webnovel

Kulineran

Ethan dan Luna sudah siap untuk sarapan di luar. Mereka tampak serasi berjalan berdua keluar kamar dengan wajah berseri-seri. Tentu saja! di antara mereka sudah ada bumbu-bumbu cinta yang semakin membuat dua sejoli itu tampak semakin dekat.

Luna mengenakan terusan dress berwarna putih di padu dengan memakai blazer berwarna merah marun. Luna terlihat cantik dengan gayanya yang sederhana itu, sedangkan Ethan tampak atletis dengan memakai black jeans di padu dengan white t-shirt yang ketat dengan memakai kacamata hitam. Kalian bayangkan saja betapa serasi mereka berdua.

"Mau ke mana kalian?" tanya Dina saat melihat anak dan menantunya berjalan melewati ruang tamu.

"Keluar, Ma, Luna ingin sarapan di luar. Katanya dia pengen nyicip makanan-makanan khas Singapura," jawab Ethan dengan detail. Dia malas jika nanti mamanya banyak tanya.

"Iya ma, sekali-sekali," timpal Luna sembari melempar senyum manisnya pada mertuanya itu.

"Yasudah, hati-hati. Jangan terlalu lama atau Luna akan kecapekan," seru Dina.

"Siap, Ma," balas Ethan lalu menggenggam tangan Luna dan mengajaknya keluar rumah menuju mobil yang sudah terparkir di halaman.

___

"Kita mau sarapan di mana?" tanya Luna dengan menaikan alisnya. kini ia bersama Ethan sedang naik mobil.

"Ke restoran favoritku," jawab Ethan.

"hmm. Aku bosan makan di restoran," ucap Luna. Dia ingin suasana yang berbeda, karena restoran terlalu biasa baginya.

"Yasudah, kita cari tempat yang mungkin kamu akan suka. Sebentar lagi sampai," balas Ethan sesekali tersenyum melirik Luna.

Setelah beberapa menit, Ethan menepikan mobilnya ke pinggir jalan dekat sebuah pasar tradisional Singapura. Pasar itu terlihat rajin dan gayanya terkesan klasik. Ethan segera mengajak Luna untuk turun dari mobil.

"Pasar tradisional?" gumam Luna dengan menaikan alisnya. Dia tidak menyangka pria sekaya Ethan mau cari makan di pasar yang harganya murah-murah.

"Iya. Katamu kalau restoran sudah biasa," sahut Ethan sembari tersenyum menggandeng tangan Luna dan mengajaknya berjalan menyusuri pasar itu.

Luna hanya nurut saja kebmanapun dià di bawa suaminya itu.

"Mau makan atau beli jajanan saja?" tanya Ethan.

"Eh. dua-duanya," jawab Luna sembari tersenyum malu-malu.

"Wah ... nanti kekenyangan."

"Kan sedikit-sedikit makannya."

"Kita beli di sini saja. Makanannya enak-enak. Tempatnya juga higenis," ajak Ethan sembari menuntun Luna masuk ke sebuah kedai

Di sana Luna melihat daftar menu-menu makanan dan jajanan khas Singapura, sedangkan Ethan memesan makanan. .

"Aku mau es kacang itu," seru Luna saat melihat gambar menu berupa es kacang khas Singapura.

"Luna ...kan tidak boleh makan es," balas Ethan mengingatkan.

Seketika Luna mengerucutkan bibirnya. Lagi-lagi dia mendapat larangan atas keinginannya, "please. pesan satu saja, nanti aku hanya makan sedikit,!"

"Yasudah, biar nanti aku yang habiskan," balas Ethan dengan sabar. Jika tidak di turuti, Luna akan ngambek, bad mood, memasang wajah masam. Ethan tidak ingin itu terjadi. Hari ini dia ingin membuat Luna senang dan semakin menenerimanya. Ethan segera memesankan es kacang itu.

Pelayan datang dengan membawa dua porsi Laksa, makanan khas singapura dan beberapa camilan khas Singapura juga, sedangkan es kacangnya belum di antar.

"Kenapa pesan banyak sekali?" tanya Luna dengan menaikkan alisnya.

"hemm. Katanya mau nyicip aneka makanan disini. tentunya ada banyak," jawab Ethan.

Luna menatap jajaran makanan yang memenuhi meja, kemudian bertanya, "apa kita sanggup menghabiskan semua ini?"

"Harus sanggup," jawab Ethan dengan tersenyum meyakinkan. Karena itu makanan yang tidak berat, tidak akan terlalu membuat kenyang.

Mereka berdua segera makan, sesekali Luna menyuapi Ethan, seakan menunjukkan perhatiannya.

Melihat Ethan lahap makan, Luna malah terus ingin menyuapinya, sedangkan dia hanya sedikit mencicipi masing-masing makanan. Dia tidak menyangka, biasanya orang kaya enggan makan di kedai sederhana seperti ini, tapi Ethan malah makan dengan lahap.

"Es nya datang," gumam Luna dengan tersenyum saat pelayan datang membawakan es kacang untuknya.

"Sedikit saja makannya," seru Ethan.

"Kalau ini enak, aku habiskan," balas Luna. Dia segera memakan es itu menggunakan sendok kecil.

"Apa rasanya enak?" tanya Ethan.

"Enak, dan aku akan menghabiskan nya," jawab Luna santai.

Ethan mengerutkan keningnya karena Luna telah ingkar janji. "Kamu makan lainnya sedikit, tapi makan es kacangnya hampir satu porsi, nanti anak kita terlalui gemuk di dalam perutmu."

"Sekali ini saja, ini terlalu enak. Jika tidak di habiskan, mubazir" ucap Luna sembari menyeruput es itu.

Ethan menghela napasnya. Tadi Luna yang ingin makan-makan, tapi nyatanya dia yang makan banyak hingga kekenyangan, sedangkan Luna malah hampir makan semangkuk es. Dia hanya tidak ingin Luna nanti flu, atau batuk, atau bahkan bayi kembarnya kegemukan.

"Jangan marah," seru Luna.

"Tidak, aku tidak marah," balas Ethan datar.

Luna sudah menghabiskan es kacangnya. Dia menatap Ethan yang tampak cemberut. Jarang sekali suaminya seperti itu. Mungkin karena dia telah ingkar janji.

Ethan justru terlihat menggemaskan saat sedang marah. Entah kenapa Luna ingin mencium pipinya yang menggembung ketika cemberut itu?!

Tidak peduli banyak orang di sekelilingnya, Luna mencium pipi Ethan, membuat Ethan terbelalak terkejut.

"Biar tidak marah," ucap Luna sembari tersenyum menggoda.

Ethan merona, ini kali pertama Luna menciumnya. Meski hanya di pipi, itu adalah kejutan mewah untuk Ethan. Setelah hampir lima bulan menikah, baru kali ini Luna menunjukkan sikap manisnya. Mungkin seperti itu sifat asli istrinya saat menyayangi seseorang.

"Aku tidak marah," balas Ethan dengan senyum malu-malu. Ah, dia seperti remaja yang baru pacaran.

"Coba kalau aku tidak menciummu, pasti masih cemberut." Luna mencubit pipi Ethan. Dia jadi gemas pada suaminya itu.

Ethan pun terkekeh karena sikap Luna begitu manis padanya.

"Ayo pulang, aku sudah kenyang," ajak Luna.

"Oke. Aku bayar dulu," balas Ethan. Dia segera beranjak dari duduknya dan membayar makanan tadi dengan jumlah uang yang banyak kepada pedagang yang merupakan seorang pria paruh baya.

Luna memperhatikannya dari kejauhan. Ethan memberi uang banyak kepada penjual itu, lebih dari ongkos makanan tadi.

"Dia dermawan," gumam Luna sembari tersenyum kagum pada suaminya. Kini saatnya dia membuka mata dan hatinya. Melihat pria yang selama ini di dekatnya adalah sosok suami yang sempurna. Tampan, kaya, baik, sederhana, setia, bahkan sabar dan tidak neko-neko.

Bab berikutnya