Sejak hari itu, dia pun mencoba menerima kenyataan. Sebab Leon tidak hanya menamparnya jatuh dari mimpi, tapi pria itu juga menggenggam tangannya menuju makam Aoki Ken di pojokan Firenze.
Makam yang cantik. Dan begitu megah dengan ukiran nama Jepang yang sangat dia kenali.
Goresan aksara Katakana yang indah. Hanya saja di sana tidak ada nama keluarga yang dibawa Frietz. Hanya nama asli Aoki Ken yang tercantum seolah-olah dia hanya orang biasa.
Aoki Ken. Rest in Peace. Bla... Bla... Bla... Bla... Shunsuke rasanya tidak ingin membaca tulisan di sana.
Saat itu Shunsuke membawakan sebuket bunga untuk diletakkan di atasnya. Dan sebagai lelaki, dia tidak ingin menangis untuk kedua kali. Sepanjang perjalanan, dia hanya diam di kursi mobil Leon. Sementara pria itu sesekali meliriknya dari spion depan. Meskipun begitu, Leon hanya fokus mengemudi. Tidak basa-basi. Tidak berencana menghibur sedikit pun. Dan hanya membimbingnya sampai di sana.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com