringi kemarahan orang tua kami.

Kami memang perempuan keras kepala, tetap bersikukuh untuk pindah karena kami punya satu alasan yang sama yaitu ingin hidup mandiri dan bekerja di kota, walaupun sebenarnya orang tua kami masih bisa mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Selepas kepergian kami tinggallah si bungsu, Max, yang menjaga orang tua kami di desa, genap sebulan kedepan dia akan berusia 17 tahun.

Tak terasa waktu berjalan cepat sekali, rasanya baru kemarin dirinya cemburu menyaksikan ibunya memberikan perhatian lebih ke Max kecil, namun sekarang dia telah menjadi remaja rupawan yang digila-gilai lawan jenisnya. Jelas dirinya tahu, lusa kemarin Max menelpon untuk berbagi kabar, dia menceritakan banyak hal termasuk urusan asmaranya bahkan dirinya dimintai saran bagaimana cara halus menolak pernyataan cinta dari para gadis di sekolahnya. Aku pikir sepertinya Max benar-benar akan belajar menjadi lelaki sejati, ya baguslah.

"Aku pulang," ujarku sembari mengunci pintu dan melepas mantel serta sepatu. Dapat kulihat televisi masih menyala tanpa ada yang menonton, "Elise?"

Tidak ada jawaban, yang terdengar hanya suara desingan pedang dari adegan perang ditelevisi. Kemana adikku? Tadi ku cek kamar mandi kosong, apakah dia sudah tidur? Coba aku memeriksanya ke atas. Apartemenku ini adalah sejenis apartemen loft. Dimana aku harus menapaki tangga menuju lantai 2, lantai yang biasanya dipakai untuk tidur dan tidak seluas lantai utama.

Hmm, sudah tidur rupanya. Dengan posisi meringkuk menggunakan selimut tebal menutupi sebatas pundaknya, dia telah terlelap ke alam mimpi. Aku menaikkan sebelah alisku heran, apa yang kiranya adikku impikan hingga sedikit-sedikit dia tersenyum sipu? Entahlah, pujaan hatinya sedang bertamu ke mimpinya, mungkin?

Aku akhirnya turun kembali tak berniat mengganggu. Mataku belum mau terpejam, jadi yang kulakukan hanya duduk merenung diatas sofa. Di layar televisi masih menampilkan acara tadi dimana kini adegan telah berganti menjadi romantis, eww aku tak mau menyaksikan. Itu justru membuatku malu sendiri, lebih baik aku mematikannya. Selesai.

Sekarang apa? Masih jam 9 malam, terlalu awal bagiku untuk tidur jika kupaksakan yang ada aku bisa insomnia seperti minggu-minggu sebelumnya. Oh, aku tahu! Membaca novel baru semalam suntuk kedengarannya mengasyikkan! Buru-buru aku ambil, menyobek plastik bening yang membungkusnya, kemudian tanganku tergerak membuka halaman pertama. Baiklah Anne! Saatnya menyelam ke dasar novel!

Hening menyelimuti seketika. Netraku sedang fokus tak mau diganggu, hanya suara detik jam dinding yang menggema di ruangan ini. Halaman demi halaman kubaca, ku telaah setiap kejadian cerita yang saling berhubungan, dan tak sedikit pula umpatan kasar keluar karena aku jengkel terhadap pemeran utama yang mudah terpedaya cinta.

Oh, hello? Sekarang aku tanya padamu, apakah kau akan langsung jatuh cinta pada orang asing yang kau temui di tengah hutan tanpa tahu asal-usulnya? Apakah dirimu tidak punya semacam sensor kewaspadaan? Bahkan kau mengancam ayahmu untuk menikahkan kalian berdua? Yang benar saja!

"Dasar bodoh!"

Aku sudah menduga diakhir cerita kerajaan mereka akan hancur karena cinta pangeran pada gadis itu. "Arrgh!! Bikin kesal saja! Lebih baik aku tidur daripada terus merutuki tindakan mereka."

Bab berikutnya