webnovel

Ajakan Makan Malam

Ketika Alana kembali ke asrama, Jessica sedang menghafal sesuatu dari bukunya di dalam kamar mereka. Melihat Alana kembali, dia melempar bukunya dan mendekati Alana untuk bergosip dengannya.

"Ada dengan ekspresimu itu?" tanya Jessica heran.

"Aku … berhasil."

"Hei! Selamat, Kau berhasil membujuknnya! Tapi, kenapa ekspresimu begitu? Atau Reynaldi mengajakmu tidur sebagai gantinya?"

"Palamu!"

Alana menatapnya diam dengan wajah pucatnya, lalu berbaring di atas tempat tidur. Dia berkata dengan nada sedih, "Ini lebih dari itu, Jess!"

"Oh? Benarkah? Ceritalah." Kedua tangan Jessica disilangkan di dadanya, seolah-olah dia sudah menduga itu sebelumnya.

Memang jika kau memanfaatkan Reynaldi, pasti ada harga yang harus dibayar kan?, batin Jessica.

Alana berbalik dengan tatapan hampa. "Dia ingin aku mengajarinya menari, dan dia ingin kami mengikuti kompetisi untuk memperebutkan piala ..."

"Serius?! ... Haha! Hahahaha!"

"..."

Sepanjang malam itu Jessica puas menertawai nasib Alana dan Alana mimpi buruk. Kedua kakinya diinjak oleh Reynaldi hingga menjadi tidak karuan, menjadi seenggok daging cincang! Dan dia terbangun di tengah malam kerananya.

————

Dua hari kemudian, ada kabar bahwa Angga menyetujui perjanjian sponsor klub Alana, dan Reynaldi juga berbicara dengan Angga secara pribadi.

Alana dapat membayangkan bagaimana ekspresi Paman Jessica saat itu. Sayang dirinya tidak ada di tempat waktu itu, tetapi dia berpikir bahwa lebih baik mereka tidak bertemu lagi.

Namun--

"Alana, pamanku ingin bertemu denganmu", ujar Jessica kepada kepada Alana saat sedang bertelepon dengan pamannya. Saat ini mereka sedang beristirahat di lantai ruang olahraga.

"Apa?! Apa maksudmu!"

Wajah Alana yang terkejut itu menurut Jessica lucu.

"Pamanku tidak mengajakmu aneh-aneh, mengapa kau kaget begitu? Dia akan kembali ke London besok. Dia mengatakan padaku kalau ingin mentraktirmu makan sebelum pergi untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya."

"Bukan begitu ... aku hanya sedikit terkejut." Alana menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Nalurinya mengatakan bahwa dia tidak boleh bertemu dengan paman itu lagi ...

"Jess, tidak perlu repot-repot. Selain itu, kita yang seharusnya berterimakasih padanya!", ujar Alana.

Jessica juga berpikir bahwa tidak perlu makan malam juga, jadi dia berbicara dengan Angga lagi dan menyampaikan kata-kata Alana kepadanya.

Alana hanya diam dan menguping pembicaraan mereka berdua, tanpa mengedipkan matanya. Kemudian dia mendengar suara Angga yang terdengar sangat dalam dan seksi di telinganya.

"Karena dia pikir dia harus berterima kasih padaku, biarkan Alana mengundangku makan malam. Aku tidak akan menolak."

Mati kau, Alana!

Jessica berbicara dengan nada mencibir, "Apa? Kau kan yang memintaku untuk mengundannya makan malam? Atau kau mau bertanya sendiri padanya?"

Alana memelototi Jessica, dan dia berkata dengan keras ke telepon, "Paman adalah senior bagi saya, jadi saya harus menghormati yang tua! Tentu saja itu akan menyenangkan!"

"..."

"..."

————

Jadi, Alana pulang dari kampus setelah kelas sore. Dia terus memikirkan undangan makan malam tadi sepanjang sore tetapi ada sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya. Dia ingin bertanya langsung ke Jessica ...

Angga sangat sibuk, mengapa dia tertarik bekerja sama dengan klub kecilnya?, pikirnya penasaran penasaran.

Tapi Jessica masih ada kelas di malam hari ...

Saat sedang berpikir, sebuah mobil sport hitam berhenti tepat di depannya. Angga datang tepat pada waktunya.

Setelah masuk ke dalam mobil, Alana menyapa dengan sopan, "Halo, Paman."

Angga menatapnya dengan lemah dan mendekatkan wajahnya, "Jika kau memanggilku paman, bukankah menurutmu aku terlihat tua?"

Alana memundurkan tubuhnya hingga menempel di kursi mobil. Tubuhnya sedikit menegang.

"... Jessica memanggilmu paman.", ujarnya pelan.

Alana berkata dengan dirinya sendiri: Dia kan sudah lebih dari tiga puluh, bukankah sudah tua?

Angga mengaitkan sabuk pengaman Alana, "Jessica adalah Jessica, kau adalah kau."

Apa? Apa maksudnya?, batin Alana bertanya-tanya.

"Mau makan dimana?"

"Oh ... itu … Um, di Jalan Borneo?"

Alana bertanya dengan hati-hati.

"Dimana tempatnya?"

"Oh, itu sangat dekat. Saya akan menunjukkan arahnya."

Faktanya, Alana menyesal telah mengundangnya makan malam untuk menjadi makan malam mereka. Ini adalah pertengahan bulan, dan dia sudah bokek.

Ibuku hanya memberiku uang di awal bulan. Masih setengah bulan lagi untuk bertahan hidup dengan uang itu ...

Angga mengikuti arahan Alana dan mengemudi sekitar lima atau enam menit sebelum tiba di tempat yang disebut .

Dia turun dari mobil, alisnya sedikit terangkat. Sedangkan Alana hanya menunduk "Paman?"

"Kau mengajakku makan di warung pinggir jalan?"

"Ini bukan warung pinggir jalan. Ini tidak buruk seperti yang Anda pikirkan! Saya dan Jessica sering makan di sini!" jawab Alana.

Alana hanya pasrah, memikirkan Angga yang tidak menyukai tempat makan yang dia pilih. Bagi orang seperti Angga mungkin makan di pinggir jalan seperti ini bukanlah seleranya..

Jadi, Alana hanya terdiam dan menunggu Angga berbalik dan pergi.

Angga melirik ke arahnya, ekspresinya terlihat sangat pucat, tanpa ada emosi di sana. Sedangkan, Alana menelan ludahnya tanpa sadar ...

Dia terlalu berlebihan, bukan! Bagaimanapun juga dia adalah paman Jessica juga telah setuju untuk mensponsori klub mereka... Tapi bagaimanapun juga, Alana tidak mampu untuk mentraktirnya di restoran mewah, dan hanya tempat ini satu-satunya yang dia mampu untuk membayar!

"Paman, jika Anda tidak menyukai tempatnya—"

"Ayo masuk."

"..."

Tubuh tegap ramping yang berbalut jaket abu-abu muda itu melangkah maju. Tidak peduli bagaimana Alana melihatnya, sosok Angga yang terlihat wah tidak cocok di tempat seperti ini, "warung burjo".

Alana tidak mengharapkan Angga untuk mau makan ditempat ini dan menjadi khawatir. Rasa gugupnya membuat Alana tanpa sadar terus menggigit kuku jarinya.

"Paman, cukup ramai di sini, jadi ..."

Alana berjalan mendekat dan berinisiatif memberi jalan untuk Angga karena tempatnya yang cukup ramai.

Angga melirik sosok yang mengenakan sweater merah maroon yang dipadukan dengan celana jeans robek, sepatu kets dan membawa tas di punggungnya. Gadis itu terlihat masih muda, sekitaran usia anak SMP

"Jessica bilang Anda berasal dari Banten."

"Bukan, lebih tepatnya Jakarta!" kata Alana mengoreksi. Dia kemudian menoleh dan tersenyum pada Angga "Reynaldi juga!"

"... Aku tahu."

"..."

Baik. Semuanya menjadi canggung.

"Paman, tidak perlu merasa sungkan dan merasa khawatir. Reynaldi dan saya sudah berteman lama. Saya bisa membujuknya juga kalau paman butuh apa-apa. Selain itu, bisnismu sangat bagus, jadi dia akan—"

"Aku juga tahu itu."

"..."

Okey ...

"Paman, sebenarnya Jessica punya waktu untuk besok. Kita bertiga bisa makan bersama."

"Aku sibuk."

"..."

Yah. Besok dia akan ke Inggris dan akan sibuk, tapi mengapa dia memiliki waktu untuk makan malam denganku?, batinnya bertanya-tanya.

"Paman, kau mau makan apa? Ayam goreng, tempe bacem, mie goreng, mie kuah pedas. Oh ini! Ada siomay juga! dan sate usus warung ini sangat enak, lho!"

"Kau saja yang pilihkan."

"..."

Ahhhhh! Alana tahu ini akan menjadi sebuah masalah! Paman ini sangat irit bicara sekali!

Sayangnya jessica tidak ada di sini ...

Dia tidak tahan dengan respon yang dingin itu dan membuatnya jengkel.

Jadi, kenapa Alana harus repot-repot mengundangnya makan malam? Makan bersama? Sebagai ucapan terima kasih? Apakah memang seperti itu? Ini sama saja membuatnya malu ...

"Ah. Kalau begitu makan seblak telur saja!"

Alana mendengus dalam hatinya, dan berjalan cepat menuju sebuah kedai kecil dimana menjual seblak telur yang menjadi favortinya. Dia tidak lupa menoleh dan memberi tahu Angga. "Paman, tidak boleh protes ya!"

Angga menganggap sikap Alana itu sangat lucu.

Dia benar-benar memperlakukan Angga seperti orang tua? Dia tidak setua itu, bukan?

Bab berikutnya