webnovel

KITA ADALAH TEMAN SELAMANYA

"Ayo turun," ajak Daniel kepada seorang gadis yang berada di belakangnya saat ini. "Kita sudah sampai."

Ametsa yang mendengarnya pun langsung segera menuruni motor laki-laki itu dengan kedua mata yang berbinar sehingga membuat Daniel yang melihat hal tersebut pun langsung menyunggingkan senyumannya

"Bagaimana? Apa kamu sudah senang sekarang? Aku tidak ingin melihatmu bersedih lagi, Ametsa, jadi aku berharap dengan aku membawamu ke sini akan menjadi lebih baik."

Gadis tersebut yang sedari tadi hanya mengagumi yang sedang dilihatnya di depan mata pun langsung menoleh ke arah samping dimana seorang laki-laki sedang memandangnya dengan senyum tipis.

"Apa yang kamu bicarakan, Daniel? Tentu saja, aku sangat senang ketika kamu mengatakan akan mengajakku ke sini. Terlebih, aku sudah lama tidak datang ke sini, dan aku benar-benar merindukannya."

Terlepas dari itu, ada banyak kenangan yang tentunya tidak akan bisa Ametsa hapus dari ingatannya. Yaitu, bagaimana gadis tersebut yang datang ke Pasar Malam bersama dengan kedua orang tuanya yang membuatnya menjadi merindukan mereka.

Ia sangat ingin bahwa kini kedua orang tuanya berada di sini, bersama dengan dirinya dan menemaninya bermain seperti ketika saat Ametsa kecil dulu. Semua kebahagiaan yang berkaitan dengan kedua orang tuanya.

"Ametsa," panggil Daniel yang tidak sengaja melihat gadis di sampingnya saat ini baru saja menitikkan air matnya membuat laki-laki itu langsung membelalakkan kedua matanya karena khawatir. "Apa yang terjadi padamu?! Mengapa kamu menangis?! Apa aku menyakitimu? Ya Tuhan, maafkan aku!"

Akan tetapi gadis tersebut langsung mengusap kedua air matanya ari pipi, lalu menggelengkan kepala sembari menyunggingkan kedua sudut bibirnya sehingga membentuk sebuah senyuman dan tidak lupa untuk menolehkan kepala memandang Daniel yang saat ini begitu terlihat khawatir.

"Aku tidak apa-apa, hanya saja aku sedikit merindukan mereka. Daniel, terima kasih sudah membawaku ke sini, tetapi aku ingin jujur padamu bahwa aku benar-benar sangat bahagia sekarang."

Setelahnya Daniel langsung menyunggingkan senyuman setelah mendengar sebuah pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh Ametsa kepadanya. Ia sangat bersyukur bahwa ternyata gadis itu menyukainya sehingga laki-laki tersebut tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.

"Apa yang kamu katakan? Seharusnya akulah yang berterima kasih padamu, Ametsa, karena kamu menerima ajakanku ke sini."

Ametsa terkekeh sembari menggelengkan kepala, lalu berkata, "Sudahlah, berbicara denganmu hanya membuang-buang waktuku saja. Ayo cepat, aku ingin menaiki wahana sekarang."

Kemudian gadis itu pun berlalu pergi begitu saja meninggalkan Daniel yang masih berdiam diri di tempat setelah menuruni motornya. Laki-laki itu hanya menghela nafas sembari tersenyum masam setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh temannya tersebut.

"Ametsa, kamu mau naik wahana yang mana?"

Kni berdiri seorang laki-laki yang berada di sampingnya baru saja sampai dengan nafas yang tersengal-sengal dikarenakan Ametsa yang terus saja berjalan berkeliling seperti kebingungan untuk menaiki sebuah wahana.

"Aku masih bingung, Daniel. Apa aku tidak perlu menaikinya saja?"

Deg.

Daniel langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sampingnya saat ini dengan kedua mata yang terpejam. Seolah laki-laki itu sedang berusaha untuk meredakan emosinya tersebut.

"Ah, tidak, aku akan menaikinya. Daniel, ayo ikut denganku!"

"A-apa?! Aku pikir kamu benar-benar tidak akan menaiki wahananya."

"Iya, awalnya begitu, tapi ..." Jeda Ametsa yang kini mengajak Daniel untuk segera ikut mengantri bersama dengannya hingga dimana merereka berdua pun kini sudah mendudukkan dirinya di atas sebuah wahana yang bernama kora-kora. "Aku merasa harus menaikinya karena kamu sudah mengajakku jauh-jauh ke sini."

Laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung menyunggingkan senyuman manisnya itu, kemudian satu tangannya kini meraba dadanya yang terasa berdetak begitu kencang. Ada perasaan yang tidak biasa kini kembali hadir yang membuat Daniel menjadi merasa kurang nyaman jika berada di dekat gadis tersebut.

"Aku memang tidak pernah bisa menyembunyikan perasaan ini, seberapa keras usahaku untuk menghilangkannya tetapi tetap tidak akan pernah bisa," ujarnya dalam hati. "Tetapi sampai kapan aku harus seperti ini?"

Sementara itu semua orang sudah memenuhi tempat duduk dari wahana tersebut sehingga semua pun segera bersiap-siap untuk berpegangan tangan. Bahkan, Daniel sekalipun ia merasa ketakutan sehingga dirinya kini langsung menyembunyikan kepalanya di belakang punggung Ametsa yang kini sedang tertawa begitu puas.

"Daniel, mengapa kamu bersembunyi? Apa kamu takut menaiki wahana ini?"

"Diamlah, aku benar-benar tidak suka menaiki wahana ini."

"Kalau kamu seperti ini, lalu untuk apa kamu berbicara seolah kamu berani menaiki wahana? Padahal kamu sendiri yang mengatakan akan membuatku bahagia di malam ini."

Beberapa saat kemudian mereka wahana pun telah berakhir dengan Daniel yang masih merasa bergetar di seluruh tubuhnya setelah akhirnya berhasil melewati wahana tersebut. Sedangkan Ametsa yang melihatnya pun langsung melipat kedua tangannya di dada dengan satu alis yang terangkat.

"Apa kamu benar-benar tidak bisa menaiki wahana?" tanya gadis itu dengan wajah yang lebih serius. "Padahal aku ingin kamu menemaniku malam ini, tapi ... melihatmu yang seperti ini membuatku menjadi khawatir."

Ketika melihat seseorang yang berada di hadapannya hendak melangkahkan kakinya kembal membuat Daniel langsung menghentikannya.

"Ametsa, tunggu." Laki-laki itu mencekal pergelangan tangan dari gadis tersebut lalu kembali berkata, "Kamu mau pergi kemana?"

"Pulang?" jawab Ametsa ragu dengan kedua alis yang terangkat. Akan tetapi Daniel yang berada di sampingnya pun langsung menggelengkan kepala setelah sudah merasa lebih baik dari sebelumnya.

"Tidak, aku sudah berjanji ingin membuatmu bahagia malam ini. Makanya kamu tidak boleh pulang sebelum kamu benar-benar sudah merasa senang hari ini."

Deg.

Begitu sulit untuk Ametsa jelaskan bahwa sosok laki-laki yang berada di hadapannya saat ini memang tidak pernah mudah untuk menyerah sehingga ia menjadi merasa semakin tidak nyaman dengan Daniel yang bersama dengan dirinya sekarang.

"Daniel," panggil gadis itu dengan senyuman manisnya. Sedangkan laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung menyahut dengan kedua alis yang terangkat, "Apa?"

"Sampai kapan kamu akan menggenggam tanganku?" tanya Ametsa dengan tatapannya yang begitu serius.

Daniel yang tersadar pun langsung melihat salah satu tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan dari gadis tersebut sehingag dengan cepat laki-laki tersebut langsung menghentikannya.

"Oh, maafkan aku, Ametsa. Aku tidak bermaksud untuk---" Gadis itu menyela ucapannya dan berkata, "Sudahlah, aku tidak apa-apa, Daniel. Jangan terlalu dipikirkan, ini hanyalah masalah kecil."

"Terima kasih, Ametsa. Kamu memang benar-benar teman terbaikku," ujar Daniel sembari tersenyum getir. "Aku harap kita adalah teman selamanya."

Senyuman Ametsa tiba-tiba meluntur setelah mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Entah kenapa ia merasa seperti ada pesan tersirat dibalik ucapan terakhirnya tersebut yang membuat dirinya tidak bisa berhenti memikirkannya.

'Aku harap kita adalah teman selamanya.'

Gadis itu tanpa sadar langsung mengalihkan pandangannya dengan pikiran yang terus tertuju kepada apa yang baru saja dikatakan oleh Daniel kepadanya. Suasana pun malah menjadi canggung di antara mereka berdua sehingga laki-laki tersebut yang melihat adanya perubahan dalam diri Ametsa menjadi merasa bersalah.

"Ametsa, maafkan aku. Lupakan saja apa yang baru saja ku katakan, karena itu tidaklah penting."

Bab berikutnya