webnovel

-12- Tangisan

Ghirel memejamkan matanya berusaha mencerna semua kejadian yang secara tiba-tiba terjadi hari ini. Terutama mengenai bunda yang tiba-tiba tertarik dengan urusan percintaannya. Ghirel memeluk guling disampingnya lalu bermonolog.

"Apa, kamu bakalan kuat ngehadepin semuanya nanti? Pacaran sama Afka, gak akan semudah yang kamu bayangin Ghirel. Bisakah? Tahankah? Kuatkah?"

Merasa ponselnya berdering,Ghirel dengan rasa malas meraihnya lalu menjawab panggilan telepon disana. Terdengar suara Afka yang tidak jelas menurutnya. Namun,ia paham apa yang dimaksud Afka dalam teleponnya. Dan sekarang juga, ia panik mendengarnya. Ia menyambar jaket yang tergantung rapi di pintu lalu berlari mencari Junco. Setelah menemukannya,ia menarik kerah baju Junco hingga ke teras rumahnya membuat Junco merintih kesakitan merasa lehernya tercekik.

"Cepet anterin gue ke Bina bakti!" seru Ghirel tegas. Tangannya sudah menggenggam helm yang akan digunakannya. Bahkan ia sudah naik di motor milik Junco. Junco yang melihat Ghirel panik hanya bisa diam mematung membiarkan kakaknya meluapkan kepanikannya terlebih dahulu. Selain itu,Junco juga masih dilanda kebingungan dengan kata-kata tak jelas yang Ghirel ucapkan.

"Kak, tenang dulu bisa gak sih?!kaya orang kesetanan aja!" pinta Junco sembari menatap nanar kakak perempuannya. Sedangkan yang ditatap hanya menunjukkan raut wajah khawatir membuat Junco tidak tega dan merasa bersalah setelahnya.

"Afka, dia kecelakaan trus sekarang di Bina Bakti. Anterin gue kesana!" Ghirel memohon tanpa memperdulikan teriakan bundanya dari dalam sana yang tak jelas.

"Gue anterin tapi, kakak tenang dulu oke?" Junco pasrah. Ia masuk kembali ke dalam rumah dan menyambar kunci motornya secepat kilat lalu pergi menuju rumah sakit yang Ghirel maksudkan tadi.

***

Tanpa memperdulikan sekitar, gadis itu berlari membelah lautan manusia yang berada koridor rumah sakit. Meskipun berusaha tenang namun tetap saja ekspresi panik masih setia terpampang di wajahnya. Junco yang mengikuti sampai kepalang bingung melihat tingkah lincah kakaknya tersebut.

Sesampainya di UGD, mata Ghirel menjelajah seisi UGD mencari sosok laki- laki yang berhasil membuatnya khawatir setengah mati. Tanpa menunggu lebih lama,manik matanya berhasil melesak hingga ke pojok kanan UGD dimana Afka sedang memijat tangannya. Ghirel dengan cekatan berlari menghampiri laki-laki tersebut.

Plak!

Satu tamparan mendarat di dada Afka membuat sang korban tersenyum hangat setelah menyadari Ghirel yang memberinya. Namun, senyumannya lenyap saat melihat Ghirel sedang menangis.

Afka melirik Junco sekilas, bibirnya bertanya tanpa suara,"Dia kenapa?" Junco hanya mengendikkan bahunya tanda tidak tahu.

Terdengar isakan Ghirel yang semakin mengeras membuat Afka tertawa geli menyadari kebodohannya memberi tahu Ghirel tentang kondisinya hingga membuat gadis itu menangis. Afka menangkup kedua pipi Ghirel lalu menatap mata indah gadis yang masih tak mau menatapnya itu. Persetan dengan semuanya, sekarang Afka yakin bahwa perasaan bencinya terhadap wanita hancur sudah karena Ghirel Sananta.

"Hei, aku pernah bilang kan kalau aku bakalan berusaha sekuat tenaga buat bahagiain kamu? Buat bikin kamu ketawa, buat bikin kamu tetap ceria. Tapi,kenapa kamu malah egois?" ujar Afka membuat Ghirel mau menatapnya dengan tatapan heran karena tak dapat mencerna ucapan Afka.

"Aku,egois?" tanya Ghirel disertai isakan yang masih terdengar.

"Kamu egois karena gak mau bantuin aku mewujudkan usaha aku buat bahagiain kamu. Dasar cewek egois!" Dengus Afka membuat Ghirel menatapnya sendu. Afka menghela nafas sejenak sebelum bertanya,

"Hei, kenapa nangis hm?"

Afka memutuskan menarik tangan Ghirel dan membawanya duduk di tepi ranjang membuat sang gadis pasrah mengikuti arahan Afka.

"Kamu sakit gak? Bisa hiks, ja hiks lan?" tanya Ghirel dengan isakannya.Tangannya sudah kesana kemari memeriksa setiap inci tubuh Afka memastikan tak ada luka serius yang ia temukan.

"Udah di, hiks cek semuanya? Ada yang patah? Hiks, parah engga? " Ghirel terus mencerca Afka dengan banyak pertanyaan.

"Udah makan? Udah dikasih obat? Udah diobatin? Kenapa bisa sampe gini? Trus keluarga udah tau? Kepala sakit ga? Trus tangan kamu ini kenapa sampe diperban? Tru... "

Chup~

Sebuah kecupan ringan mendarat di dahi Ghirel. Afka sangat gemas dengan kekasihnya yang terlampau mengkhawatirkan dirinya. Dibawanya Ghirel kedalam pelukannya. Diusap punggungnya guna menenangkan Ghirel, serta tangan satunya yang tak henti hentinya mengelus rambut legam itu.

"Aku gak papa sayang, makasih udah mau khawatirin aku," Afka menatap Ghirel sedalam mungkin berharap tatapannya itu bisa menenangkan sang kekasih

"Sekarang malah aku yang khawatir sama kamu Jie," lanjut Afka.

Ghirel masih setia bersandar pada dada kekasihnya itu, hingga membuat kaos Afka basah karna air matanya. Setelah Ghirel cukup tenang, Afka mengusap air mata Ghirel menggunakan jari jempolnya.

"Kenapa sampai se khawatir ini sih?"tanya Afka.

"Aku takut kehilangan kamu. Kayak aku kehilangan papah," jawab Ghirel. Sungguh,saat mendengarnya hati Afka terasa teriris. 'Maaf.' batin Afka selalu berkata demikian.

"Jie, kamu berhasil bikin aku ngerasain sakit hati lagi setelah sekian lama," ujar Afka tiba-tiba. Ia ingin mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Hm? " Ghirel yang tidak mengerti dengan ucapan Afka hanya berdehem pelan.

"Liat kamu nangis, aku pengen bunuh diri Jie," Afka menatap Ghirel dengan serius membuat Ghirel tertawa terbahak-bahak karena ucapan Afka yang menurutnya berlebihan.

"Ihh, kan alay. Dikirain abis ini gak ngeselin lagi, taunya masih!" dengus Ghirel kesal seraya bangkit dari ranjang lalu berdiri di samping Afka. Melihat Afka mengamatinya dengan seksama membuat Ghirel sedikit risih hingga akhirnya, pertanyaan Afka membuatnya ingin marah detikd itu juga.

"Btw, kok kamu tambah gendut sih sayang?"

"AFKA, MAU AKU BACOK HAH?"

SYUUTT!!!!!!

Ghirel memang tak pernah kenal tempat, teriak seenaknya di UGD rumah sakit benar benar sikap yang sangat memalukan. Untung saja Afka masih mau mengakuinya sebagai kekasih. Bahkan Junco saja langsung pergi setelah melihat kejadian dramatis yang membuatnya mual seketika .

***

"Nih, baju beserta daleman lo ada apa!" Grell menyodorkan sebuah tas besar kepada Afka yang terlihat tersenyum menang karna berhasil mengancam Grell hingga mau membawakan baju-bajunya.

"Nurut amat lo Grell, kayak babu," sindir Ghirel dengan tawa melengkingnya.

"Pacar lo nih Jie, seenaknya ngancem gue!" Grell mendaratkan pantatnya di sofa ruang inap Afka. Sedangkan Ghirel berada di tepi ranjang sedang menyuapi apel kepada kekasih manjanya itu.

"Pakai apaan lo ngancem Grell?" tanya Ghirel pada Afka sembari memasukkan apel yang ia potong kedalam mulutnya sendiri membuat Afka kecewa begitu saja.

"Cuman ngancem mau ngasih tau mommy nya dia kalo Grell bolos les terus," jawab Afka dengan nada sok imut. Afka menarik tangan Ghirel lalu melahap apel yang baru dikupasnya.

"Anjr gitu doang," Ghirel tertawa menanggapi alasan tak masuk akal dari Afka.

"Lo gak tau mommy gue kalo marah lebih parah daripada lo Jie!" Grell mulai membela diri.

"Emang gue kalo marah nyeremin?" tanya Ghirel seraya memutar tubuhnya menghadap Grell yang sedang menelan ludahnya kasar merasa terintimidasi dengan pertanyaan tersebut.

"BANGET!" Afka dan Grell menjawab serempak.

"Yaudahlah, gue angkat telfon dulu," Grell mengangkat telfon yang entah dari siapa lalu melangkah menuju pintu keluar ruangan Afka. Setelah cukup lama, ia kembali lagi lalu meraih tasnya dan melambaikan tangan pamit kepada Afka dan Ghirel.

***

Terlihat tenang namun sebenarnya berombak. Itu yang Ghirel rasakan sekarang, ia memikirkan bundanya yang sudah pasti sedang panik mencari dirinya karena Junco sudah diberi amanat untuk tidak memberi tau bunda. Ghirel juga sedang memikirkan alasan apa yang akan ia katakan pada bunda nantinya. Ia takut semuanya akan semakin kacau karna dia harus menjaga Afka sekarang. Ya,Ayah Afka sedang ada perjalanan bisnis di luar pulau sehingga mau tidak mau Ghirel harus menemani Afka.

"Mikirin apa Jie?"tanya Afka membuyarkan lamunan Ghirel.

"Hm? Gak papa kok," jawab Ghirel dengan senyum hangatnya. Ghirel berusaha menyembunyikan kegelisahannya meskipun itu sia-sia karena Afka adalah laki-laki dengan tingkat peka yang cukup tinggi.

"Siniin hp kamu!" pinta Afka. Ghirel yang mendengarnya hanya mendelik tajam dan berusaha menyembunyikannya.

"Mau ngapain kamu?" tanya Ghirel hati-hati. Tangan Afka sudah ada di depannya menunggu ponsel Ghirel berpindah tangan.

"Siniin aja!"

Ghirel mau tidak mau mengalah memberikan ponselnya kepada Afka secara suka tak suka. Setelahnya, terlihat Afka mengetik sebuah nomor dan menelfon seseorang yang masih tidak Ghirel mengerti.

"Halo, Bude Raila?"

"KAMU NELFON BUNDA?!"

Bab berikutnya