Saat ini, Aidan telah berada di ruang apartemen yang diberikan FBI untuk menjadi tempat ia memulai misi dengan identitas baru.
Ruangan tersebut memang tidak terlalu besar, namun berbagai fasilitas yang nantinya dibutuhkan Aidan telah tersedia dan tertata rapi di berbagai tempat tersembunyi ruang tersebut.
Setelah tiga puluh menit berbenah, Aidan mulai membersihkan dirinya. Untuk beberapa saat, ia menatap dirinya di cermin, menertawakan betapa teganya keadaan mempermainkan dirinya.
Bahkan setelah apa yang ia alami sejak dulu, harapan yang pernah ada pun sirna diiringi kepergian Freya.
Namun, tidak pernah ada alasan bagi Aidan untuk tidak melanjutkan hidupnya.
Ia harus membalaskan kematian Freya dengan kematian pembunuh tersebut. Jika hal itu nanti terjadi, tidak ada yang tahu apa yang akan menjadi tujuan hidup Aidan setelahnya.
Tok tok tok…
Aidan memperhatikan seseorang yang tidak ia kenal membawa sesuatu ditangannya.
"Ya? Anda mencari siapa?" Tanya Aidan tanpa membuka pintunya.
"Apakah anda baru tinggal disini? Saya datang membawakan sedikit makanan jika anda tidak keberatan." Ucap wanita tersebut.
Cklek.
Sebenarnya Aidan tidak pernah diperhatikan oleh siapapun, awalnya ia memang merasa janggal. Namun, melihat perawakan wanita tersebut, tampaknya ia memang tulus menyambut Aidan.
"Ini nih.. manatau anda belum makan, sepertinya anda sangat sibuk." Wanita tersebut agak menoleh kedalam ruangan Aidan.
"Mau ngapain Anda?"
"Ah saya hanya penasaran sepertinya ruangan ini tidak cukup besar untuk menampung berbagai barang anda."
"Bukan urusan anda, terimakasih atas makanannya." Ucap Aidan yang sebenarnya tidak tahu harus menjawab apa.
"Baiklah, saya permisi ya.. Jika anda butuh sesuatu, apartemen saya di depan anda kok." Ucapnya sambil berlalu.
Sepertinya tidak ada salahnya berbaur…
Awalnya Aidan percaya akan makanan yang diberi wanita tersebut. Namun, ternyata ia masih sulit percaya atas perhatian orang lain kepadanya. Aidan segera mengecek kandungan dalam Spaghetti tersebut. Akhirnya ia pun tersenyum karena kekhawatirannya tidak terbukti.
Keesokan harinya,
"Hai! Anda mau kemana?" Tanya wanita yang sampai sekarang belum diketahui Aidan namanya.
"Hanya turun."
"Ayolah, kita tetangga lho.. kenapa anda bersikap sangat dingin."
"Anda yang terlalu ramah."
"Baiklah, nanti juga kau pasti membutuhkanku, sampai jumpa!"
Ternyata ada juga orang yang aneh.
"Gimana?"
"Tidak ada jejaknya, sepertinya daerah tempat persembunyian Agen itu bukan disini."
"Segera cari! Jangan sampai kita yang diketahui terlebih dahulu olehnya!"
"Baik, Tuan."
Setelah pulang dari salah satu pusat perbelanjaan, Aidan segera kembali ke apartemennya. Ia pun akan memulai pelaksanaan misinya. Tidak sehari pun ia mau melewatkan kesempatan yang ada.
"Ren, markas besar komplotan itu ada dimana saja? Sepertinya FBI berusaha menyamarkan lokasi mereka dariku. Tidak sedikitpun aku dapat informasi mengenai mereka." Ucap Aidan.
"Baiklah, akan segera kukabari. Namun, kau harus berhati-hati dengan wanita yang sepertinya menyukaimu itu." Jawab Darren terkekeh.
"Bagaimana kau bisa tau?"
"Aku tidak sengaja menyusup ke komputer yang di pusat. Sepertinya mereka selalu memantau pergerakan mu. Namun, tampaknya wanita itu akan selalu membantumu kedepannya."
"Ya sepertinya begitu, ia sangat ramah. Awalnya aku tidak tahu harus berbuat apa."
"Berbaurlah dengan cepat. Sampai jumpa."
Hari pertama pencarian pun dilewatkan Aidan tanpa mendapat jejak. Namun, ia yakin besok dan seterusnya ia akan segera mendapat berbagai informasi yang ia butuhkan.
Meski FBI berusaha menutupi, tetap saja Aidan memiliki tingkat kejeniusan di atas ambang rata-rata.
Setelah sepekan berada di apartemen tersebut, Aidan pun sudah cukup terbiasa dengan kehadiran wanita tersebut.
Belakangan ini, ia tahu nama wanita itu Eclesia. Ia hanya seorang wanita karier yang memiliki dua orang anak. Aidan cukup banyak tahu mengenai wanita itu, sebagian informasi ia dapat dari Darren juga.
"Sepertinya ia tidak sadar dengan keberadaan wanita itu."
"Mungkin dia hanya bersikap baik."
"Namun, tetap saja aku curiga melihat sikapnya."
"Sepertinya aku pernah melihatnya."
"Coba pikirkan dengan baik, manatau ia akan menghalangi jalan Aidan."
"Ah tidak, dia itu wanita yang baik."
"Aku berharap Aidan segera sadar dengan apa yang ia lakukan, tidak seharusnya ia membalas dendam atas kepergian Freya."
"Tetap saja.. itu menyakitkan."
Mereka semua pun kembali melanjutkan tugas masing-masing setelah sejenak berdiskusi mengenai salah satu agen mereka yang sedang menyamar tersebut.
Sore harinya, Aidan diminta untuk menemani anak-anak wanita tersebut. Awalnya ia memamg menolak, namun Aidan akhirnya menyetujuinya.
Hal yang tidak Aidan duga adalah menjadi anak-anak ternyata tidak seburuk yang ia pikirkan dulu. Sebagian anak-anak hidup bahagia apa adanya.
Setelah wanita itu pulang dari kantornya, ia segera bergegas kembali ke apartemen.
"Maaf tuan, aku membuatmu menjaga mereka cukup lama."
"Ya tidak apa-apa, panggil saja Aldrich."
"Apa?"
"Namaku Aldrich Kaison."
"Nama yang familiar… Hmmm.. Oh iya apa anda sudah makan?"
"Sudah, mereka sedang tidur, saya kembali dulu ya."
"Baiklah Al, terimakasih ya."
Aidan pun berlalu, menurutnya cukup Kaison yang menetap di nama belakangnya. Aldrich tidak buruk juga pikirnya.
Hari ini dilalui Aidan dengan sedikit santai, tidak seperti dulu yang menakutkan atau seperti kemarin yang dipenuhi amarah.
Menurut Aidan, sedikit bermain dengan anak-anak membuatnya lebih bahagia.
Sudah sebulan berlalu, ternyata tidak sesuai harapan Aidan. Kini, Darren sesekali menyamar untuk bertemu Aidan demi memberi informasi yang ia peroleh.
Anehnya, Darren juga semakin akrab dengan wanita tetangga Aidan.
"Sepertinya mereka tidak tahu keberadaan kita."
"Oh iya siapa wanita itu?"
"Mungkin hanya tetangga."
"Bagaimana mungkin ia tidak tahu sedang bertetangga dengan agen?"
"Cih… yang pasti kita sudah mengetahui lokasi mereka dimana."
"Atau perlu kita habisi terlebih dahulu wanita itu?"
"Ide yang bagus."
"Ide bagus apanya, kalian ingin mencari masalah dengan kepolisian?"
"Bukan! Sepertinya sedikit bermain-main akan menyenangkan."
"Aku menyetujuinya."
"Besok kita segera bertindak."
Malam ini, Aidan merasa ada yang aneh. Ia kesulitan untuk tenang, beberapa kali ia mengecek keberadaan beberapa pusat gangster.
Namun, ia menemukan beberapa kejanggalan. Ia merasa para gangster tersebut berada di lokasi yang sama dengannya.
Ah, itu tidak mungkin,
Mereka tidak akan mengenaliku dengan mudah.
Saat itu juga, Aidan memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya dan beristirahat. Setidaknya ia paham kesehatannya penting jika ia ingin segera menyelesaikan misinya tersebut.
Pada pagi harinya, Aidan terbangun tepat pukul lima pagi. Ia merasa di luar apartemennya sangat ribut. Aidan pun segera beranjak dan mengambil salah satu pistol yang ada.
Ia yakin keributan seperti ini sangat jarang terjadi di lingkungan apartemennya. Aidan segera mengecek dari pintunya.
"Korban atas nama Eclesia, Pak."
"Bagaimana kondisi anak-anaknya?"
"Sepertinya mereka tidak mengetahui keberadaan ibunya semalam."
Mendengar hal tersebut, Aidan beranjak keluar.
"Ada apa ya pak?" Tanya Aidan tanpa basa-basi.
"Terjadi pembunuhan."
"Hah?! Tadi saya dengar Eclesia?"
"Ya benar, Apa anda mengenalnya?"
"Bagaimana saya tidak kenal, dia adalah tetangga saya." Jelas Aidan.
"Mungkin anda dapat memberi keterangan kepada kami, jika anda memiliki waktu sebentar."
Bagaimana bisa kenyataan tidak ada hentinya untuk mempermainkan hidup Aidan.
"Bagaimana keadaan anak-anaknya?"
"Mereka baik-baik saja."
"Nama Anda siapa?"
"Aldrich Kaison."
Setelah memberi identitas secara lengkap, Aidan segera dibawa ke ruang investigasi. Ia hanya akan dimintai keterangan mengenai kehidupan sehari-hari wanita yang belakangan ini menjadi sangat akrab di hidup Aidan.
"Korban ditemukan di sekitar taman kanak-kanak, dengan bekas sayatan di seluruh pelipisnya."
"Apakah ada bekas lainnya?"
"Sepertinya hasil forensik akan keluar siang ini, apakah anda akan menunggunya? Namun ada juga memar di area punggung, kepala, lengan, dan kakinya."
Tidak ada hal yang sanggup di ungkapkan Aidan. Ia hanya menjawab seadanya mengenai kegiatan sehari-hari Eclesia. Tidak ada juga yang tau betapa sepinya hari-hari Aidan setelahnya.
Sekembalinya dari kantor kepolisian, Aidan sempat pergi ke lab mereka untuk melihat kondisi Eclesia. Aidan pun tak tahu apa-apa, ia tidak mengerti mengapa hal ini terjadi kepada Eclesia.
Ia hanya tahu wanita itu selalu ceria dan tulus dalam menyayangi siapapun. Meski baru sekitar sebulan, namun Aidan harus mengakui hari-harinya memang dipenuhi dengan keceriaan wanita itu.
Siapa sangka, wanita berhati baik sepertinya juga mampu berakhir dengan tragis seperti itu. Aidan pun memutuskan lagi. Ia akan mencari tahu mengenai pembunuhan Eclesia, sahabatnya.
Darren mendengar berita buruk tersebut juga turut berduka. Mereka berdua kini tidak mempunyai alasan untuk melakukan misi berbeda. Aidan dan Darren memutuskan mengambil misi mengenai pembunuhan Freya dan Eclesia. Entah firasat dari mana, mereka yakin pembunuhnya sama.
I'm going under and this time I fear
There is no one to save me
This all or nothing got a way of
Driving me crazy…
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
Creation is hard, cheer me up! VOTE for me!
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.