Berita utama hari ini: Skandal antara Farah dan Tara!
Di bawah tulisan besar berwarna merah terang yang menarik perhatian, reporter itu menulis beberapa ribu kata. Dia bahkan menggali sejarah cinta sekolah dasar Farah. Berita itu semakin menarik karena sang reporter menyertakan foto Farah yang cantik sedang mengenakan rok pendek dan tengah mabuk sambil berbaring di samping beberapa pria.
Setelah menutup koran itu, Yura dalam suasana hati yang baik. Dia menyenandungkan lagu di balkon yang kosong. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan terdengar suara seorang pria dengan nada dingin.
"Kamu sangat bahagia sekarang?" tanya Dion. Yura berbalik dengan canggung, tidak tahu bagaimana menghadapi tatapan Dion.
Dion merasa curiga tadi malam. Hal pertama yang dilakukan Dion setelah bangun adalah mendatangi Yura di kamarnya. Bukankah seharusnya Dion terlalu sibuk untuk mengurus hal semacam itu? Mengapa dia kini begitu peduli dengan urusan Tara dan Farah?
Melihat Yura tidak menanggapi, Dion mengambil beberapa langkah lebih dekat, hampir mendorong gadis itu ke dinding.
"Kamu mendekatiku hanya untuk membalas dendam pada Tara?" tanya Dion dengan tatapan setajam pisau. Yura tercengang. Ia terdiam tanpa sepatah kata pun.
"Tidak heran kamu mengatakan bahwa Tara adalah bajingan hari itu," ucap Dion memutar kembali memorinya saat Yura baru saja bangun di rumah sakit.
Napas Yura tercekat. Ternyata Dion salah paham padanya! Wajah Dion salah paham terhadap tingkah laku Yura yang tiba-tiba mendekatinya lagi, tapi Yura tidak bisa menjelaskan tentang apa yang terjadi pada dirinya.
Ia tidak mungkin bilang pada Dion bahwa dia sebenarnya sedang menjalankan hidupnya yang menderita di tahun 2019. Lalu, ia tiba-tiba kembali ke saat ini, enam tahun sebelumnya, dan tahu semua yang akan terjadi. Itu terlalu mustahil!
"Jawab aku! Jangan diam saja," Dion mengguncang tubuh Yura.
Yura segera menggelengkan kepalanya dengan putus asa, "Tidak, tidak, kamu salah paham. Aku memang ingin membalas dendam terhadap mereka, tapi aku tidak mendekatimu lagi untuk itu."
"Kenapa begitu?" jawab Dion masih tidak percaya.
Yura menarik napas dalam-dalam dan mencoba menjelaskannya lagi, "Karena aku tiba-tiba menemukan siapa yang sebenarnya sangat mencintaiku."
Dion membeku.
Melihat wajah tampan Dion dari dekat, Yura merasa sedikit tercengang untuk beberapa saat. Mengapa ia tidak menyadari bahwa pria ini terlihat sangat menawan? Ia benar-benar dibutakan oleh Tara saat itu.
Di pintu, Reza dan Wawan memandang Dion yang sedang berjalan pergi keluar dari kamar Yura dengan ekspresi aneh.
"Katakan, apakah tuan muda sedang tidak mood hari ini?" tanya Wawan.
"Kurasa karena Yura," jawab Reza tidak yakin.
"Sebenarnya apa yang Yura pikirkan? Dia bilang tidak ingin pergi bersama tuan muda ke sini sebelumnya, tapi sekarang kenapa sangat menempel pada tuan muda?" Wawan bertanya-tanya.
"Dari yang kudengar, sepertinya Yura tiiba-tiba mengetahui seberapa baik tuan muda padanya," pungkas Reza setelah mendengar beberapa pembicaraan dari Yura dan Dion tadi.
"Tidak, tidak, sama sekali tidak mungkin!" Wawan dengan hati-hati melihat ke pintu kamar Yura, "Apakah kamu sudah lupa betapa liciknya dia sebelumnya? Wanita ini pasti ingin memainkan beberapa trik baru, kita harus melindungi tuan muda!"
...
Pada saat yang sama, di dalam kantor yang mewah.
"Tara, aku… apa yang harus kulakukan?" Farah menangis. Dia sama sekali tidak memiliki bakat maupun dukungan di belakang panggung, dan dia bisa berjalan selangkah demi selangkah hingga mencapai titik ini berkat bantuan Tara. Lalu, datanglah berita ini. Berita yang menghancurkan karirnya!
"Tara? Kenapa kamu tidak menjawab?" Melihat Tara tidak merespon, Farah menangis lebih kencang, "Harusnya tahun ini aku akan mendapatkan piala itu, tapi ternyata justru Yura yang mendapatkannya lagi. Bagaimana aku bisa melanjutkan karirku jika begini? Kamu harus membantuku! "
Tapi tidak peduli sekeras apa pun Farah menangis, tidak rasa kasihan di wajah pria itu. Tara memanggil penjaga. "Penjaga, bawa dia keluar." Tara mengerutkan kening dengan jijik, "Kontrak Farah dengan perusahaan kita telah dibatalkan. Jangan biarkan aku melihat wanita ini lagi!"
"Tidak ... tidak!" Farah panik, "Tara, jangan mengusirku, aku bersedia melakukan apa pun yang kamu inginkan. Aku berjanji. Jangan usir aku!"
Tara berbalik dan tidak menanggapinya. Para penjaga telah berkumpul di ruangannya.
"Tara ..." Farah menangis dan membuat riasan wajahnya luntur. Ia benar-benar tidak peduli lagi dengan harga dirinya dan duduk di tanah, menangis seperti tikus.
Di pintu masuk Tara's Entertainment, seorang wanita berbusana rapi berjalan dengan menawan. Dia mengenakan kacamata hitam dan diikuti oleh tujuh atau delapan pengawal berkulit hitam. Ia adalah kakak Tara yang juga pemegang saham di perusahaan itu. Dia bernama Marissa Tiba-tiba, seolah-olah dia telah menemukan sesuatu, dia mengalihkan pandangannya ke sudut kantor.
Ada seorang wanita duduk di sana, rok putihnya tertutup debu, dan riasan wajahnya telah luntur karena air mata. Marissa tersenyum tipis dan berjalan dengan arogan ke arahnya.
"Oh, bukankah kamu Farah?" tanya Marissa dengan nada merendahkan.
Farah mengangkat kepalanya, matanya yang bengkak tidak lagi memancarkan aura bintang.
"Siapa yang mengganggumu. Kenapa kamu menangis seperti ini?" Marissa membungkuk, dan mengulurkan jari-jari rampingnya ke wajah Farah untuk mengusap air matanya.
Farah tidak berbicara, tetapi menatapnya dengan lugas, samar-samar terlihat amarah di matanya. Dia tahu bahwa Marissa adalah teman baik Yura. Wanita ini datang padanya sekarang, dia pasti ingin mengejeknya!
"Kenapa kamu menatapku begitu? Bukan aku yang memutar rekaman itu di panggung." Marissa terkekeh dan melanjutkan, "Aku tahu kamu membenci Yura, kenapa kita tidak membuat kerja sama saja?"
Marissa menatap Farah yang malu di depannya dengan bangga. Tak lupa ia memberikan senyum dingin padanya. "Bagaimana kalau kita hancurkan masa depannya?"
"Kenapa? Bukankah kamu teman baik Yura?" Farah mengerutkan kening.
"Karena menurutku dia tidak enak dipandang," jawab Marissa dengan santai.
...
Matahari sudah di atas kepala. Yura mencengkeram perutnya dan berjalan keluar kamar.
"Aku sangat lapar, apa yang enak untuk makan siang hari ini, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Ketika dia berjalan ke bawah, sudah ada makanan lezat di atas meja. Saat dia hendak mengambil sendok, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Yura melihat sekeliling untuk waktu yang lama, tetapi dia tidak melihat Dion.
"Dion? Waktunya makan siang!" seru Yura. Namun, setelah dia mencari ke mana-mana, dia tetap tidak menemukan Dion. Bukan hanya Dion, tetapi juga Reza dan Wawan, serta pelayan seluruh vila itu tidak ada di sana! Yura sedikit bingung, apa yang terjadi?
Bahkan jika mereka memiliki suatu urusan di luar vila, bukankah seharusnya mereka memberitahu Yura? Memikirkan ingatannya tentang kehidupannya enam tahun kemudian, Yura merasakan sakit di tenggorokannya.
Mungkinkah Tara saat ini sedang membalas dendam pada Dion, jadi Dion tidak ada di vila ini? Tanpa berpikir panjang, Yura segera meneleponnya. Saat teleponnya belum tersambung, tiba-tiba pintu dibuka dengan keras.
"Dion! Kemana kamu pergi?" Yura lega Dion telah kembali, dan berlari dengan penuh semangat ke arahnya. Tapi, ada orang lain di pintu.
Rambut abu-abu orang itu terlihat rapi. Aura dingin di matanya seperti pisau belati. Yura sangat ketakutan sehingga dia tidak berani bergerak. Yura tetap diam di tempatnya.
Dia sangat akrab dengan orang itu. Dia adalah ayah Dion, Pak Gunawan, yang juga direktur utama di perusahaan yang dikelola oleh Dion. Yura tersenyum lembut berusaha menyapa Pak Gunawan.
"Paman… Kenapa paman ada di sini?" tanya Yura ragu-ragu.