Hari yang sudah kujanjikan akhirnya tiba, kami berhasil mengurus izin ke departemen supaya diberi cuti selam 3 hari. Aku dan lilith berencana pergi ke rumah kami dulu, tepatnya ada di Hokkaido.
Kami sudah mengumpulkan beberapa informasi tentang kota ini, salah satunya adalah nama Hokkaido sudah diganti dengan district H. Dan dalam catatan sejarah, seluruh nama kota sengaja diubah menjadi "district" karena untuk mempermudah pemanggilan nama kota.
Namun, itu semua hanya akal-akalan pemerintah saja. Night memberitahuku, kalau sebenarnya pemberian nama kota dengan sebutan district hanyalah untuk mempermudah pemerintah terutama bagian pertahanan untuk mengawasi pengguna Gen-X yang masih hidup.
District H memiliki tingkat kriminal yang tergolong kecil, bahkan bisa dibilang hampir tidak pernah ada kejahatan disana. Inilah kenapa kami sangat mudah mendapat izin untuk pergi ke sana, walaupun pada akhirnya Night meminta seseorang untuk ikut menemani kami. Dan orang itu adalah...
"Yo, selamat pagi Snow."
"Kenapa harus kau, sampah."
Ya, Night meminta si sampah ini untuk menemani kami. Kalau boleh memilih, aku lebih memilih Tree yang menemani kami.
"Oh, Kak Shin sudah sampai."
"Nona Lilith!"
Si sampah ini langsung berlari kearah adikku, dengan sigap aku menghalanginya.
"Dengarkan aku, sampah. Aku terpaksa menyutujui kau ikut karena ini perintah dari Night, tapi jika kau berani menyentuh adikku sekali saja, akan kubekukan tubuhmu lalu akan kuhancurkan sampai menjadi potongan-potongan kecil."
"Kakak, jangan kasar! Ayo kak Shin, silahkan masuk."
"Baik, terimkasih nona Lilith."
Si sampah masuk ke apartemen kami sambil menunjukkan wajah ejekan kearahku, aku sempat ingin memanggil Y-MIRai tapi Lilith mencegahku.
***
Kami memerlukan waktu 15 menit untuk bersiap, ini cukup cepat karena si sampah menolong adikku membereskan semua perlengkapan. Tapi dia sama sekali tidak mau membantuku, dan itu membuatku menjadi yang terakhir selesai.
"Oke, semua sudah selesai. Terimkasih Kak Shin sudah mau membantu."
"Apapun untukmu nona Lilith."
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu, panggil saja Lilith."
"Baiklah kalau begitu, Lilith."
Sial, mereka semakin akrab saja. Aku sangat jengkel melihat mereka bersama, ingin sekali kupisahkan mereka, tapi ada hal penting yang harus kulakukan.
"Kakak, ayo kita berangkat."
"..."
"Kakak?"
"Ah maaf."
"Ada apa Snow?"
"Tidak ada apa-apa, kalian keluar duluan saja."
Aneh sekali, sudah kuhubungi berkali-kali tapi panggilanku sama sekali tidak diangkat? Apa terjadi sesuatu padanya? Mungkin aku harus menengoknya dulu sebelum berangkat.
***
"Maaf membuat kalian menunggu, aku ingin kita segera berangkat tapi ada sesuatu yang harus ku katakan. Aku harus pergi ke..."
"Anu, sepertinya aku tau yang ingin kau katakan Snow."
Shin menunjukkan jarinya ke depan, dan seketika itu aku terkejut dengan apa yang ada didepan kami, Tania dan kedua pelayannya bersama Jasmine ada didepan apartemen kami. Dan aku melihat ada satu koper yang lumayan besar diantara mereka berdua, ada apa ini?
"Selamat pagi Snow."
"Selamat pagi Tania, Anu... sebenarnya ada apa ini?"
"Aku hanya mengantarkan Jasmine kesini, dia akan ikut ke perjalanan kalian."
"Tunggu! Apa?!"
"Papa yang memintaku untuk memberitahu Jasmine kalau kalian akan pergi ke district H, dan papa juga mengizinkan Jasmine untuk ikut bersama kalian."
"Anu... maaf kalau mendadak, apa aku mengganggu kalian?"
"Tidak kak, aku justru senang karena kak Tania dan kak Jasmine mau ikut bersama kami."
"Maaf Lilith, tapi aku tidak ikut."
"Eh! Kenapa kak Tania?"
"Papa dan Mama melarangku, karena aku masih harus menjalani perawatan beberapa hari di rumah sakit. Mungkin, dikesempatan lain aku akan ikut dengan kalian. Snow, jaga Jasmine dan adikmu ya."
"Ya, aku pasti melakukannya."
Seketika aku mendapat pesan singkat dari Night, didalamnya ia mengatakan kalau alasan dia mengizinkan Jasmine ikut karena dia masih menjadi target misiku, jadi kemanapun aku pergi, Jasmine harus ikut bersamaku.
Ya, mau bagaimana lagi. Padahal tadi aku ingin memberitahunya, tapi karena Jasmine sudah tau dari Tania apa boleh buat. Justru ini mempermudah pekerjaanku, dan ini juga bisa untuk menebus kesalahanku karena tidak menemuinya selama seminggu.
"Baiklah, ayo kita berangkat Jasmine."
"Ya."
Dia tersenyum sangat lebar, dan senyumannya lebih hangat dari biasanya.
"Kami pergi dulu ya kak Tania."
"Ya hati-hati."
Dalam perjalanan ke stasiun aku sedikit menyempatkan waktu untuk mengirim pesan ke Tania, sejujurnya aku sangat ingin kami bisa pergi bersama.
***
"Pesan? Dari siapa?"
Tania, maaf karena merepotkanmu. Sejujurnya aku juga ingin kamu bergabung dengan kami, tapi kesehatanmu adalah yang utama. Aku berharap agar kau segera sembuh.
"Dasar Snow, inilah kenapa... aku...."
"Nona, saatnya kita berangkat."
"Baiklah, mari pergi."
***
Untuk bisa sampai ke district H, kami harus menempuh waktu selama kurang lebih 17 jam. Jujur saja, ini sudah 5 jam perjalanan tapi aku sama sekali tidak merasakan lelah. Itu karena disampingku ada Jasmine, seperti biasa kami mengobrol berbagai hal untuk mencairkan suasana dan obrolan panjang ini sama sekali tidak membuatku bosan.
"Snow sebenarnya aku sudah mendengar soal matamu dari ibu Aoki, tapi tidak kusangka matamu jadi seperti ini."
"Apa aku terlihat aneh?"
"Awalnya iya, tapi lama-kelamaan matamu itu terlihat indah."
"Terimakasih Jasmine."
Meskipun mengobrol dengan Jasmine membuatku sangat nyaman, tapi ada satu hal yang membuatku sangat jengkel, dan ini semua karena ulah si sampah. Dia sengaja mengatur tempat duduk kami supaya dia bisa duduk bersebelahan dengan Lilith dan aku duduk bersebelahan dengan Jasmine, tempat duduk kami saling berhadapan. Sepanjang jalan mereka selalu terlihat sangat dekat, dan aku sangat tidak suka dengan pemandangan ini.
"Snow, ada apa? Kau terlihat sangat kesal."
"Eh... tidak ada apa-apa."
Aku mengatakannya sambil sedikit menggigit bibirku, rasa kesal ini tidak bisa kutahan lagi!
"Apa kau khawatir dengan mereka berdua?"
"Sejujurnya... ya, aku sangat khawatir."
"Menurutku, Shin bukan orang yang jahat."
"Eh! Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"
"Soalnya mereka berdua terlihat sangat senang kan, terlebih lagi Shin terlihat sangat perhatian dengan adikmu. Aku yakin kalau dia tidak akan berbuat aneh, jadi kau tidak perlu khawatir."
"Tapi, tetap saja..."
Jasmine hanya tertawa kecil melihat tingkahku ini, kemudian dia menyentuh wajahku lembut.
"Tenang saja, aku bisa jamin tidak akan terjadi apa-apa."
"Apa yang membuatmu seyakin itu?"
"Soalnya kalian sangat mirip, kau orangnya juga sangat perhatian Snow. Dan kau tidak pernah berbuat aneh-aneh padaku maupun Lilith, jadi aku yakin kalau mereka berdua akan baik-baik saja."
Jasmine perlahan bersandar di pundakku, dan dia mulai menggenggam tanganku.
"Kau adalah orang baik Snow, jadi kau tidak perlu khawatir lagi."
"Jasmine, aku..."
Belum selesai kubicara, si sampah tiba-tiba menyela perkataanku.
"Heh... jadi seperti ini ya kelakuan kalian saat dibiarkan berdua."
"Ya, kakak dan kak Jasmine selalu seperti ini."
Mereka berdua tertawa melihat tingkah kami, ini membuatku sangat malu. Dan sekita itu juga Jasmine berhenti menggenggam tanganku dan dia langsung menutupi wajahnya dengan tasnya.
"Anu... maafkan sikapku tadi... dan bisakah kalian berhenti mengejek kami seperti itu."
Manis! Ini pertama kalinya aku melihatnya seperti ini. Tidak! Dia memang sering seperti ini, tapi kali ini Jasmine jauh lebih manis dari biasanya.
"Kak Jasmine sangat manis!"
Lilith tiba-tiba memeluk Jasmine lalu menjahilinya, sepertinya adikku baru saja mendapatkan mainan baru.
"Tidak ada pilihan lain, Snow ikut aku sebentar."
"Ada apa? Aku tidak mau kalau tidak penting."
"Ayolah ikut saja."
Si sampah ini menunjukkan kode tangan kalau ada hal penting yang harus ia sampaikan, ada apa sebenarnya?
***
"Jadi, ada apa?"
"Gadis itu, bukankah dia target misimu?"
"Ya kau benar."
"Lalu kenapa hubungan kalian sangat dekat?"
"Kami berteman, awalnya aku hanya menjalankan misi untuk mengawasinya dan menjadi teman palsunya, tapi lama-lama aku tidak merasakan sesuatu yang mencurigakan darinya, itulah kenapa aku memutuskan untuk benar-benar menjadi temannya. Kau juga sudah membaca semua laporan itu kan, apa kau tidak percaya padaku?"
"Tidak, aku sangat percaya. Hanya saja, dia sangat aneh."
"Aneh?"
"Ya, aku tadi sedikit memasukkan bayanganku kedalam tubuhnya."
"Hei, itu tindak pelecehan namanya."
"Aku tau, hanya saja aku sangat penasaran."
"Lalu apa yang kau dapatkan?"
"Sesuatu yang unik, kurasa. Meskipun dia terlihat seperti manusia biasa, tapi aku merasakan sedikit jejak serum X di dalam tubuhnya."
"Tunggu? Jadi maksudmu dia juga pengguna Gen-X."
"Tidak, aku sama sekali tidak merasakanya. Baik itu Gen-X, Soul, ataupun energi seperti kita, semuanya tidak ada dalam tubuhnya. Tapi dengan adanya jejak serum X dalam tubuhnya itu yang membuatku penasaran, aku sebenarnya ingin meneliti lebih lanjut dengan memasukkan kembali bayanganku. Tapi aku butuh izinmu Snow."
"Kenapa aku?"
"Karena pemasukan bayangan kedua ini akan memakan waktu yang sedikit lebih lama, terlebih lagi sepertinya dia hanya mau mendengarkanmu."
"Apa maksudmu? Aku tidak terlalu paham."
"Ya ampun! Intinya kau yang bertanggung jawab apabila sesuatu terjadi dengannya, dan itulah kenapa aku meninta izinmu."
"Oh baiklah, kuizinkan. Tapi itu tidak akan menyakitinya kan?"
"Tenang saja, kau bisa mengandalkanku."
Tidak kusangka si sampah mau repot-repot ikut menyelidiki misiku.
"Oh ya satu lagi Snow, apa kau tidak takut kalau suatu saat nanti dia membencimu kalau tau semua kebohongan ini?"
"Aku tidak tau."
Jujur saja, aku masih bimbang dengan apa yang akan terjadi saat semua ini berakhir dan dia tahu semua kebenarannya.
"Lebih baik kau pikirkan mulai dari sekarang, karena menurut pengalamanku itu akan sangat menyakitinya."
"Shin..."
"Hahaha, ayo kembali. Mereka pasti khawatir kalau kita terlalu lama"
"Ya."
***
"Kalian lama sekali, ada apa sebenarnya?"
"Hanya masalah pekerjaan kami."
Si sampah! Apa dia sengaja mengungkit pekerjaan kami.
"Oh, jadi Shin juga bekerja di tempat paruh waktunya Snow ya."
"Paruh waktu?"
Aku langsung menginjak kakinya, dan memberikan kode untuk mengikuti alur saat ini.
"Oh aku mengerti, ya aku juga bekerja paruh waktu."
"He... aku baru tau kau punya teman kerja Snow."
"Jadi dia tidak pernah cerita tentangku?"
"Aku tidak pernah cerita karena kau baru ikut kerja beberapa minggu yang lalu!"
"Kalian sangat akrab ya."
"Hahaha tentu saja, kami adalah rekan kerja."
"Hah?! Siapa yang mau jadi rekanmu?!"
"Ayolah Snow, jangan begitu. Nanti kuberitahu boss lho, kau sangat takut dimarahinya waktu itu kan?"
"Hah?! Bukankah kau sendiri juga ketakutan?! Sampah!"
Kami lalu berdebat tanpa henti, sampai semua orang di kereta ini memandangi kami.
"Hahaha... kalian ini memang akrab ya."
"Kami tidak akrab!"
Jawaban kami yang bersamaan membuat Jasmine tidak bisa menahan tawanya lagi, Lilith juga ikut tertawa. Dan pada akhirnya kami dimarahi staf kereta karena membuat keributan, ini pengalaman paling memalukan seumur hidupku.
"Sudahlah kalian berdua, akui saja. Kalian sangat cocok menjadi partner."
"TIDAK AKAN!"
***
Perjalan ini sangat jauh, kami harus berulang kali berganti kendaraan. Mulai dari kereta, bus, dan pada akhirnya kami harus menyebrang pulau untuk bisa sampai ke District H.
Tapi kapal yang akan kami naiki baru akan berangkat besok pukul 8 pagi, kami terpaksa beristirahat di District O. District ini adalah district pesisir yang sering di datangi para pelancong, tempat ini juga terkenal karena pemandangan pantai dan pasir putihnya yang sangat bersih.
Kami memutuskan untuk menginap di salah satu penginapan yang dekat dengan pelabuhan, penginapan ini memiliki design bangunan klasik district A, sama persis dengan design rumahnya Jasmine.
"Nah, aku sudah dapat kuncinya. Sekarang ayo kita bagi kamarnya, kamar no. 3 untukku dan Lilith dan kamar no. 4 untuk Snow dan Shin."
"Aku tidak mau satu kamar dengannya."
"Oh... jadi kau lebih memilih aku satu kamar dengan Lilith ya? Kau sangat baik Kak Snow."
"Itu yang lebih tidak kuinginkan! Dan jangan panggil aku dengan sebutan itu! Aku bukan kakakmu!"
Pada akhirnya aku terpaksa menyutujui usulan Jasmine, dan untungnya dalam kamar ini ada 2 kasur, kalau tidak akan kubuat si sampah ini tidur di lantai.
"Kalau begitu aku pergi dulu."
"Mau kemana kau?"
"Aku mau pergi jalan-jalan dengan Lilith, dia sendiri yang mengajakku."
"Jangan bercanda!"
Dia menunjukkan layar handphonenya didepan wajahku, disana aku bisa melihat Lilith mengatakan kalau dia mau belanja sebentar dan meminta si sampah ini untuk menemaninya.
"Tidak bisa dipercaya."
"Baca juga bagian bawahnya."
"Bawah?"
Disana tertulis "Kalau kakak protes, tunjukan pesan ini padanya.", sial!
"Jadi bagaimana Snow? Aku boleh pergi kan?"
"Baiklah, tapi hanya kali ini saja."
"Oke, terimakasih."
"Tunggu!"
"Apa lagi?"
"Jaga adikku."
"Aku sudah tau itu, kau tenang saja."
***
Sementara mereka pergi keluar, aku mulai membereskan barang-barangku dan sedikit mengistirahatkan badanku di kasur. Banyak hal yang kupikirkan, mulai dari apakah rumah kami dulu masih utuh atau tidak, letak makam ibu, dan... aku memikirkan apa yang dikatakan si sampah dikereta tadi. Dia benar, jika Jasmine mengetahui kebenarannya dia bisa membenciku. Tapi, aku benar-benar tidak mau itu terjadi, dan perasaan ini tidak palsu. Meskipun begitu, apakah dia mau menerima kenyataan bahwa aku bukanlah manusia biasa, terlebih manusia biasa tidak akan bisa menerima keberadaan "monster" seperti kami.
"Aku sangat bingung."
Ditengah kebingungan ini, ada seseorang mengetuk perlahan pintu kamarku. Siapa?
"Anu... Snow, apa kau ada di dalam?"
"Ya, tunggu sebentar."
Saat kubuka pintu Jasmine sudah mengenakan pakaian santai dengan tas kecil di tanagannya, dia menundukkan wajahnya ke bawah.
"Hai, Snow."
"Hai, ada perlu apa Jasmine?"
"Anu... begini... apa kau sibuk sekarang?"
"Tidak juga."
"Jadi begini... aku mau mencari beberapa barang..."
Sudah bisa kutebak, dia pasti ingin aku menemaninya.
"Baiklah, akan kutemani."
"Eh! Bagaimana bisa..."
"Aku sudah bisa menebaknya, ayo kita pergi sekarang."
***
Suasana senja hari ini begitu indah, ramai warga lokal yang keluar. Tempat ini memang terkenal dengan pusat jual belinya, terutama hasil lautnya, tidak jarang juga ada beberapa barang dari luar District yang dijual disini.
"Hei pasangan muda disana!"
"Maksud bapak... kami?"
"Iya siapa lagi, ayo kemari dan lihatlah berbagai souvernir indah dari district ini."
Karena tidak tau mau kemana, kami memutuskan untuk meladeni tawarannya.
"Ada apa saja pak?"
"Untuk pasangan muda seperti kalian, saya sarankan gelang dengan hiasan kulit kerang ini. Bagaimana?"
"Maaf sebelumnya pak, tapi kami bukan pasangan. Kami hanya teman, benarkan Snow?"
Aku hanya mengangguk pelan, penjual souvenir tampak kebingungan dengan jawaban kami.
"Sayang sekali, padahal kalian berdua terlihat sangat serasi."
Kami berdua hanya tertawa kecil mendengar pendapatnya, ini bukan pertama kalinya kami disebut pasangan. Sebelumnya kami sudah sering disebut pasangan di district C, baik di sekolah, luar sekolah, bahkan di cafe langganan kami. Aku sudah terbiasa dipanggil begitu, karena kami memang terlihat seperti itu. Sayangnya, kami tidak memiliki rasa saling suka.
"Hei, gelangnya bagus juga Snow."
"Kamu mau?"
"Tapi bapaknya bilang ini untuk pasangan."
Aku sedikit tersenyum mendengar jawabannya, dengan perlahan kuambil gelang itu dan memakaiannya, jasmine terlihat bingung dengan tingkahku.
"Kalau begitu, anggap saja kita adalah pasangan malam ini. Bagaimana?"
"Hahaha kau ini..."
Jasmine langsung memeluk lenganku, dia terlihat senang.
"Baiklah, tapi untuk malam ini saja ya Snow."
"Ya."
Kami lalu membayar gelang ini dan pergi berkeliling lagi, beberapa kali kami mampir di berbagai toko, mulai dari toko pakaian, oleh-oleh, dan banyak lagi. Sudah sekitar satu jam kami berkelilling, kami memustuskan untuk beristirahat di toko penjual makanan lokal yang lokasinya tidak jauh dari pusat perbelanjaan.
Kami menikmati makan malam dengan sangat nyaman, hidangan utama disini adalah makanan laut dengan berbagai macam jenisnya, ini sangat enak. Jasmine juga terlihat sangat menyukainya, dia berkali-kali terlihat tersenyum saat menyantapnya.
Setelah selesai makan, kami berjalan kembali ke penginapan.
"Malam ini sangat menyenangkan Snow."
"Ya, kau benar."
"Kau tidak merasa dingin Snow?"
"Sedikit."
Jasmine lalu memelukku dari belakang.
"Bagaimana sekarang?"
"Ya, sekarang baru hangat."
Ditengah perjalanan, kami bertemu dengan Shin dan Lilith yang juga mau kembali ke penginapan.
"Kakak! Kami sudah selesai belanja..."
"Oh Lilith, kalian sudah selesai belanjanya?"
"..."
"Lilith?"
"Kak, aku mungkin bisa memaklumi hubungan kalian saat ini. Tapi bisakah kalian tidak melakukannya di muka umum?"
Kami terdiam mendengar perkataannya, dan saat dipenginapan kami berdua dipaksa duduk dilantai.
"Anu... adikku tersayang, ada apa ini?"
"Hah... Kakak, dengankan aku baik-baik. Aku sama sekali tidak protes mau bagaimana hubungan kalian, itu karena hubungan diantara kalian hanyalah kalian yang menentukan. Tapi! Setidaknya kalian harus bisa mengontrol diri kalian sendiri, tidak masalah mau bermesraan seperti apapun itu tapi setidaknya lakukanlah ditempat yang seharusnya. Terlebih kalian ini bukanlah sepasang kekasih, kalian harus bisa membuat batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan."
"Lilith... maaf tapi kami tadi hanya..."
"Aku tidak mau mendengar apapun alasannya, terlebih... kakak sudah... jarang memanjakanku lagi...."
"Eh?"
Seketika itu, kami bertiga terdiam, Jasmine lalu berdiri dan mendekati Lilith.
"Lilith maafkan aku ya, aku janji akan membatasi sikapku saat bersama kakakmu."
"Tidak! Maksudku aku hanya... aku hanya tidak ingin orang lain berpikir hal yang buruk tentang kalian, aku tidak bermaksud memisahkan kalian..."
"Begitu..."
Lilith menundukkan wajahnya dan badannya mulai gemetaran, Jasmine bersama Shin keluar kamar dan membiarkan kami sendiri disini. Aku masih bingung dengan sikap adikku yang tiba-tiba berubah, perlahan air mata keluar dari matanya dan membasahi tangannya.
"Lilith!"
Aku langsung berlari mencari tisu dan memberikannya, kenapa dia tiba-tiba menangis? Ada apa ini sebenarnya?
"Lilith! Kenapa tiba-tiba menangis? Kau tidak apa-apa kan? Apa ada yang sakit? Kakak ambilkan kotak pertolongan pertama ya, tunggu sebentar!"
Saat aku ingin berdiri, dia menarik bajuku.
"Lilith..."
"Jangan pergi..."
"Tapi kakak harus mengambil kotak..."
"Tidak perlu... aku tidak apa-apa..."
"Lalu kenapa kau menagis? Kakak sangat khawatir, ada apa Lilith?"
"Aku... aku hanya... ingin kakak disini, aku tidak ingin kakak pergi..."
"Lilith..."
Aku sedikit mengusap air matanya dan membelai kepalanya, tiba-tiba tangisannya menjadi lebih keras dan dia memelukku erat.
"Lilith..."
"Aku hanya ingin... bisa terus berada disamping kakak, terus bersama kakak, tapi karena kakak terus-terusan bekerja jadi aku tidak mau mengganggumu, tapi tetap saja aku... aku... sangat rindu dimanjakan olehmu... dipeluk... disayang... dan pergi bersama denganmu..."
Aku membalas pelukannya, badannya yang semula gemetaran sekarang sudah mulai lebih tenang.
"Aku hanya tidak mau kehilangan kakak, kakak adalah satu-satunya keluargaku, aku terus-terusan khawatir saat kakak menjalankan misi, saat kakak tidak sadarkan diri selama seminggu aku merasa kesepian, aku mulai takut... aku takut kehilanganmu... lama-kelamaan aku berfikir untuk keluar dari pekerjaan ini dan pergi ketempat yang jauh, dimana kita bisa hidup dengan damai... tanpa musuh... tanpa pertikain... tanpa masalah... hanya kedamaian. Aku tau kalau aku ini orangnya egois dan manja, tapi aku... benar... benar tidak ingin kehilanganmu... membayangkan kalau kakak akan menghilang suatu saat nanti saja sudah membuat hatiku sangat sakit... kakak..."
Aku mengerti sekarang, Lilith hanya kesepian. Tentu saja dia kesepian, aku selalu bekerja menjalankan misi, bahkan aku sudah 2 kali tidak sadarkan diri saat menjali misi. Tidak heran jika dia takut, sungguh... bagaimana bisa aku tidak sadar...
"Lilith, maafkan aku. Aku adalah kakak yang buruk karena tidak sadar akan hal ini."
"Tidak! Kakak bukanlah kakak yang buruk! Kakak adalah kakak terbaik yang pernah ada!"
"Terimakasih, tapi... untuk pergi ketempat yang jauh kakak tidak bisa menyetujuinya."
"Kenapa kak?!"
"Karena berkat pekerjaan ini, kita bisa hidup serba berkecukupan sekarang. Terlebih jika kita bisa mengalahkan mereka, maka kedaiman yang sesungguhnya baru bisa kita dapatkan. Dan jika kita pergi sekarang, maka sama saja menelantarkan teman-teman kita menderita. Memang pekerjaan kita penuh dengan resiko, tapi aku yakin kita akan baik-baik saja."
"Kakak...baiklah, tapi jangan pernah tinggalkan aku sendiri lagi."
"Ya, itu pasti."
***
"Hei Shin."
"Hm... ada apa?"
"Bukankah dibandingkan hubunganku dengan Snow, hubungannya dengan adiknya jauh lebih..."
"Aneh?"
"Tidak, bukan itu..."
"Mereka berdua adalah contoh saudara sejati, mereka saling menyayangi sebagai keluarga, saling melindungi, dan selalu mengkhawatirkan satu sama lain."
"Apa ada yang terjadi sewaktu kalian keluar tadi?"
"Hm... ya, saat kami sedang berbelanja Lilith melihat ada sepasang saudara sedang bermain, saat sang adik jatuh dan menangis, kakaknya datang dan menolongnya. Mereka terlihat sangat akrab dan saling menyayangi satu sama lain, lalu mereka pulang sambil bergandengan tangan. Mungkin tingkah 2 saudara itu yang membuatnya jadi begitu, jujur saja Aku dan Snow banyak mengalami hari-hari berat saat bekerja yang membuat kami sangat sibuk. Lilith memang adik yang manja, aku yakin kalau dia hanya kesepian saja. Itulah kenapa keputusanmu untuk mengajakku keluar adalah keputusan terbaik saat ini."
"Kau santai sekali ya."
"Ya, aku sudah biasa."
"..."
"Jangan khawatir, hubungan mereka murni hubungan yang sehat, tidak lebih."
"Hm, terimakasih ya. Ngomong-ngomong kenapa kau sangat perhatian dengan Lilith?"
"Bagaimana ya... Lilith terlihat sangat mirip dengan kekasihku dulu."
"Jadi kau suka padanya?"
"Ya, aku suka padanya."
"Jadi sekarang bagaimana keadaan kekasihmu itu?"
"Hm... kupikir dia sudah sangat bahagia disana, di alam yang berbeda dengan kita."
"Ya ampun! Maafkan aku, aku tidak bermaksud..."
"Santai saja, itu juga sudah sangat lama sekali."
***
"Aku jadi penasaran, sedang apa dia sekarang?"