Clara merebut ponsel Dante dan melihat layar ponsel Dante. Clara terkejut ketika melihat ada seorang wanita di sana. Rupanya Dante tengah melakukan videocall bersama seorang wanita.
"Apa ada masalah, Nona?" tanya Dante.
Clara terdiam, dia sungguh malu sudah berprasangka buruk pada Dante. Dia pikir, Dante sudah merekam dirinya bersama Gerry.
"Ah, itu--" Clara kembali terdiam ketika mendengar wanita di dalam videocall itu bicara.
"Sayang, siapa wanita itu? Apa dia selingkuhan mu?' ucap wanita itu.
Dante dan Clara membulatkan mata. Mereka terkejut mendengar ucapan wanita itu yang sepertinya kekasih Dante.
"Maaf, aku sudah mengganggu kalian," ucap Clara dan keluar dari mobil. Clara kembali menemui Gerry.
Sementara kekasih Dante terus mengomel pada Dante, dia tak percaya bahwa Clara bukanlah selingkuhan Dante.
'Katakan padaku, siapa wanita itu?' tanya kekasih Dante.
'Ayolah, Sayang. Mana mungkin aku selingkuh,' ucap Dante mencoba meyakinkan kekasihnya.
'Jangan membohongiku. Wanita itu merebut ponselmu, dan kamu diam saja. Apa kalian sedekat itu?' ucap kekasih Dante.
'Astaga. Terserah kamu saja. Yang jelas, aku sudah mengatakan yang sebenarnya!' kesal Dante dan mematikan videocall itu. Dia mematikan ponselnya, kekasihnya itu benar-benar merepotkan. Dan Clara justru pergi begitu saja, bukannya menjelaskan terlebih dahulu pada kekasihnya bahwa tak apa apapun diantara mereka. Alhasil, kini Dante dan kekasihnya menjadi bertengkar karena kesalahpahaman.
Dante melihat ke arah Clara berada sebelumnya, sudah tak ada Clara di sana.
"Ya, ampun ... Di mana Nona Clara?" gumam Dante.
Dante terlalu sibuk mengurus kekasihnya yang cerewet, sehingga dia lalai dari tugasnya mengawasi Clara. Jangan sampai terjadi hal yang tidak-tidak pada Clara. Apalagi, Dante sempat melihat Clara dengan seorang pria sebelumnya.
Dante bergegas keluar dari mobil, dia berlari menuju Butik Clara, mencari keberadaan Clara. Begitu sampai di ruang kerja Clara, dia terdiam ketika Clara keluar bersama seorang pria. Ya, pria itu Gerry. Tampaknya, Gerry akan pergi dari sana.
"Ada apa?" tanya Clara bingung melihat Dante di depan pintu ruangannya.
"Tidak apa-apa, Nona. Nona belum makan siang, sebaiknya kita makan siang," ucap Dante.
Clara menghela napas. Sedangkan Gerry melihat Dante dari ujung sepatu hingga rambut Dante. Gerry tahu, Dante bukanlah pria sembarangan. Entah mengapa pikirannya mengatakan demikian.
"Ya sudah, aku pergi dulu," ucap Gerry dan diangguki oleh Clara.
Begitu Gerry pergi, Clara masuk ke ruangannya. Dante mengikuti Clara dan ikut masuk ke ruangan Clara.
Clara berbalik ketika dia sudah mengambil tasnya, dan terkejut melihat Dante ada di hadapannya. Dante mengangkat kacamatanya sehingga terlihat kali ini Dante menatap Clara.
"Siapa pria tadi?" tanya Dante menyelidik.
"Apa? Apa maksudmu?" tanya Clara bingung. Ekspresi Dante seakan tengah menginterogasi seorang penjahat.
Dante terdiam, dia tahu Clara mengerti maksud pertanyaannya, karena itu dia memilih menunggu jawaban Clara.
Clara menghela napas. Dia melewati Dante dan keluar dari ruangannya. Dante lagi-lagi mengikuti Clara.
"Sebaiknya, jaga sikap Anda, Nona Clara," ucap Dante mengingatkan Clara.
Clara menghentikan langkahnya, sontak Dante pun menghentikan langkahnya.
Clara berbalik menatap Dante.
"Jangan katakan, kamu akan beritahu pada Bram soal pria tadi," ucap Clara.
"Tentu saja, itu bagian dari pekerjaan Saya," ucap Dante.
"Astaga. Dia Client ku. Dia mampir karena menanyakan jas pesanannya," ucap Clara beralasan. Tentu saja Gerry temannya, dan tak mungkin dia memberitahukan hal itu pada Dante. Dia takut Dante akan mengadu pada Bram bahwa ada teman prianya yang menemuinya.
Dante mengangguk mengerti. Clara berbalik dan melanjutkan langkahnya. Dia tersenyum dalam hati.
'Dia benar-benar bodoh. Percaya begitu saja,' batin Clara.
Clara dan Dante masuk ke dalam mobil, mereka pergi untuk makan siang.
****
Malam hari.
Clara sudah berada di apartemennya. Dia baru saja selesai mandi, dan keluar dari kamar mandi. Dia terkejut melihat Bram yang baru saja masuk ke kamar.
"Bagus, Clara. Kamu menyambutku dengan hanya memakai handuk seperti itu," ucap Bram tersenyum penuh arti.
"Siapa yang menyambutmu? Aku bahkan tak tahu jika kamu ada di sini," ucap Clara bingung.
Memang benar dia tak tahu Bram akan datang ke apartemennya, dan entah mengapa malam itu Clara pun memakai handuk. Tak seperti biasanya, biasanya selesai mandi Clara akan memakai bathroobs.
Bram melonggarkan dasinya, melepaskan dan membuangnya ke sembarang tempat. Dia mendekati Clara.
"Bram tolong. Aku tak menggodamu. Aku lelah," ucap Clara.
Perasaan Clara menjadi tak enak, dia takut Bram akan menyetubuhinya lagi.
"Apa yang ada dipikiranmu?" Bram menjentik dahi Clara, membuat Clara mengerutkan dahinya.
"Aku ke sini, hanya untuk melakukan pengukuran lingkar tubuh," ucap Bram.
Clara lagi-lagi mengerutkan dahinya. Dia merasa bingung.
"Anita memintaku untuk menemui mu. Berapa lama kamu hidup bersamaku, Clara? Masih tak tahu juga ukuran jas yang biasa kupakai?" ucap Bram.
Clara menghela napas dan mengambil pakaiannya. Dia memakainya dengan santai di hadapan Bram dan Bram hanya diam melihat kegiatan Clara. Malam itu dia tak menginginkan bercinta dengan Clara. Dia pun merasa lelah seharian ini terlalu banyak pekerjaan yang dia kerjakan.
"Aku tak pernah memperhatikannya," ucap Clara.
"Kalau begitu, mulai sekarang perhatikan barang-barangku. Agar kamu tahu, size yang biasa kupakai," ucap Bram.
"Hm ..."
Clara sungguh malas jika harus melakukan semua itu, memangnya siapa Bram? Pikirnya. Bram bukanlah suaminya. Hingga dia tak ada kewajiban untuk tahu semua hal tentang Bram.
Bram membuka lemari pakaian, dia menunjukan beberapa jas di lemarinya yang tergantung rapi.
"Kamu bisa lihat ini semua. Tak perlu lagi mengukur tubuhku," ucap Bram.
Clara mengangguk. Dia sudah selesai memakai pakaiannya.
"Clara!"
"Hm ..."
Clara melihat Bram yang tampak serius menatapnya.
"Apa tak ada yang ingin kamu katakan?" tanya Bram.
"Maksudmu?" Clara bingung sendiri mendengar ucapan Bram.
"Ya, tentang pernikahanku dengan Anita mungkin," ucap Bram.
Clara tersenyum dan mendekati Bram. Dia memegang kedua lengan Bram.
"Selamat, ya. Semoga kalian bahagia," ucap Clara tersenyum.
Bram mengerutkan dahinya.
"Kenapa? Kamu sepertinya tak suka aku mendoakan seperti itu," ucap Clara.
Bram tersenyum tipis.
"Tak apa. Aku akan pergi," ucap Bram dan keluar dari kamar Clara.
Bram melewati Dante yang diam di ruang tamu. Dante tak berani duduk hingga Bram pergi dari apartemen.
Sepanjang langkahnya, dia memikirkan ucapan Clara. Clara tampak santai mengucapkan kata-kata tadi. Dia merasa kesal sendiri. Bukan ucapan itu yang Bram harapkan. Bram justru menginginkan kemarahan Clara, nyatanya Clara tak menunjukan sikap yang merasa keberatan.
Bram membuka pintu mobilnya.
Brak!
Dia menutupnya dengan kencang. Dia merasa gila dengan perasaannya sendiri. Bagaimana bisa dia menjadi bodoh dan merasa tak berdaya hanya karena Clara. Wanita pembangkang yang selalu membuatnya kesal.
"Clara, bagaimana caraku menjelaskannya padamu? Aku menginginkanmu melebihi dari wanita simpananku," gumam Bram.
Bram mengusap kepalanya kasar, menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju Hotel tempatnya menginap bersama Anita.