webnovel

CWS 32

Dante sampai di Kantor Polisi, dia menghampiri Clara.

Clara merasa bingung melihat kedatangan Dante, bagaimana bisa Dante terbangun dari tidurnya? Pikirnya.

Dante memberikan kartu identitas Clara. Dia menanyakan keadaan Clara.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana bisa kamu ke sini?" tanya Clara.

"Tuan Bram yang meminta Saya untuk menjemput Anda," ucap Dante.

Clara mengangguk dengan masih merasa bingung. Obat tidur yang harusnya memberikan efek tidur lama, justru tak mempan ditubuh Dante. Entah bagaimana cara Bram membangunkan Dante. Clara pun tak peduli.

Clara menyerahkan kartu identitasnya pada Polisi. Surat kepulangan Clara pun segera diurus oleh Polisi. Viona yang sudah sejak tadi lolos dari interogasi Polisi kini tengah menunggu Clara di luar ruang interogasi Clara.

Clara keluar dari ruangan itu, dia melihat Viona dan memeluk Viona.

"Akhirnya," ucap Clara merasa lega.

Viona mengangguk. Dia pun lega bisa keluar dari sana. Sungguh akan sangat memalukan jika sampai mereka berdua menginap di Kantor Polisi. Meski tak bersalah, tetap saja orang yang keluar dari sana akan terlihat buruk di mata masyarakat.

"Kita pulang sekarang, Nona!" ucap Dante.

Clara mengangguk. Viona mencoba menahan tangan Clara dan berbisik ditelinga Clara.

"Siapa dia?" tanya Viona.

"Supirku," ucap Clara.

"Apa? Sejak kapan? Dia seperti bukan supir. Itu terlalu keren. Apa dia kekasihmu?" ucap Viona menyelidik. Dante memakai stelan jas formal, yang Viona sendiri tahu jas itu bermerk dan dibandrol dengan harga cukup mahal.

Dante sedikit mendengar ucapan Viona, tetapi dia diam saja.

Clara menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Bukan. Tentu saja bukan!" ucap Clara.

"Yang benar? Jangan membohongiku, Clar. Dia tak seperti seorang supir," ucap Viona tak percaya.

Clara menghela napas panjang. Dia harus cepat pergi meninggalkan Viona. Bisa panjang urusan jika terus meladeni pertanyaan temannya itu.

"Maaf, Nona. Tuan sudah menunggu Anda," ucap Dante.

Viona mengerutkan dahinya. Semakin penasaran setelah mendengar kata Tuan. Entah apa yang Clara sembunyikan darinya.

Viona menarik tangan Clara agar Clara ikut dengannya menjauh dari Dante.

"Siapa lagi, Tuan?" tanya Viona semakin menyelidik.

Lagi-lagi Clara mengembuskan napas panjang. Dia melihat Dante yang seakan tengah memberikan tatapan bahwa mereka harus segera kembali ke apartemen.

"Nanti aku ceritakan. Yang jelas, bukan siapa-siapa. Kamu salah dengar," ucap Clara.

Viona akan mengucapkan sesuatu, tetapi Clara segera berlalu meninggalkan Viona sambil melambaikan tangannya.

Clara keluar dari Kantor Polisi, dengan diikuti oleh Dante.

Dari kejauhan Viona hanya memperhatikan Clara yang mulai masuk ke mobil dan duduk dikursi penumpang setelah Dante membukakan pintu mobil.

'Ada apa dengannya? Kenapa sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dariku?' batin Viona.

Viona merasa yakin, bahwa Clara menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, dia tak mengerti apa yang Clara sembunyikan darinya. Jika pun ada, itu pasti hal yang sensitif bagi Clara. Karena selama mereka berteman, Clara tak pernah menyembunyikan apapun dari Viona, kecuali hal yang benar-benar sensitif dan terlalu intim.

Viona pergi dari Kantor Polisi. Dia kembali ke kediamannya.

****

Di perjalanan menuju apartemen Clara.

"Em ... Apa Bram ada di apartemen?" tanya Clara ragu.

"Ya, Nona," ucap Dante sambil masih fokus mengemudi.

Clara terdiam. Clara mengepalkan tangannya. Dia gelisah, takut Bram akan kembali menyiksanya karena masalah malam ini.

"Dante!"

"Ya,"

"A-apa kamu bisa membantuku?" tanya Clara gugup.

"Tentu, Nona. Katakan saja," ucap Dante.

"Temani aku setelah kita sampai di apartemen nanti. Dan tetaplah bersamaku!" pinta Clara.

Dante mengerutkan dahinya. Merasa bingung mendengar permintaan Clara.

"Apa maksud Anda?" tanya Dante bingung.

"Tidak, aku hanya tak ingin berdua saja dengan Bram. Please," ucap Clara memelas.

Dante hanya diam. Entah harus menjawab apa. Dia tak mungkin menemani Clara saat bersama Bram. Bram bisa memarahinya karena sudah lancang ikut campur ke dalam urusannya dengan Clara. Bagaimana pun dia hanya bekerja, apapun yang terjadi diantara Bram dan Clara bukanlah urusannya. Dante hanya merasa bingung, karena nada bicara Clara seolah mendandakan bahwa saat ini Clara tengah merasa ketakutan.

Clara terdiam, dia mengerti Dante tak ingin membantunya. Karena itu dia pasrah saja. Apapun yang akan dilakukan Bram nanti, dia takan diam saja seperti saat Bram menyiksanya. Dia akan melawan kali ini. Bagaimana pun dia manusia, tak sepatutnya Bram memberinya pelajaran dengan menyiksanya. Bram benar-benar tak bisa memperlakukan dirinya dengan lembut. Berbeda ketika Bram tengah bersama Anita. Dia tampak memperlakukan Anita dengan baik. Bahkan penuh perhatian. Clara sendiri menyadari statusnya saat ini, hanya saja dia tak suka diperlakukan kasar seperti itu oleh Bram.

***

Sesampainya di apartemen.

Clara dengan ragu akan memasuki kamarnya. Dia tak menemukan Bram dimanapun, artinya Bram tengah berada di dalam kamarnya.

Clara membuka pintu kamar dengan perlahan, lampu kamar tampak padam. Dia menyalakan lampu dan bernapas lega.

"Syukurlah dia tak ada di sini," ucap Clara saat tak menemukan Bram di kamarnya.

Clara membuka pakaiannya. Dia berjalan santai dengan hanya memakai dalaman saja menuju kamar mandi. Tak lupa dia membuka heels yang dipakainya.

Clara membuka pintu kamar mandi.

"Astaga!"

Clara terkejut, dia memegang dadanya. Jantungnya berdegup kencang. Dia menelan air liurnya melihat Bram tengah berendam di dalam bathup sambil memejamkan matanya.

"Masuklah!" pinta Bram dengan nada bicara datar.

Clara masuk perlahan, dia ragu sebetulnya tetapi dia mencoba tetap tenang.

"I-itu, terimakasih telah mencarikan kartu identitasku," ucap Clara repleks.

"Hm ... Masuklah, ikut berendam denganku!" pinta Bram.

Clara mendekati Bram, dan akan masuk ke dalam bathup, tetapi dia menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan Bram.

"Jangan masuk dengan masih memakai pakaian dalammu," ucap Bram.

Bram bicara sambil masih memejamkan matanya. Namun, dia tahu Clara hanya memakai dalaman saja, seolah Bram mengerti kebiasaan Clara.

Clara membuka semua dalamannya. Kini tubuhnya polos. Dengan perlahan dia masuk ke dalam bathup, ikut berendam bersama Bram. Posisi Bram dan Clara kini saling berhadapan, dengan kaki masing-masing yang terlonjor sepenuhnya.

Clara terkejut saat tiba-tiba saja Bram menarik kakinya sehingga kepalanya masuk ke dalam air.

Bram menahan kepala Clara beberapa selama kurang lebih dua menit, membuat kepala Clara tenggelam.

"Ini pelajaran untukmu!" geram Bram semakin menenggelamkan kepala Clara.

Clara menepuk tangan Bram, memohon agar Bram melepaskannya. Bram melonggarkan cengkramannya di kepala Clara, membuat Clara terperanjat dan mengambil udara sebanyak mungkin ketika sudah tak lagi tenggelam. Wajahnya benar-benar memerah.

"Apa kamu sudah gila?" teriak Clara. Clara mengusap wajahnya, hidungnya terasa sakit akibat air yang masuk.

Plak!

Bram menampar pipi Clara. Dia mencengkram pipi Clara, menarik rambut bagian belakang Clara hingga kepala Clara mendongak sempurna. Perlakuan Bram membuat Clara mengaduh kesakitan. Dia mencoba melepaskan tangan Bram, tetapi sayang tangan Bram terlalu kuat.

"Sepertinya pelajaran kemarin belum cukup untukmu, Clara!" geram Bram.

Clara mencoba keluar dari dalam bathup setelah Bram menghempaskan wajahnya dan hampir saja membentur bathup, tetapi Bram bergegas menarik Clara kepangkuannya.

"Sshhh ..." Clara dan Bram mendesis bersamaan saat tanpa sengaja milik mereka menyatu dengan sempurna.

"Bram, aku mohon. Jangan siksa aku lagi, aku akan ikuti semua kata-katamu. Apapun itu, aku takan membantahmu lagi. Aku mohon lepaskan aku!" ucap Clara memelas.

Kali ini Clara benar-benar takut pada Bram. Dia tak bisa lagi menganggap remeh Bram. Bram dulu tak seperti itu, dia tak pernah bersikap kasar padanya. Bram memang dingin, tetapi tak pernah bersikap kasar. Berbeda dengan kali ini. Bram benar-benar berubah, atau mungkin Clara yang baru mengetahui sifat asli Bram yang sebenarnya.

Bram tak menjawab ucapan Clara, dia justru menghujamkan miliknya semakin dalam dan cepat. Clara memekik merasakan setiap hujaman milik Bram di miliknya. Bukannya nikmat, melainkan sakit yang dia rasakan. Ditambah ketika tangan Bram yang mencengkram kuat pundaknya.

Beberapa saat berlalu, Bram masih tetap kuat dengan staminanya. Dia belum juga mencapai puncak kenikmatan.

"Bagaimana jika kamu mengulanginya? Membantah lagi, dan membuatku marah lagi, hem?" ucap Bram.

Bram semakin kuat menghujamkan miliknya. Membuat Clara kesulitan bicara.

"Jawab aku!" bentak Bram sambil menarik kembali rambut Clara hingga kembali mendongak.

Clara terkejut, apalagi ketika Bram menggigit lehernya dengan kuat, sehingga meninggalkan bekas kehijauan. Bukan merah lagi.

"Kamu bebas melakukan apapun padaku! Sshh ..." Clara memeluk Bram ketika merasakan milik Bram menumpahkan cairan cintanya di dalam rahimnya. Air dalam bathup yang tadinya hangat, kini sudah menjadi dingin. Namun, milik Clara tetap merasakan hangat.

Tubuh Bram melemas. Untuk sesaat dia terdiam sambil mengatur napasnya.

Bram mengangkat tubuh Clara keluar dari bathup. Karena merasa lelah, Clara pun diam saja. Dia ingin segera membilas tubuhnya dan tidur.

Diluar dugaannya, Bram justru membawanya ke dalam kamar. Dia mengempaskan tubuh keduanya ke tempat tidur dengan penyatuan yang belum terlepas. Bram kembali mengulangi percintaan mereka.

"Cukup Bram! Aku lelah!" ucap Clara memelas. Tempat tidur Clara kini menjadi basah karena air yang membasahi tubuh keduanya. Tubuh Clara kedinginan karena ac kamar juga menyala.

" Percuma saja kamu memohon padaku. Aku takan membiarkanmu istirahat malam ini!" tegas Bram.

Bram menghentak kuat miliknya ke dalam milik Clara. Clara pun menjerit kencang karena bersamaan dengan dia mencapai puncak kenikmatannya.

****

Di luar kamar.

Dante pergi menuju balkon ruang tamu. Dia menghisap rokok miliknya. Suara pekikan, bahkan rintihan Clara begitu jelas terdengar meski apartemen itu begitu luas. Dante menjadi tak nyaman mendengarnya, dan memilih keluar dari ruang tamu.

'Uang membuat siapa saja kehilangan akalnya,' gumam Dante.

Dante adalah pekerja Bram yang sudah lama bekerja dengan Bram. Sedikit banyaknya dia tahu tentang kehidupan Bram, bagaimana hubungannya dengan Anita pun dia tahu. Hanya saja, dia memilih diam. Orang yang memiliki banyak uang, akan bebas melakukan apa saja, dan sepertinya itu memang sudah menjadi hukum alam. Siapa yang berkuasa, maka dialah pemenangnya.

Brak!

Dante terkejut saat mendengar suara seperti tendangan yang kuat. Dia membuang rokoknya dengan cepat dan berlari menuju ke dalam apartemen. Dia bergegas mendekati pintu kamar Clara.

Dia akan mengetuk pintu kamar Clara, berniat mencari tahu apa yang terjadi di dalam sana. Namun, sesaat kemudian dia mengurungkan niatnya. Dia berpikir itu bukan urusannya. Dia pun kembali keluar, mencoba tak memikirkan hal yang buruk yang mungkin terjadi di dalam kamar Clara.

Bab berikutnya