Lily menatap malas sosok yang sedang asik duduk di sofa ruang tamunya sambil bersenda gurau bersama Kak Sean.
"Lo ngapain disini?"
"Lily." Sapa Yuli dengan senyuman sok polosnya. Dasar, memasang wajah manis cuma karena ada Kak Sean disana.
"Kok lo gak bilang mau kerumah gue, tau gitu tadi bareng." Lily mendelik sebal.
"Ly, helmnya belum kamu lepas." Kemarahan Lily menguap entah kemana saat Angkasa menginterupsi.
"Astojim, ganteng banget. Kenalin dong gue Yuli temennya Lily." Angkasa tak menghiraukan Yuli, membantu Lily melepas helmnya.
"Serius lo gak tau?" Tanya Kak Sean bersungguh-sungguh.
"Bukannya kalian satu sekolah ya?" Angkasa beranjak duduk dibawah Lily yang duduk disofa. Lily menganggukkan kepalanya menanggapi Kak Sean.
"Astaga Kak Sean, Yuli gak mungkin buta kalau ada orang seganteng dia di sekolah. Udah pasti dia populer. Bentar deh kayak familiar banget." Yuli mencari sesuatu dalam benda pipih yang disebut hp itu.
"ASTAGA! LO MODEL KAN? SKY FLOWER?!" Lily mencubit pipi Angkasa gemas sambil menaik-turunkan alisnya menggoda Yuli.
"Aduh Ly, lo tega sama gue. Fiks, lo udah gak anggep gue temen kalau gini, punya pacar seganteng itu lo gak kasih tahu gue. Jahat banget." Lily berdecak melihat Yuli yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, berpura-pura menangis di pelukan Sean.
"Pulang aja lo." Lily melempar bantal sofa dibelakangnya.
"Emang kalian beneran pacaran ya?" Lily hampir lupa tentang masalah itu. Angkasa meliriknya penuh tanda tanya.
"Eh, ini tu gara-gara kamu nganterin aku tadi pagi."
"Mesti kamu marah lagi?" Lily mengangguk lesu. Ini juga kan karena Angkasa sendiri yang datang kesekolah dengan penampilan seperti itu.
Lily beranjak menuju kamar mamanya. Menjauh dari kebisingan Yuli yang terus bertanya, apakah Sky Flower itu benar-benar pacarnya?
*
"Kalau seperti ini, aku gak bisa biarkan Lily dekat dengan Angkasa." Samar-samar mendengar mamanya berbicara, saat Lily mendekat ke kamar yang sedikit terbuka.
Lily mengintip siapa yang ada didalam kamar bersama mamanya.
"Aku tahu, tapi apa kamu gak lihat tadi pagi mereka sedekat apa? Bukannya emosi Lily lebih stabil saat bersama Angkasa. Untuk saat ini biarlah mereka dekat dulu. Jika ada masalah percaya sama aku, aku yang akan maju pertama kali. Aku gak akan biarkan keponakanku atau Lily disakiti." Rupanya Nyonya Ida yang sedang berbicara bersama mamanya dikamar.
Lily mengernyit heran, kenapa mamanya tidak ingin Lily dekat dengan Angkasa? Apakah karena Angkasa publik figure? Tapi kenapa mamanya dan Nyonya Ida berkata seolah-olah Lily dan Angkasa akan tersakiti?
Desi menghela nafas panjang. "Ya sudah, aku percaya sama kamu." Ida menepuk pundak Desi perlahan.
"Sekarang mending kamu istirahat, kamu harus pulih untuk menghadapi sidang perceraian." Desi mengangguk paham dan mengambil posisi berbaring.
"Biar aku yang keluar urus anak-anak."
Lily tersadar dari lamunannya, namun saat dirinya belum sempat untuk bersembunyi pintu kamar mamanya terbuka semakin lebar menampilkan Nyonya Ida dengan wajah terkejutnya.
"Lily, kamu udah pulang. Angkasa mana?"
"Didepan tan, aku naik kekamar dulu ya." Lily segera berpamitan setelah tahu mamanya sudah tertidur.
Karena Lily tidak pandai menyembunyikan ekspresi, jadi Lily harus segera kabur dari sana.
*
Otak Lily terasa membeku saat minuman dingin berseluncur ria ke tenggorokannya di siang panas ini. Diotaknya masih berputar menganalisa maksud pembicaraan antara mamanya dan Nyonya Ida.
Lily memperhatikan perlombaan menyambut ulang tahun Indonesia di pinggir lapangan. Menjadi penonton merupakan kebiasaan Lily disetiap tahunnya.
"Aaaaa! Kak Riaaan!" Lily menutup telinganya segera saat Yuli meneriakkan nama cogan of the year. Teriak lagi gue cekik lo. Kata Lily berbicara dengan tatapan mata kepada Yuli.
Suasana panas ditambah ricuh. Membuat pemalas seperti Lily berbaring di lantai kelas yang dingin.
"Yul, gue balik kelas aja ya?"
"Ha apa?"
"Gue mau balik kelas!"
"Ha apa?" Lily mendengus.
"Budeg lo!"
"Lily gak boleh gitu sama temen sendiri." Lily memutar bola matanya malas, saat Lily begini saja Yuli baru bisa menangkap maksud Lily.
"Gue balik dulu."
Yuli menarik tangan Lily, hingga Lily kembali jatuh terduduk ditempatnya semula.
"Apasih?"
"Ayang beb lo mau main bentar lagi, jadi lawannya kak Rian loh. Gak mau lihat." Semenjak kunjungan Yuli dihari itu, Yuli sudah mengetahui bahwa Angkasa adalah model bernama panggung Sky Flower.
"Enggak."
Sekali lagi saat Lily hendak meninggalkan lapangan, Rena datang duduk disamping Lily, memutus jalan keluar untuk Lily.
"Gue gak telat kan?" Yuli menatap iba pada Rena. "Dasar anak OSIS sok sibuk. Gak telat kok." Ya, siapapun tahu anak OSIS disaat acara sekolah pasti akan sibuk melebihi pejabat.
Lily menghela nafas panjang, pasrah terjebak melihat perlombaan yang belum dimulai. Rupanya lawan mereka belum datang ke lapangan. Lily mulai tertarik.
Semua siswa menyanyikan yel-yel khas kelas mereka masing-masing.
Semua orang bertepuk tangan dengan keras saat regu lawan masuk ke area lapangan. Doni selaku ketua OSIS populer yang ikut turun kelapangan mewakili kelasnya, membuat ricuh para fansnya.
Tidak seperti yang lainnya, Lily memperhatikan seorang laki-laki culun dengan kaus kaki panjang hingga selutut itu.
Lily tersenyum saat Angkasa berlari menghampirinya.
"Ly, tolong bawain botol minumku ya?" Lily mengangguk.
"Ren, ini punya Doni suruh bawain."
"Lah kok gue."
"Gak tau, kan lo sekretarisnya mungkin."
"Aduh gak banget deh. Untung botol tupperwer, kalau gak udah gue buang jauh-jauh nih."
Angkasa menggedikkan bahunya segera kembali ketengah lapangan untuk memulai pertandingan. Sedangkan Yuli sibuk menaik turunkan alisnya menggoda Lily.
"Mas ganteng titip botol, cieee."
"Apasih Yul, diem deh udah mau mulai."
"Gantengan juga Doni lho Ly yang selama ini ngejar-ngejar kamu." Ujar Rena mengeluarkan opininya.
"Udah enggak woi. Gantengan juga Angkasa." Sewot Yuli.
"Lo punya mata buta apa?"
"Lo yang buta."
"Elo."
"Elo belum tahu aja Angkasa aslinya kayak gimana."
"Ya emang kalem Angkasa sih."
"Lo berdua bisa diem gak?" Yuli dan Rena segera merapatkan mulut mereka sebelum tangan Lily yang melayang kearah mereka.
Riuh penonton semakin menjadi saat Rian si manusia populer itu tebar pesona kesana kemari ditengah pertandingan. Lily menggidikkan bahunya geli, melihat kelakukan kakak kelasnya itu.
Lain halnya Yuli dan Rena yang dengan senang hati menerima tangkapan cium jauh Rian. Melihatnya membuat Lily mual.
"Lihat tuh, kemaren aja dianter sama cowok cakep, sekarang deketnya sama cowok culun berprestasi." Lily menajamkan telinga dengan ucapan cewek kecentilan yang tak jauh darinya sambil cekikikan.
"Iya, namanya aja murahan, stok cowoknya ya banyak. Dari yang ganteng ke yang buruk rupa. Banyak banget."
Lily terkejut saat mengetahui Yuli yang duduk disampingnya sudah menghilang. Terlambat bagi Lily menyadari bahwa Yuli telah menampar orang yang membicarakannya tadi.
Mengalihkan fokus semua orang dari pertandingan bola. Melihat keributan apa yang sudah terjadi.
"Kalau berani ngomong didepan."