‘Hubungan bersebelahan yang berjalan secara alami.’
“Kau tidak ingin tanda tanganku?” Se Rin tertohok selama seperkian detik, ditatapnya laki-laki berpakaian kasual, bertubuh tinggi, namun lebih pendek dari Rowoon.
Se Jun menggeleng. Menurutnya tidak mungkin pemilik syal itu, seorang selebriti.
“Pasti kau ingin berfoto bersamaku!” Masih dibalas gelengan kepala, Se Rin pun mulai merasa malu karena tawarannya ditolak lagi, itu mengartikan bahwa lelaki di hadapannya ini bukanlah penggemarnya.
“Baiklah kau orang pertama yang menolak tanda tangan dan berfoto bersamaku,” ujar Se Rin tak habis pikir, tahu begini dia tidak akan repot-repot berbasa-basi dan langsung saja masuk ke rumah.
Se Rin menghentak-hentakkan langkahnya melewati Se Jun. Ia harus segera pergi, sebelum kemarahannya meledak. Harinya sudah cukup melelahkan….
“Kau tinggal di rumah ini?” Se Jun menyelaraskan langkahnya dengan Se Rin. “Aku juga baru pindah ke sini, dan rumahku…”
Se Rin mendenguskan napasnya, “Selamat atas kepindahanmu, dan selamat malam!” katanya memaksakan senyum, kemudian membanting pintu gerbang tepat di depan wajah Se Jun.
“Selamat malam juga!” balas Se Jun sambil melambaikan tangan dengan girang, “Tetanggaku seorang aktris, woah….”
ΘΘΘ
Di ruang tamu kakek duduk sembari membaca koran, terkait ledakan hebat yang terjadi di Busan, tepatnya di sebuah lumbung padi, yang diduga telah memakan korban. Beberapa menit kemudian suara langkah tergesa semakin terdengar jelas. Kakek menyadari kehadiran Se Jun, dilipatnya koran lalu diletakan di atas meja.
Asap mengepul dari secangkir teh hijau yang masih panas, satu tangan kakek terulur untuk meraih telinga cangkir dan meminumnya perlahan.
“Harabeoji coba tebak siapa yang aku temui di depan rumah?” tanya Se Jun sudah duduk di sofa, di sebelah kakek, membiarkan belanjaannya tergeletak di dekat kakinya.
“Siapa? Seorang wanita?” balas asal kakek.
“Iya dia tetangga kita, dan dia seorang aktris! Hebat sekali Harabeoji bisa tinggal satu lingkungan dengan aktris, mungkin ada grup idola juga! Aku tahu tentang kelompok penyanyi yang juga pandai menari, siapa tahu asrama G-Friend (nama girl group korea selatan) di sekitar sini?” cerocos Se Jun segera meneruskan, “Aku harus mencarinya besok!”
Dalam sehari Se Jun belajar banyak tentang kehidupan di ibu kota, pergi ke mall yang begitu besar dan berjalan-jalan di pasar tradisional. Keduanya berbeda namun ia sangat puas dengan barang-barang yang dijual di sana. Se Jun juga mengetahui betapa populernya K-Pop (Korean Pop), sehingga banyak orang ingin debut sebagai anggota boy group atau girl group.
“Kim Se Rin yang kau lihat juga seorang idol.” kata kakek.
“Benarkah?!” Se Jun bertepuk tangan saking takjubnya.
Kakek berdecak dan kembali menyeruput teh hijau, seraya melirik koran di atas meja.
“Seberapa keras aku mencoba untuk tidak bertanya, tetap saja tak bisa, aku masih penasaran kenapa Harabeoji menjadi gelandangan di saat memiliki rumah sebesar ini dan sebenarnya apa pekerjaan Harabeoji?” kata Se Jun setelah beberapa detik yang lalu mengamati dekorasi rumah, ia memandang kakek penuh minat.
“Sudah aku bilang aku kehilangan uang dan terpaksa meminta-minta, tak ada yang bisa membantuku,” perkataan kakek melemah di akhir kalimat, ia menambahkan dengan pandangan mata sendu.
“Harabeoji tidak punya keluarga?“
“Punya, tapi mereka pergi tanpa memperdulikanku. Rumah terasa kosong setelah mereka memilih untuk tinggal sendiri, hanya tersisa rumah besar ini yang merupakan hasil jerih payahku di masa lalu, aku sudah pensiun dari pekerjaanku dan mendapatkan cukup banyak uang untuk menghabiskan masa tuaku. Beruntung aku bertemu denganmu, kau bisa menjadi ahli warisku.” jelas kakek panjang lebar.
“Harabeoji...” ucap Se Jun terharu.
“Mulai sekarang kau adalah anggota keluargaku, cucuku ... anakku....” Suara kakek mampu menenangkan siapa pun yang mendengarnya.
Se Jun segera berhambur memeluk kakek, sekarang ia memiliki keluarga. Tetapi ia masih ingat tujuannya untuk mencari tahu tentang dirinya dan keluarga yang dimaksud Jae Won, di manakah mereka tinggal? Ia selalu menanyakan kebenaran dari asal namanya, siapa yang memberi nama tersebut dan apa dia juga memiliki orang tua? Sayangnya Jae Won sudah tidak bisa memberikannya jawaban.
Haruskah Se Jun melupakan tujuan utama keluar dari pabrik, dan memulai hidup baru sebagai cucu kakek.
ΘΘΘ
Keesokan harinya. Se Jun memutuskan untuk berlari pagi di sekitar komplek, mengenakan pakaian olah raga yang baru ia beli kemarin, serta sepatu sport putih bersih yang terasa nyaman digunakan saat melangkahkan kaki. Kehidupan manusia jauh lebih mudah dipahami, pikirnya menyunggingkan senyum cerah pada setiap orang yang dijumpainya. Tak jarang seorang wanita kegirangan saat disapa olehnya, melayangkan tanda cinta kemudian membisik pada teman di sebelahnya.
“Bukankah dia sangat tampan, dia baru saja tersenyum padaku.” Senangnya merasa tak ingin mengalihkan pandangannya dari Se Jun yang berada beberapa meter di belakangnya.
Temannya menyahut, “Benar dia memang tampan, senyumnya manis dan menawan tapi kau bisa terjatuh jika terus berjalan mundur seperti itu!”
Telinga Se Jun yang dapat mencuri dengar pembicaraan mereka, terkekeh menyenangkan mengetahui pendapat tentangnya. “Mereka bilang aku tampan,” kata Se Jun dengan senyum semakin lebar.
Belum pernah Se Jun mendengar pujian semacam itu. Ia melanjutkan seraya menganggukkan kepala menyapa sopan laki-laki yang mengerutkan dahi, melihatnya keheranan.
“Senyumku manis dan menawan, ya ampun.” Tidak mudah bagi Se Jun melupakan perkataan yang begitu mengesankan.
Satu putaran sudah cukup membuat Se Jun berkeringat, itu karena di dalam tubuhnya terdapat sistem pernapasan buatan untuk menstimulasi pernapasan dan keringat, sehingga membuatnya terlihat seperti manusia normal lain. Setidaknya itulah yang ia ketahui, sampai-sampai melontarkan pujian pada manusia yang telah membuat robot sepertinya. Bagaimana bisa mereka mempermainkan kehidupannya yang tak sepenuhnya nyata, membuat keserakahan dalam dirinya.
“Kim Se Rin, selamat pagi!” sapa Se Jun berlari di tempat, ketika pandangannya mendapati Se Rin dari balik pagar besi rumah, “Kau sedang berolahraga juga ya,”
“Dia lagi…” gumam Se Rin pelan, mau tak mau menarik kedua sudut bibirnya.
Se Jun melangkah mendekat ke kediaman tetangganya, “Kau melakukan yoga?”
“Tidak, hanya peregangan kecil,” jawab Se Rin dengan malas, laki-laki yang baru ditemuinya kemarin itu berlagak sok kenal setelah menolak tanda tangan dan ajakan berfotonya.
“Kenapa kau tidak jogging saja.” usul Se Jun.
Selebriti seperti Se Rin tidak bisa melakukan sesuatu dengan leluasa. “Kalau bisa, setiap hari aku akan lari pagi.” sewot Se Rin.
“Kau bisa menyamar seperti menggunakan topi ditambah tudung jaket, pasti tidak akan ada yang mengenalimu. Ya kecuali aku, mungkin,” kata Se Jun sambil mengedikkan bahu.
“Layak untuk dicoba,”
“Kalau begitu lain kali kita lari pagi bersama.”
“Kita, bersama?!” Se Rin tertawa hambar. “Saling kenal saja tidak, aku tahu modus orang sepertimu,” ia menambahkan dengan ketus.
Se Jun memegang pagar sambil berkata, “Ouh, kenalan ya … aku lupa mengenalkan diriku, aku HM…” Se Jun hampir lupa bahwa sekarang dia bukan lagi robot humanoid yang bernomor seri HMD07, melainkan seorang manusia bernama, “OH SE JUN!”
“Ha ha ha, Oh Se Jun!” kata Se Rin terdengar konyol, haruskah paginya diramaikan oleh polusi suara, kenapa pula mengucapkan nama selantang itu. “Memangnya dia seorang prajurit,” cibirnya dengan suara teramat pelan.
“Suatu kehormatan bisa bertetangga denganmu.” Se Jun tersenyum ramah, matanya melengkung, berbinar-binar, manis sekali. Sampai-sampai Se Rin nyaris terjerat dalam pesonanya. Belum pernah ia melihat laki-laki penuh semangat dan sekaligus tampak sangat polos.
“Jika kau membutuhkan bantuanku panggil saja, jangan segan-segan karena ini pertama kalinya aku mempunyai tetangga. Bahkan sebelumnya aku tidak pernah membayangkannya,” celoteh Se Jun hanya ditanggapi cengiran dari Se Rin yang mengeryit sambil menatap intens ke arahnya, Hee Yeon mencoba mengingat sesuatu mengenainya.
Tetangga pertamanya, memangnya dia datang dari mana? Apa dulunya ia tinggal di hutan belantara atau rumahnya terapung di tengah laut? Se Rin terkekeh kecil saat pertanyaan tak masuk akal terlintas di benaknya. Tak lama ia menyadari kalau wajah Se Jun tampak tak asing.
“Apa ada sesuatu di wajahku?”
“Tidak,” Se Rin buru-buru menambahkan, “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Kali ini Se Jun yang melontarkan kata ‘TIDAK’. Tak puas akan jawabannya Se Rin kembali bertanya, “Coba ingat-ingat di akhir musim panas bulan lalu, apa kau pernah tertabrak mobil?”
Tentu saja Se Jun ingat, kejadian terburuk dalam hidupnya adalah ketika menyaksikan kematian rekan-rekannya dan sesaat ia kehilangan akal sehat karenanya. Berlari cepat menuju cahaya yang bergerak di jalanan sepi, ia tahu cahaya itu dari lampu mobil, seketika itu juga ia berhenti di depannya dan kemudian tubuhnya tertabrak. Samar-samar ia mengingat satu wajah lelaki mendekatinya yang terbaring di aspal, lalu wanita berambut panjang kecoklatan memandang khawatir padanya sambil berkata… dia tidak matikan?
“Kim Se Rin!” ujar Se Jun dengan pupil mata melebar, wanita yang dicarinya ternyata benar-benar seorang akrtis.
ΘΘΘ