Happy Reading
Imelda baru saja tersadar dan mendapati Brian sedang menggenggam tangannya sambil menundukkan kepala. Wanita mencoba bangkit dari tidurnya, namun Brian langsung menyadari sedikit gerakannya. "Imelda! Kamu sudah sadar. Tunggu sebentar, aku akan mengambil bubur untukmu." Brian berlari ke dapur untuk mengambil bubur dan segelas air yang sudah disiapkan oleh pelayan di rumahnya. Tak lama kemudian dia kembali ke kamarnya. Terlihat wanita itu sudah melepaskan selang infus di tangannya.
"Aku harus ke rumah sakit," ucap Imelda sambil bangkit dari ranjang.
Brian menarik tangan Imelda dan sedikit memaksanya untuk duduk. "Kamu harus beristirahat sampai keadaanmu pulih, setelah itu kamu boleh pergi," ujarnya sambil mengambil semangkuk bubur di atas meja. Pria itu menyuapi Imelda dengan sangat telaten. Untung saja wanita itu tidak menolak suap demi suap bubur yang diberikannya.
"Cukup. Aku sudah sangat kenyang." Imelda pun mengambil segelas air di atas meja yang berada tepat di sebelah ranjang. "Di mana Papa? Mengapa Papa tak membawaku pulang?" tanyanya pada pria yang sejak tadi menatap wajahnya. Ada perasaan aneh yang dirasakan Imelda saat melihat sorotan mata Brian. Entah itu benci atau cinta semuanya sangat tidak jelas, bisa juga itu hanya rasa iba karena pria itu hampir merenggang nyawa karena kebodohannya.
"Om Davin mendapatkan panggilan darurat dari kantor. Beliau menitipkan kamu kepadaku," jawab Brian dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Pria itu dikuasai perasaan bersalah karena telah menghamili Imelda. Meskipun Brian mencintainya, dia tak ingin menghancurkan masa depan wanita itu. "Aku akan menikahimu secepatnya. Aku akan bertanggung jawab atas segala perbuatanku," cetusnya sangat yakin.
Imelda dapat melihat keseriusan dalam setiap kata yang terucap dari mulut pria yang duduk di sampingnya itu. Namun dia berpikir jika Brian bukanlah seorang pria yang bisa terikat dalam sebuah pernikahan. Imelda sangat tahu seberapa sering seorang Brian Prayoga bermain-main dengan banyak wanita. Dia pun tak ingin memaksakan sebuah ikatan yang akan menyulitkannya. "Bagaimana kamu bisa sangat yakin jika itu anakmu? Bisa saja aku bermain gila dengan banyak pria di luar sana .... " Imelda mencoba mengalihkan pandangannya, dia tak mau pria itu mengetahui kebohongannya.
"Kamu tak perlu membodohi aku! Aku bisa merasakan, jika aku adalah yang pertama untukmu. Aku akan tetap menikahimu, meski anak itu bukan anakku sekali pun," tegas Brian dengan sedikit amarah yang masih dapat ditahannya di dalam hati. Dia tak menyangka jika wanita itu akan menolaknya walaupun sedang hamil.
Imelda tersenyum kecil dengan wajah pucatnya yang masih terlihat cantik. "Bagaimana kita bisa menikah jika tidak saling mencintai?" terangnya tanpa perasaan. Wanita itu seolah tak merasakan beban apapun di dalam hatinya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Imelda hingga menolak Brian secara terang-terangan.
"Aku tak peduli, aku akan tetap menikahimu," jawab Brian. "Karena aku sangat mencintaimu, Imelda Mahendra. Sejak dulu hingga sekarang, tidak pernah berubah," ucapnya di dalam hati. Brian tak sanggup mengatakan kebenaran itu kepada wanita yang dicintainya selama bertahun-tahun. Dia hanya bisa mengagumi Imelda dari kejauhan. Rumitnya hubungan di antara dua keluarga membuat pria itu harus mengubur dalam perasaannya. Meskipun diam-diam Brian sering mengawasi Imelda yang tak pernah menyadari keberadaannya. Bahkan Adi Prayoga sudah mengultimatum dirinya, namun tetap saja cinta itu tak pernah bisa hilang.
"Brian. Temani aku menghirup udara segar di luar, rasanya terlalu penat berada di kamar ini," pinta Imelda pada pria yang masih menatapnya penuh cinta. Brian pun bangkit dari tempat duduknya dan berniat menggendong ibu dari anaknya itu. Namun wanita itu justru mendorongnya hingga sedikit terhuyung. "Aku hanya memintamu untuk menemaniku, bukan untuk menggendongku," protes wanita yang terlihat kesal itu.
"Maaf. Ku pikir kamu butuh bantuanku untuk menggendongmu," kilah Brian sambil mengikuti wanita itu berjalan pelan untuk keluar dari kamar itu. Sebelum mereka benar-benar keluar, mereka berpapasan dengan Adi Prayoga yang sudah berpakaian sangat rapi. Pria itu langsung menghampiri Imelda yang sedang berjalan bersama anak semata wayangnya. "Kenapa berjalan keluar? Apa keadaanmu sudah lebih baik?" tanya Adi dengan senyuman ramah kepada wanita itu.
Imelda mengembangkan sebuah senyuman tulus dari wajahnya. Meskipun merasa sangat lemah, wanita itu mencoba untuk tetap terlihat kuat di depan pria itu. "Maaf, Om. Aku sudah sangat merepotkan. Ku harap Om Adi tidak akan membenciku seperti Om membenci Papa." Ucapan wanita itu berhasil memberikan tamparan keras pada pria yang menatapnya dengan berbagai rasa penyesalan yang selama ini disimpannya.
"Sayang." Adi membelai lembut kepala Imelda penuh kasih sayang. "Walaupun aku sangat membenci Mahendra, aku tak pernah sedikit pun membencimu," ucap pria itu dengan sangat lembut dan juga terdengar begitu tulus. Suara dering ponsel terdengar jelas dari kantong celana Adi, pria itu langsung menjawabnya. Mendadak wajah pria itu terlihat begitu panik. "Imelda. Om ada urusan mendadak, kamu tinggal saja beberapa hari di sini sampai keadaanmu benar-benar pulih." Adi Prayoga langsung pergi dengan beberapa anak buahnya. Pria itu terlihat sangat cemas dan langsung bergegas meninggalkan rumah.
Imelda yang melihat perubahan ekspresi Adi menjadi ikut cemas. Dia tak ingin jika hal buruk menimpa pria itu. "Apa Om Adi akan baik-baik saja?" tanya pada Brian yang masih berdiri di sampingnya. Wanita itu terlihat lebih cemas daripada Brian. Imelda merasa hal buruk bisa saja terjadi pada Adi Prayoga. Wanita itu pun menatap Brian penuh dengan pertanyaan, dia menjadi gelisah dengan kepergian ayah Brian itu.
"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Papa pasti akan kembali dengan selamat." Brian mencoba menenangkan hati wanita yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikit pun. "Ayo kita keluar." Pria itu menyentuh lembut jemari Imelda dan menggandengnya untuk keluar ke halaman samping rumah. Mereka berdua duduk di sebuah bangku besar di bawah pohon yang sangat rindang. Wanita itu hanya terdiam tanpa mengatakan apapun, bahkan tatapannya terlihat kosong. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Brian pada wanita yang sedang tenggelam dalam lamunannya.
"Apa alasan yang sebenarnya yang membuat Papa dan Om Adi bisa saling membenci seperti sekarang?" tanya Imelda pada pria yang duduk di sebelahnya yang terus memandangi dirinya.
Brian tak langsung menjawab pertanyaan itu, karena dirinya juga tidak mengetahui sebuah alasan yang membuat hubungan dua keluarga itu menjadi sangat rumit. Yang dia ingat papanya dulu juga pernah menjadi agen BIN, namun pria tua itu berbalik arah menjadi seorang mafia seperti sekarang. Sedangkan seorang Adi Prayoga tak pernah menjelaskan apapun pada anaknya. Bahkan ibu dari Brian memilih meninggalkan suaminya dan hidup sendiri di sebuah kota kecil yang cukup jauh. Sebuah misteri besar yang hanya diketahui oleh kedua pria yang saling membenci itu.