Eugene membuka matanya perlahan. Sesekali mengerjap berusaha membiasakan dengan cahaya yang masuk dalam retinanya. hal yang pertama ia lihat adalah plafon putih diatasnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ruangan yang didominasi warna biru laut. Ini kamarnya. Tak ada yang berubah.
Apa mungkin mimpi ?
'ah.. lebih baik aku bersiap untuk berangkat..' batin Eugene lalu ia menggerakkan tubuhnya berjalan menuju kamar mandi didalam kamarnya.
Well tak ada yang aneh. Ketika ia menatap lantai ia masih cukup merasa tinggi. Seperti biasa. Apa mungkin kejadian itu hanya mimpi semata ?
Langkah gontai nya berjalan melewati cermin yang terpasang di lemari dan menuju kamar mandi yang ada disudut ruangan.
'Eh..
Tunggu sebentar
Kok sepertinya ada yang janggal ?'
Eugene sontak membalikkan tubuhnya kembali kearah cermin. Dihadapannya sekarang terlihat sosok perempuan berambut sebahu.
Itu dirinya
Ia masih dapat mengenali wajahnya walaupun kini badannya telah menjelma menjadi perempuan. Kemana perginya dada bidangnya ? Kenapa hanya tertinggal sebuah tonjolan disana ? Dan.. kemana bulu bulu kakinya ? Kenapa sekarang terlihat bersih bersinar seperti tanpa kaca. Jakun nya juga telah sirna.
'tak mungkin..' batin Eugene tak percaya. Ia lalu membuka celananya dan betapa terkejutnya ia saat tak mendapati juniornya didalam sana.
"MAMAAAAAAAAAAA !!!"
"Ada apa Eugene ? Pagi-pagi sudah teriak.." itu suara ibunya yang datang dengan masih membawa spatula nampaknya wanita paruh baya itu sedang memasak didapur.
"Mama... Aku punya dada.." rengek Eugene memberitahukan kejadian aneh yang menimpanya. Dipikir ibunya akan kaget saat melihat putra tampannya kini berubah menjadi anak perempuan.
"Lalu kenapa ? Kamu kan sudah puber ya jelas dadamu tumbuh.. aneh-aneh saja kamu.. udah ah mama mau masak.." ucap mama Eugene dan berlalu dari kamar sang anak.
Loh kok begini..
"Ingatan semua orang yang mengenalmu akan terganti dengan sosok perempuan mu sekarang.. mereka tak akan ingat kalau kau adalah lelaki karena yang akan tersimpan di otak mereka adalah kau yang perempuan.."
"Dan sebagai imbalan kau dihidupkan kembali, kau harus merubah sikapmu. Kau yang selalu mempermainkan perasaan perempuan mulai sekarang kau harus bersikap baik pada perempuan.. jika kau melanggar kau akan langsung berubah jadi anjing.."
"Sial" umpat Eugene. Ia ingat dengan jelas perkataan malaikat boncel itu. Jadi ini sungguhan ?
Kepalanya jadi pusing memikirkan kejadian yang tiba-tiba menimpanya dan langsung merubah seluruh hidupnya. Lebih baik ia mandi untuk menyegarkan pikiran.
Baru saja ia melepas baju, ia langsung tertegun saat melihat tubuhnya sekarang. Wajahnya merah. Bagaimanapun jiwanya adalah lelaki. Tentu saja ia malu saat melihat tubuh perempuan. Walaupun itu adalah tubuhnya sendiri.
Dan berakhir Eugene mandi dengan mata tertutup.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ada satu hal yang sangat Eugene benci dengan perubahan hidupnya. Motor Ninja merah kesayangannya hilang entah kemana.
'sial.. sial'
Dan jadilah dia harus menaiki bus umum. Hal yang sangat tidak biasa baginya. Tangannya berkali-kali menarik roknya agar sedikit lebih kebawah. Rasa dingin kerap kali menyapa pahanya yang sekarang terekspos. Kenapa para perempuan tahan dengan pakaian seperti ini sih.
Dan ia masih dengan aktifitasnya menutupi roknya sampai turun di tujuan akhir. Sekolah. Tak ada yang berubah setelah itu. Ia masih bersekolah di tempat yang sama. Hanya saja seperti di lahirkan kembali.
Baru sampai didepan gerbang saja ia sudah disambut dengan adegan roman picisan dari seorang pemuda bermata sipit dengan tinggi badan tak beda jauh darinya. Aiden Lee rivalnya sedang melayangkan aksinya menggoda beberapa adik kelas.
Yap, ia dan Aiden bersaing dalam hal yang sama, menjadi siapa yang paling banyak menaklukkan hati wanita. Terdengar konyol. Tapi pesona mereka memang tak bisa di tolak. Dan Eugene unggul satu langkah dari Aiden. Iya itu dulu saat ia masih laki-laki. Pasti si Aiden itu senang karena tak memiliki saingan seperti dirinya. Ah~ Eugene merindukan tubuhnya yang dulu.
"Hey manis.. tumben berangkat pagi.." panggil Aiden entah pada siapa. Yang Eugene yakini bukan dirinya. Gadis jangkung itu meloyor melewati beberapa siswi yang terdengar berbisik dan menatap tak suka pada dirinya. Tatapan yang tak pernah Eugene dapatkan karena semasa hidupnya ia selalu di puja dan di elu-elukan oleh para wanita tentunya. Tapi ada baiknya juga, ia jadi tak perlu bermain kucing-kucingan untuk menghindari beberapa gadis yang menjadi fans beratnya. Terkadang hal itu membuatnya malas untuk bersekolah.
"Hey manis.. mengabaikan ku hmm ?" Eugene merasakan seseorang menahan tas punggungnya dan membuat langkahnya terhenti. Itu suara Aiden rivalnya. Eugene membalikkan badannya dan menemukan ekspresi menjijikan pemuda itu. Senyum sok tampannya membuat Eugene berusaha sekali menahan agar tak muntah.
"Mau ku antarkan ke kelas tidak ?" Tangan Aiden bergerak untuk mengelus pipi Eugene namun sebelum hal itu terjadi Eugene buru-buru menepis tangan pemuda itu dan berjingkat mundur beberapa langkah. Eeww~ apa Aiden baru saja menggodanya. Eugene bersumpah ia merasa bulu kuduknya berdiri. Eugene merasa geli sendiri di perlakukan seperti itu apalagi oleh seorang Aiden Lee. Ia bukan seperti siswi sebelumnya yang merona dan menjerit histeris saat Aiden menerima surat cinta yang di berikan padanya. Ia adalah Laki-laki, ya setidaknya itu yang masih tersisa dalam jiwanya. Laki-laki yang sebenarnya tak terlalu peduli pada cinta dan menganggap semua gadis hanya mainannya.
Tanpa sepatah katapun Eugene berjalan dengan sedikit tergesa setidaknya ia harus lepas dari pemuda yang lebih menyeramkan dari hantu itu--dalam kamus Eugene di godai oleh Aiden lebih menyeramkan daripada bertemu hantu. Ia berusaha menulikan telinganya saat Aiden berteriak keras dengan suara bass-nya
"NANTI KITA MAKAN BERSAMA DI KANTIN YAH !!"
Dan Eugene menyesal, harusnya ia memilih jadi anjing saja ketimbang harus digoda oleh laki-laki tadi. Padahal ini baru hari pertamanya, tapi ia sudah merasa kesulitan.
.
.
.
.
.
Dulu Eugene terbiasa berjalan dengan angkuhnya karena ia tahu orang-orang akan memberikannya jalan. Hey, dirinya adalah Tuan Muda Ahn yang tampan dan mempesona. Dan Eugene kembali tersadar bahwa dirinya bukan lagi sosok terkenal, ia hanya gadis biasa yang bahkan tak terlalu dianggap keberadaannya oleh seseorang yang berdiri menghalangi jalannya.
'BRUUK'
"Ah.. buku ku !" Seru seorang gadis berambut coklat yang kini berjongkok memunguti bukunya yang berjatuhan. Eugene sang pelaku bahkan hanya menatap sekilas dan berniat meninggalkan tempat kejadian. Tanpa memperdulikan gadis yang baru saja di tabraknya.
'salah sendiri menghalangi jalan' Eugene masih bersikap sama seperti dulu. Sifatnya yang individualisme tak hilang meski tubuhnya sekarang berubah.
"Hey.. bukankah kau harusnya menolong gadis itu?" Sebuah suara yang entah datang darimana terngiang di kepalanya. Dan anehnya ia seperti mengenali suara itu.
"Kau harus meminta maaf dan membantu gadis itu Eugene Ahn.. jika kau melanggar perintah itu maka kau akan berubah menjadi anjing" Eugene akhirnya dapat melihat sosok suara itu. Ia ingat, gadis yang mengaku dirinya malaikat maut namun lebih mirip sekretaris perusahaan tengah menatapnya tajam. Eugene mengerjapkan mata memastikan sekali lagi penglihatannya tak salah. Anastasya berdiri dengan menyilangkan tangannya didepan dada. Beberapa siswa terlihat berjalan melewatinya tanpa menyadari keberadaan gadis mungil itu. Eugene sadar bahwa hanya dirinyalah yang bisa melihat wujud Ana. Ia benar-benar bukan manusia, dan Eugene jadi lebih takut jika ancaman itu benar-benar terjadi padanya.
"Ah.. ma-maafkan aku.." seumur hidup Eugene tak pernah minta maaf. Dan lidahnya kelu mengucapkan sepenggal kata tadi. Ia merasa harga dirinya jatuh untuk hal semacam itu.
Eugene ikut berjongkok dan mengambil buku yang berjatuhan. Menatanya kembali dan memberikan pada gadis didepannya. Gadis itu hanya membungkuk sekilas dan pergi menjauh tanpa mengucapkan terimakasih padanya. Lihat, bahkan gadis itu lebih keterlaluan darinya. Apa orang tuanya tak mengajarkan berterima kasih jika seseorang telah membantunya.
Eugene berdecak kesal. Kenapa hari pertamanya sebagai perempuan terasa sangat menyiksa. Tanpa sadar sudut matanya menatap benda yang ada diantara kakinya. Sebuah pembatas buku. Eugene segera mengambilnya, ia yakin benda ini milik gadis yang tak tahu terimakasih tadi.
Matanya bergerak membaca sebuah tulisan rapi yang tercetak menggunakan tinta pink dengan Glitter yang menghiasinya. Sebuah nama yang menandakan kepemilikan barang tersebut.
"Michelle Kim.."
Musim berganti menemani sang waktu Berdetik lagi mendera asah berlagu. Berlari ke arah cahaya bersamamu Tempat dimana dulu kita pernah bertemu.