Sinar matahari pagi perlahan membangunkan kami, dengan cepat kami bersiap untuk pergi ke laboratorium, kakiku sudah lebih baik tapi tanganku yang terluka kemarin malam membusuk, jadi aku terpaksa memotongnya. Perjalanan kami tidaklah jauh, dalam waktu 1 jam kami berhasil sampai.
Laboratorium ini sangat besar, bangunannya berbeda jauh dengan laboratoriumku dulu.
"Yuki, kau tunggu saja disini aku akan menerobos masuk dan membawa anak-anak kemari."
"Tapi Snow, aku juga ingin membantu."
"Tidak, disana terlalu berbahaya. Aku tidak bisa membiarkanmu masuk."
Aku berjalan dengan santai menuju kumpulan para penjaga, dan dengan mudahnya kuhujani mereka dengan tombak es tajam. Semua penjaga luar mati seketika, sekarang yang harus dilakukan adalah...
"Keluar kau keparat! Bawa semua pasukanmu! Kali ini aku siap menghadapimu!"
Ratusan tentara kemudian muncul, diantara mereka aku melihat dia. Dia adalah orang yang sudah merebut kebahagiaan orang lain!
"Hahaha, apa kau yakin bisa menghadapiku?"
"Berisik, cepat turun kesini dan kalahkan aku!"
"Oke, aku akan turun kesana kalau kau bisa melawan semua pasukanku. Jendral minta mereka maju."
"Semua pasukan, serang!"
Apa dia pikir semua tentara ini cukup untuk melawanku? Dia benar-benar meremehkanku.
"Tembak!"
"Lamban!"
Aku menangkis semua tembakan dengan tembok es yang sangat tebal, untung saja sekarang sedang musim dingin, jadi kekuatanku jauh lebih besar dari sebelumnya.
"Tidak mungkin! Dari mana datangnya dinding es setebal itu!"
"Sekarang giliranku, rasakan ini!"
Aku menembakkan ratusan tombak es tepat ke arah mereka, seluruh pasukan itu habis seketika. Sekarang yang tersisa hanya mereka berdua.
"Kau sangat hebat! Mengesankan! Aku tidak pernah melihat manusia lain yang bisa menggunakan kekuatan dewa selain diriku! Ini benar-benar sesuatu yang sangat mengejutkan!"
"Hah? Dewa? Apa maksudmu?!"
"Maksudku seperti ini, anak muda."
Seketika disekeliling orang itu terdapat lumpur emas yang perlahan menelan semua mayat prajuritnya, yang membuatku terkejut ialah lumpur itu memiliki gigi tajam yang sangat banyak, lumpur itu terlihat seperti sedang mengunyah semua prajurit itu.
"Professor, jika kau berkenan gunakan tubuh saya sesuka hati."
"Baiklah, terimakasih jendral. Pengorbananmu untuk sang dewa sangatlah tepat."
Dia menusuk jantung jendral pasukannya sendiri? Dia bahkan hanya menggunakan tangan kosong.
"Apa-apan ini?!"
"Lihatlah anak muda, inilah kekuatan dewa yang sesungguhnya!"
Dia mengambil dan menelan jantung jendral itu bulat-bulat, lalu lumpur emas itu juga perlahan menelan tubuh jendral itu. Semua lumpur emas itu perlahan masuk kedalam bayangannya, aku mulai merasakan tekanan yang sangat besar darinya, bahkan tekanan yang ia buat lebih kuat dari Night.
"Sial, tekanan ini. Dadaku... terasa sesak."
"Ada apa anak muda? Apa hanya segini saja? bukankah tadi kau sendiri yang menantangku?"
"Jika kau berfikir aku akan menyerah begitu saja, maka kau salah! Aku pasti akan membunuhmu!"
"Hem, menarik. Baiklah, saatnya serius."
Dia mulai merentangkan kedua tangannya, wajahnya menatap langit dan dia mengambil nafas yang sangat dalam. Mulai terdengar kata-kata yang sangat asing ditelingaku, perlahan tekanannya berkurang.
"Im the destraction, Im the end, no one can escape my cruety, with the power of the goddess of salt sea, Tiamat. I will destroy everything that comes in my way. Here comes the son of tiamat, the prince with the Tablet of Destinies as his true power, Kingu!"
Terbuka sebuah portal besar berwarna emas terang dengan bau yang sangat harum, portal itu perlahan melahap tangan kirinya. Saat portalnya lenyap lengan kirinya berubah, itu sudah bukan lengan manusia lagi. Lengannya bersisik emas, dan dia memiliki cakar yang terlihat sangat tajam.
"Anak muda, inilah yang kusebut sebagai kekuatan dewa. Ini adalah dragon armor, terbuat dari kasih sayang yang mendalam dan rasa cinta yang melimpah. Jadi, jangan harap kau masih hidup setelah melihatnya. Pendosa!"
"Kasih sayang?! Cinta?! Semua yang ucapkan itu omong kosong! Aku tidak akan pernah mundur! Aku pasti akan membawa anak-anak itu keluar! Apapun yang terjadi!"
"Dasar bodoh, inilah kenapa aku sangat membenci manusia sepertimu."
Dia tiba-tiba menjentikkan jarinya, dan secara spontan tubuhku memancarkan banyak sekali darah. Apa-apaan ini? Saat menatapnya semua darah yang keluar dari tubuhku perlahan mengalir masuk kedalam bayangannya.
"Hah... hah... apa-apaan tadi?"
"Bukankah sudah kubilang, ini adalah kekuatan dewa."
Dia berjalan perlahan mendekatiku, saat tepat berada didepanku. Dia menginjak-injak wajahku.
"Ada apa? Kemana perginya semua keberanianmu tadi?"
Apakah hanya segini? Apakah aku selemah ini? Sial! Hanya gara-gara jentikan jari aku jadi selemah ini!
"Hentikan!"
Suara ini? Yuki!
"Tidak Yuki! Jangan mendekat!"
"Nona Yuki, apa yang anda lakukan disini?"
"Lepaskan Snow! Saya mohon pada anda."
"Tidak bisa, dia sudah menantang dewa dan dia adalah seorang pendosa. Tidak mudah bagiku untuk melepaskannya."
"Kalau begitu... biarkan aku menggantikannya."
Yuki! Apa yang dia pikirkan?!
"Yuki! Jangan! Jangan lakukan! Argh!"
Jantungku! Apa yang terjadi, rasanya seperti sedang diremas perlahan. Sakit sekali!
"Jangan banyak bicara, aku sedang berusaha menghancurkan jantung kotormu."
"Kumohon! Jangan bunuh dia. Biarkan aku menggantikannya."
Jantungku berhenti diremas, rasa sakitnya juga sudah mulai berkurang. Orang ini, dia juga sudah mengangkat kakinya dari kepalaku.
"Baiklah, akan kukabulkan permintaanmu. Tapi, kau harus bersujud dan mencium kakiku sambil memohon. Karena ketika seorang hamba memohon sesuatu yang mustahil, maka ia harus memohon dengan tulus pada sang dewa bila ingin permintaannya dikabulkan."
"Keparat! Apa yang kau..."
Belum selesai ku selesaikan kalimatku, dia menendangku. Aku terpental sampai menabrak tembok laboratorium, dinding beton ini sampai retak. Seluruh tubuhku merasakan sakit yang luar biasa, aku bisa merasakan banyak tulangku yang patah. Ini benar-benar sakit.
"Baiklah."
Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat ini, Yuki bersujud dan mencium kakinya. Perasaan ini... aku sangat marah!
"Kumohon tuan, lepaskan Snow. Dan jadikan aku sebagai penggantinya."
"Kau wanita yang baik nona Yuki, aku akan mengabulkan apapun permintaan orang baik sepertimu, tentunya sebelum kau mati dengan hormat ditangan dewa."
"Kalau bisa tuan, saya ingin bertemu dengan salah satu anak-anak saya. Dan saya juga ingin setelah anda membunuh saya, saya mohon... jangan telan tubuh saya."
"Apa maksudmu?"
"Saya ingin tubuh saya dikubur di samping rumah saya, dengan begitu... bila suatu saat anak-anak saya ingin melihat ibunya, mereka bisa dengan mudah menemukannya."
"Baiklah, akan kukabulkan semua. Kalau begitu yang pertama adalah..."
Orang ini, dia mulai menjetikkan jarinya lagi. Dengan seketika ada gumpalan lumpur emas yang menggunung, dan saat lumpurnya pecah di dalamnya ada anak laki-lakinya Yuki. Tidak bisa dipercaya, bagaimana cara dia melakukannya?
"Ini anak laki-lakimu, kuberi waktu 1 menit untuk berbicara dengannya."
"Terimakasih... terimakasih banyak."
Yuki berjalan perlahan, wajahnya sangat senang bercambur sedih. Semakin dekat dengan anak laki-lakinya, semakin banyak air mata yang keluar dari wajah bahagianya.
"Yama... maafkan ibu, maafkan ibu!"
"Ibu?"
"Yama, ibu hanya ingin menyampaikan ini padamu. Tolong, jaga adikmu dengan baik, selalu jadilah anak yang baik, bertemanlah dengan banyak orang, dan..."
"Maaf... tapi, aku bukan Yama."
Perkataannya membuat kami terdiam, jangan-jangan... dia sudah dihapus ingatannya!
"Terlebih lagi... tante ini siapa? Aku tidak pernah punya ibu dan aku juga tidak punya adik."
"Keparat! Apa yang sudah kau lakukan?!"
"Apa? Aku hanya menghapus ingatannya saja. Bahkan aku sudah menghapusnya sebelum kalian kemari."
Yuki... sedari tadi dia hanya terdiam, tatapannya mulai kosong. Sial! Ayo berdiri kaki sialan!
"Oh, kau sudah bisa berdiri. Sebaiknya kau tetap diam di sana, atau akan kuhabisi mereka berdua."
Sial! Apanya yang dewa! Dia lebih mirip dengan iblis!
"Tidak apa-apa."
Yuki, dia mulai berbicara. Yang membuatku semakin sakit adalah dia tersenyum sambil terus-menerus membelai wajah anaknya.
"Tidak masalah jika kamu tidak tau siapa tante, tapi bisakah kau beritahu tante siapa namamu?"
"Tentu, namaku adalah Snow."
"A... apa?!"
Tunggu dulu, namanya sama denganku. Apa... apaan ini?
"Sudah kuduga akan jadi seperti ini, waktumu habis nona Yuki."
Tanpa berkata apa-apa lagi, orang itu langsung menelan anaknya Yuki kedalam lumpur emasnya lagi.
"Woi! Apa yang kau lakukan!"
"Tenanglah anak muda, aku hanya mengirim Snow kembali kedalam sellnya."
Setelah itu dia langsung menusuk Yuki, dari tangannya mengalir darahnya Yuki. Aku hanya bisa terdiam melihatnya.
"Sesuai permintaanmu, aku akan menguburmu di sebelah rumahmu, tapi setelah aku membereskan anak muda ini."
Dalam sekejap tubuhku langsung terpental ke arahnya, dan dia langsung mencekik keras leherku.
"Kau... aku tidak... akan pernah memaafkanmu."
"Hei anak muda, apa kau tau kenapa anak tadi bernama Snow?"
"Persetan! Sekarang ini... aku hanya ingin membunuhmu!"
"Dengarkan aku, anak tadi adalah kau. Dan wanita itu adalah ibumu."
"Apa... maksudmu?"
"Aku bisa tau dari mata berkah dewaku ini, kalian memiliki akar kehidupan yang sama. Dan ketika darahmu dan darah wanita itu kuambil, darah kalian sangat cocok, bisa kusimpulkan di sini bahwa kau sedang mengalami time paradox."
"Time... paradox?"
"Singkatnya, kau seharusnya tidak berada pada waktu ini. Dan jika kau berada pada waktu ini hanya ada satu penyebab, yang ku ketahui adalah saat ini tubuhmu sedang dikuasai oleh salah satu dewa. Dan kau dikirim kemari untuk melewati sebuah ujian, dan jika kau berhasil melewati ujian tersebut maka kau bisa mendapatkan tubuhmu kembali dan mendapat kekuatan yang lebih besar. Tapi sepertinya kau gagal, kau tidak bisa melindungi wanita itu berserta anaknya. Dengan kata lain, kau tidak bisa melindungi ibumu dan dirimu di masa lalu. Menyedihkan sekali."
I... ibu? Diriku di masa lalu? Ujian?
"Jadi... Yuki adalah..."
"Ya, dia adalah ibumu Snow."
Yuki adalah ibuku? Dan aku baru saja gagal melindunginya?
"Apakah... aku akan selalu diselamatkan seperti ini terus... sepanjang hidupku? Apa aku ini memang tidak berguna?"
"Ya, kau memang sampah Snow. Aku bisa merasakannya, meskipun aku ini terkesan kejam dimata manusia tapi tetap saja aku adalah dewa. Dan dewa tidak pernah berbohong."
Setelah mendapat kesempatan kedua, aku tidak bisa menyelamatkannya... ibuku sendiri.
"Professor... bunuhlah aku... aku... sudah muak dengan semua ini."
"Apa kau yakin?"
Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku, tidak ada... tidak ada lagi... yang bisa ku lakukan.
"Tidak!"
Suara ini? Yuki? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, pandanganku tertutup darah.
"Kau tidak boleh mati..."
Dia... masih hidup?!
"I... bu?"
"Aku... tidak terlalu paham... tapi... aku yakin... kalau kau... adalah putraku dari masa depan..."
Ibu, dia merangkak kemari. Meskipun tubuhnya tertusuk, dan mulutnya terus-menerus mengeluarkan darah, dia tetap merangkak kemari dan wajahnya terlihat sangat bahagia. Ibu!
"Nona Yuki, aku kira kau sudah mati."
"Dengarkan aku Snow... jangan menyerah apapun yang terjadi... kau pasti bisa... karena kau adalah putraku... sekarang bangkitlah! Snow!"
***
Sial! Soul itu cepat sekali! Aku dan shin sampai kewalahan, benar-benar kekuatan yang mengerikan.
"Tree, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita tidak bisa melakukannya kalau dia bisa menahan semua serangan kita."
Berfikir! Berfikir! Di saat seperti ini...
"Tree! Awas!"
Sial! Aku akan ditebas!
"Barrier!"
Suara ini! Night!
"Maaf membuatmu menunggu, kawan lama."
"Lama sekali bodoh! Kami sudah hampir mati tadi!"
"Hahaha maaf, aku tadi ketiduran."
"BISA-BISANYA KAU KETIDURAN DISAAT GENTING SEPERTI INI!"
Sungguh, aku tidak bisa mengerti dengan sikapnya ini. Terlebih lagi emosiku sudah berada dipuncaknya, aku sangat marah!
"Sudahlah Tree, jangan ngomel terus. Yang terpenting sekarang adalah kita harus menghentikan soul ini."
"Yah kau benar, ayo kita lakukan Night! Shin!"
"Ya!"
"Kita mulai pestanya, Tree!"
Sekarang keadaan berbalik, soul itu jadi yang kewalahan. Selama kami menyerang bersamaan, dia tidak akan bisa menang.
"Sial! Aku terpojok! Dasar mahkluk menjijikan!"
"Ada apa? Apa kau sudah tidak bertarung lagi?"
"Aku tidak punya pilihan lain."
Soul itu tiba-tiba saja memutar tombaknya dan diarahkan ke jantungnya Snow, sial! Apa dia berencana bunuh diri?!
"Apa yang kau lakukan?!"
"Jika kalian mendekat lagi! Akan kutusuk jantung anak ini! Jika aku tidak bisa menguasai tubuhnya maka lebih baik aku mati bersama dengan tubuhnya!"
"Soul ini, dia sangat licik!"
"Apa yang harus kita lakukan Tree?! Night!"
Sial kalau sudah begini...
"Kalau sudah begini, sudah tidak ada harapan lagi."
"Kau benar Night, kita harus membunuh mereka sekaligus."
"Kita lakukan Tree!"
Aku dan Night sebenarnya sangat benci melakukan ini, tapi tidak ada pilihan lain. Kalau dibiarkan akan membahayakan orang banyak.
"Tunggu! Night! Tree! Lihat! Tubuhnya bercahaya!"
"Tidak mungkin! Anak ini... apa dia berhasil! Sial!"
Tubuhnya bercahaya dan soul itu terlihat kesakitan. Apa yang sebenarnya terjadi disini?!
***
Ibu benar, aku tidak boleh menyerah. Masih banyak orang yang harus kulindungi, aku tidak boleh berakhir disini.
"Tubuhnya bercahaya?!"
"Itu... baru anakku..."
Tubuhku terasa sangat ringan, aku bisa merasakan energi yang sangat besar mengalir ke dalam tubuhku. Profesor mulai melepaskan tangannya dari leherku dan menjaga jarak.
"Datanglah kemari pelayan setiaku, Y-MIRai!"
Aku berhasil memanggil spearku kembali ke tanganku. Sekarang aku bisa! Aku bisa!
"Sekarang, ini baru menarik. Serang aku dengan kekuatan penuhmu!"
"Tak perlu kau minta, aku akan melakukannya! Bersiaplah!"
Kami bertarung sangat sengit, senjata kami saling berbenturan dan menghasilkan hembusan angin yang sangat kencang, banyak pepohonan yang runtuh, bahkan tembok beton laboratorium hampir hancur.
Saat kupikir aku bisa menang, tubuhku perlahan memudar. Mungkinkah ini...
"Sudah saatnya ya."
"Apa maksudnya ini?!"
"Kau sudah lulus ujiannya, sekarang time paradox akan mengirimmu kembali ke masamu."
"Masaku sekarang? Tunggu dulu, dimana ibuku?"
"Dia ada disana."
Ibu! dia tergeletak di tanah. Tubuhnya sangat dingin, dan darah tidak bisa berhenti mengalir dari tubuhnya.
"Ibu..."
"Snow... syukurlah kau baik-baik saja... ibu sangat senang."
Aku tidak bisa menahan air mataku. Air mataku berjatuhann dan menghilang, aku tidak punya banyak waktu lagi.
"Sepertinya... sudah saatnya ya..."
"Ibu..."
Aku hanya bisa menangis dan menyebutkan namanya berulang kali.
"Padahal ini kesempatan keduaku untuk bisa menyelamatkanmu bu... tapi kenapa... kenapa... kenapa?!"
"Sudahlah nak..."
Ibu, dia mengusap perlahan air mataku.
"Ibu sangat senang... saat mengetahui... dirimu di masa depan.... sehat... dan menjadi pria yang sangat kuat..."
"Tapi... tapi..."
"Kau sangat baik... kau sama seperti ayahmu..."
Ibu... dia berhenti mengusap wajahku.
"Hah... tubuh ibu sudah semakin lemah. Snow, ibu ingin menanyakan satu hal padamu anakku..."
"Bukan hanya satu, aku akan menjawab semua pertanyaanmu... ibu!"
"Apakah... di masa depan nanti... kau bertemu dengan adikmu?"
"Ya... kami sudah bersama, awalnya kami hidup susah tapi sekarang kami hidup bahagia... kami sudah memiliki tempat tinggal yang layak... kami sekarang bisa makan makanan enak tiap harinya... kami sudah memiliki teman... kami sudah... kami sudah... sangat bahagia sekarang..."
"Begitu... ibu jadi lega mendengarnya."
"Tapi... kami pasti akan jauh... jauh lebih bahagia lagi jika ibu ada bersama kami... maka dari itu... maka dari itu.... ibu... kumohon bertahanlah... bertahanlah!"
"Tidak bisa anakku... waktu ibu tinggal sebentar lagi... dan waktumu di sini juga sebentar lagi akan habis... lihat... kakimu... sekarang... perlahan menghilang."
Kakiku? Ibu benar, kakiku perlahan menghilang. Apa yang harus kulakukan?! Apa yang harus kulakukan?! Benar! Aku bisa menggendong ibu ke rumah sakit terdekat sebelum tubuhku menghilang.
"Kau tidak bisa melakukan itu anak muda."
"Kenapa tidak!"
"Karena kau akan melawan kehendak sang waktu, dan jika kau tetap melakukannya tubuhmu akan lebih cepat menghilang."
"Aku tidak peduli! Aku akan membawa ibu ke rumah sakit sekarang juga!"
Saat kucoba mengangkat tubuhnya, tiba-tiba telapak tanganku menghilang.
"Sudah kukatakan padamu, itu mustahil. Ini adalah keputusan sang waktu, kau tidak bisa membantahnya."
Sial! Sial! Aku pasti bisa kalau mencoba lagi! Lagi! Lagi!
"Nak... sudahlah... lihat tanganmu... sudah menghilang semua sekarang."
Tanganku?! Tidak! Tidak! Tidak!
"Nak... ibu sudah bahagia... jadi jangan memaksakan dirimu lagi... bukankah sekarang lebih baik... kalau kau memeluk ibumu sebelum.... kau benar-benar menghilang."
"Ibu..."
Aku hanya bisa menangis, menagis, dan menangis. Aku benci mengakuinya tapi yang orang itu katakan benar, aku tidak bisa melawan waktu.
"Ah... senangnya... sekarang ibu bisa tidur dengan tenang... terimakasih anakku... jaga adikmu dengan baik... sampai jumpa..."
"Ibu? Ibu! Bangun! Bangun! Bangun ibu!"
Tubuhku dengan cepat menghilang! Kenapa?! Kenapa?! Kenapa?!
"Hei, professor..."
"Ada apa anak muda?"
"Kau akan mengabulkan keinginan terkahir ibuku kan."
"Ya, aku akan memakamkannya di dekat rumah kalian."
"Aku benci mengatakannya, tapi... terimakasih."
"Sudah menjadi tugas seorang dewa untuk memenuhi janjinya pada hambanya."
"Kalau kita bertemu lagi di masa depan, aku pasti... aku pasti... akan membunuhmu!"
"Seorang dewa tidak pernah takut dengan pendosa sepertimu, justru seharusnya kau yang takut pada dewa."
"Berisik... Dasar iblis!"
Tubuhku sudah sepenuhnya menghilang, sekarang aku merasa seperti terbang melayang. Tanpa arah dan tujuan, bagian-bagian kecil dari tubuhku hanya bisa mengikuti arus angin.
Semua jalan yang kulalui hanyalah jalanan hitam, namun... ada secercah cahaya di depan sana. Aku harus kesana! Ke tempat Lilith dan teman-temanku berada!
***
"Night, apa yang harus kita lakukan?"
"Aku tidak tau, tekanan energinya terlalu besar!"
Saat kami sedang bertahan dari tekanan energi ini, kami melihat tubuhnya Snow sudah tergeletak di tanah. Dengan segera kami datang menghampirinya.
"Night..."
"Snow! Apa kau Snow?! Jawab aku!"
"Ya... Aku adalah Snow... Aku kembali."
"Syukurlah... kukira kami akan kehilanganmu."
Di tengah rasa syukur kami, air mata Snow tiba-tiba saja mengalir dengan sangat deras.
"Snow! Kau baik-baik saja?! Mengapa kau mengangis?!"
"Aku... baik-baik saja teman-teman. Aku hanya ingin... menghabiskan air mata yang tersisa saja."
Dia tersenyum, tapi air matanya tak kunjung berhenti. Kami langsung membawanya menuju ruang kesehatan kantor untuk kuperiksa, sepanjang perjalanan dia selalu tersenyum walau aku tau hatinya hancur dan kami tidak tau kenapa. Tapi sungguh, ini adalah suatu keajaiban, kami sangat bersyukur.
***
"Bertemu dengan Salju sekali lagi merupakan suatu keajaiban"