webnovel

Membersihkan Ruangan Presiden Direktur

Kiki terlihat sangat malu. Riasan lipstiknya sudah agak memudar, dan sepertinya Ezra tidak terkejut ketika memandangnya.

Pria itu hanya menatapnya sekilas. Dia lantas menunduk, dan berkata dengan nada santai, "Bersihkan rak buku di ruangan ini."

Kiki melirik ke seluruh ruangan. Seluruh dinding yang menghadap ke meja Ezra penuh dengan rak buku. Rak-rak buku itu… besar. Tapi kondisinya sangat bersih.

Kiki ragu-ragu sejenak. Dia menatap ke arah karpet putih bersih yang melapisi ruangan Presiden, lalu memandang sepatu kotor miliknya. Gadis itu tidak bisa menginjak karpet bersih di sana.

Ezra sedikit mengernyit dan menatapnya. Suaranya terdengar tak lama kemudian, "Mengapa kau masih belum masuk?"

Kiki berbisik, "Karpetnya terlalu putih!"

"Masuk! Cepat!" Suara Ezra sudah sedikit tidak sabar, dan Kiki segera memasuki ruangan.

Dia melihat ke rak buku dan sadar kalau rak-rak buku besar itu sebenarnya sangat bersih. Bahkan mungkin lebih bersih dari kain lapnya.

Tetapi Kiki tidak berani untuk tak mematuhi instruksinya. Dia mengelap rak buku itu dengan hati-hati, dan mengintip isinya. Buku-buku di dalamnya bukan hanya dokumen yang terkait dengan perusahaan, tetapi juga sejumlah besar buku cetakan asli dan penting lainnya.

Kiki tidak berani melihat lebih banyak. Dia hanya berani bekerja. Hawa di sini sangat dingin, tetapi dia lebih banyak berkeringat daripada di lantai pertama.

Dia selalu merasa kalau ada sepasang mata yang terus-menerus memandangnya dari belakang. Tapi Kiki tidak berani berkomentar.

Kiki takut kalau Ezra akan mengenalinya, jadi tidak banyak bicara. Tapi dia tidak tahu apa respon Ezra seandainya dia tahu gadis yang membersihkan rak bukunya sebenarnya adalah Kiki.

Melalui kain tembus pandang karena keringat, samar-samar siapapun dapat melihat tulang bahunya yang kurus itu perlahan meregang saat lengannya digerakkan naik dan turun.

Terkadang dia berjinjit dan mengangkat tubuhnya untuk meraih rak yang atas. Gerakan itu juga yang menyebabkan rok selututnya terangkat.

Kakinya putih dan mulus.

Rok yang dikenakan Kiki sekarang ini memperlihatkan kaki jenjangnya. Bajunya membentuk lekuk tubuhnya, terutama mantelnya yang benar-benar menempel.

Dia tidak punya pikiran untuk bekerja lagi. Kiki merasa sedikit kesal.

Kiki memandangi kakinya. Terkadang, dia juga akan berjongkok.

Ezra mengulurkan tangannya dan menarik dasinya. Ikatan dasi itu ditarik hingga lebih longgar. Tapi tetap saja, dia masih merasa agak kepanasan. Sepertinya dia telah membuat keputusan yang salah.

Kiki tidak merasakan kalau ada seseorang yang menatapnya dengan sorot tidak bermoral. Dia menyeka rak buku dengan sangat rajin dan diam-diam melihat barang-barang yang dipajang di dalamnya dengan tatapan bahagia.

Kebahagiaan kecil terasa sangat naif. Dia merasa mengenal Ezra, sedangkan mengira pria itu tidak tahu siapa dia.

Ezra akhirnya berdiri dan berjalan menuju rak buku.

Karpet wol putih itu meredam suara langkah kakinya, sehingga saat ini Kiki tidak tahu kalau Ezra berjalan mendekat ke arahnya. Sampai akhirnya saat Ezra berdiri di sampingnya, tubuhnya tiba-tiba menegang.

Ezra tidak berbicara, jari-jari rampingnya meluncur melintasi deretan buku, dan akhirnya mengeluarkan sebuah buku tebal. Dia lantas melangkah mundur.

Kiki menghela nafas lega, melihat ke bawah dan menyeka keringatnya.

Namun, rupanya Ezra tidak benar-benar mundur. Pria itu berdiri hampir tepat di belakangnya, jaraknya tidak melebihi 20 cm.

Ketika tangan Ezra bergerak mendekati bahunya, dan mengambil buku lagi, Kiki berani bersumpah kalau semua bulu kuduknya berdiri. Setiap sel di dalam tubuhnya juga bisa merasakan keberadaan pria itu.

Dia ingin melarikan diri, dan menyingkir dari sana. Tetapi bahu Ezra lebar tak terduga, dan Kiki hampir terjatuh di atasnya.

Ezra bisa menghindarinya sepenuhnya, tapi dia tidak melakukannya. Keduanya terjatuh di karpet lembut bersama.

Setelah panik, Kiki sadar kalau kacamatanya telah jatuh ke tanah.

Dia mengulurkan tangannya malu-malu untuk mengambilnya, tetapi ini gerakannya malah membuatnya dan Ezra berguling, dan berguling lagi!

Kiki sepertinya mendengar dengungan teredam.

Setelah akhirnya memakai kacamata, dia menyadari kalau posisinya sekarang seperti … sedang memberontak. Bola matanya terbuka lebar, dan dia bingung harus berbuat apa.

Sekarang, apa sebaiknya dia membuat Ezra pingsan, atau jujur padanya?

Bagi Ezra, dia sekarang merasa sangat tersiksa saat ini. Kiki benar-benar menempel ke tubuhnya, dan dia bisa merasakan suhu tubuh Kiki yang sangat hangat, sangat sesuai dengannya.

Gadis itu terlihat lucu dengan mata terbuka lebar.

Salah satu kaki Kiki kebetulan juga tersangkut di antara kedua kakinya.

"Belum bisa bangun?" Suara Ezra begitu serak seperti pasir panas.

Sebelum Kiki sempat pindah posisi, pintu ruangan Ezra dibuka.

Rani berdiri di pintu. Dia memegang dokumen di tangannya, dan melihat pemandangan di kantor dengan terkejut.

Presiden dijatuhkan oleh pekerja paruh waktu dan pembersih kecil baru?

Semua orang harus tahu bahwa beberapa tahun yang lalu, di Perusahaan S, mungkin memang ada karyawan wanita yang berani mendambakan Ezra.

Tapi, selama dalam dua tahun terakhir, bahkan ibu bagian masak di kafetaria Perusahaan S tahu bahwa Ezra tidak mudah bergaul dan bahkan memiliki beberapa wanita peliharaan.

Dia memperhatikan adegan itu dalam waktu cukup lama sebelum perlahan-lahan menutup pintu lagi.

Bersikap sopan pada atasan berarti juga bersikap sopan pada diri sendiri. Ini adalah sedikit pengalaman yang dipahami Rani di tempat kerja.

Di dalam ruangan, Ezra melirik si kecil di tubuhnya. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengulurkan tangan yang besar untuk menepuk punggung Kiki. Tapi suaranya bernada penuh wibawa sebagai seorang atasan, "Bangun."

Kiki menggigit bibirnya, tetapi dia berusaha tidak panik.

Setelah punggungnya ditepuk, dia terbangun secara tergesa-geda. Selama proses merangkak, sosok Kiki berhasil menyentuh bagian di dalam hati Ezra-bagian itu tidak terlukiskan dan memicu api jahat di dalam pria itu.

Kiki berdiri, dan kemudian dengan jelas melihat perubahan ekspresi Ezra.

Dia tersipu. Kiki tidak tahu harus berbuat apa. Dia berpikir, apa pria ini bisa menahan nafsunya?

Ezra sedikit kesal di hatinya. Dia berdiri, dan melirik Kiki. Pandangan itu membuat hati Kiki menjadi tegang.

"Pergi ke kamar mandi dan bersihkan dirimu!" Suaranya tidak membawa emosi apapun. Ezra lalu berjalan kembali ke tempatnya.

Kiki segera berlari ke kamar mandi dan melihat ke cermin. Dia sadar kalau riasannya… sudah hilang.

Rani masuk lagi dan tidak bisa lagi melihat Kiki.

Rani meletakkan dokumen di meja Ezra. Suaranya sangat lembut, "Presiden, ada telepon Tuan Agnes, katanya tolong kembali makan malam kalau ada waktu luang!"

Ezra menghentikan aktivitasnya. Dia menatap Rani, lalu berkata dengan nada ringan, "Hari apa jadwalku lebih bebas di minggu ini?"

"Tidak akan ada terlalu banyak jadwal pada hari Jumat. Selain itu, Nona Agnes telah menelepon beberapa kali dan mengeluh bahwa Anda tidak menemaninya." Tatapan mata Rani tersenyum.

Ezra tersenyum, "Kalau begitu lain kali kau tanya padanya, mengapa tidak menelponku secara langsung!"

"Mungkin… dia pikir akan lebih menarik untuk mengobrol denganku!" Rani tahu bahwa jika membicarakan Agnes, nuansa hati Ezra akan menjadi lebih baik.

Benar saja, Ezra hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.

Ketika Rani mundur, dia masih berpikir, di mana siswa pekerja paruh waktu itu sekarang?

Dia wanita yang cerdas. Jelas tidak mudah bagi seorang Presiden perusahaan dan pekerja paruh waktu untuk menghabiskan waktu bersama. Kejadian ini agak di luar dugaannya.

Bab berikutnya