Lily menatap layar handphone-nya dengan serius. Sky Flower. Lily mengetik dan menghapus kata-kata itu berulang kali di mesin pencarian gulugulu.
Sudah hampir seminggu Lily menghindari Angkasa tanpa alasan yang jelas. Lily hanya tak tahu harus bersikap, bagaimana jika Angkasa benar-benar Angkasa yang berbeda dari yang Lily ketahui selama ini.
Akhirnya Lily memberanikan diri memencet tombol kaca pembesar itu. Tak perlu menunggu waktu lama banyak artikel bermunculan.
Biografi Sky Flower
Pendatang baru dunia modeling
Lelaki tampan no.1 di Indonesia
Sky Flower mendapatkan banyak tawaran
Pihak pengiklan merebutkan Sky Flower
Sky Flower pujaan hati wanita lokal hingga manca negara
"Wah, gila." Semakin Lily menscroll layar kebawah, semakin banyak artikel tentang Sky Flower.
Lily mengeklik salah satu artikel tentang kumpulan foto terbaru dari Sky Flower.
1. Tampilan menyegarkan dalam pemotretan iklan soda.
2. Terlihat sangat pandai dengan memakai seragam sekolah dalam iklan aplikasi belajar
3. Sangat manly dalam iklan kesehatan
4. Terlihat sangat imut dan manis dalam iklan ice cream, pengen cubit pipinya deh
5. Terlihat sangat seksi dalam iklan celana jeans
Lily membulatkan matanya sempurna, apa benar ini semua Angkasa?
"Daebak! Seksi banget." Komentar Lily spontan saat melihat foto Angkasa yang hanya menggunakan celana jeans tanpa atasan.
Foto itu menunjukkan bentuk tubuh Angkasa yang benar-benar sempurna. Otot yang tidak berlebihan, sangat ideal menurut Lily.
Lily sudah bisa menebak Angkasa memiliki tubuh yang bagus dan bahu yang lebar hanya dengan beberapa skinsip seperti pelukan.
"Apanya yang seksi?" Dengan cepat Lily mematikan layar handphone-nya. Hampir saja pikiran Lily melayang ke tempat terlarang.
Jika Angkasa merahasiakan dari sekolah tentu Lily tidak ingin jadi penyebab bocornya rahasia yang ingin dijaga Angkasa.
"Gak ada." Untunglah Yuli tidak bertanya lebih jauh. Fokus Lily teralih pada Yuli yang datang-datang sudah lemas.
"Lemes amat Yul?"
"Gue habis ***** sama Kak Sean." Lily langsung menempeleng kepala Yuli. Percuma Lily khawatir pada Yuli.
"Lambe lo Yul. Kebiasaan amat. Habis ngedrakor kan lo?" Yuli cekikikan khas kuntilanak.
"Nah loh tu tau." Dasar Yuli sekali gak waras perkataannya sangat jorok. Membuat Lily ingin menjahit mulut Yuli terlebih jika Yuli tertawa seperti kuntilanak.
*
Sialan! Setelah menghabiskan satu porsi ayam geprek, perut Lily rasanya mau meledak sekarang. Padahal sebentar lagi bel masuk, sepertinya mustahil untuk kembali tepat waktu kekelas.
Lily berjalan cepat menuju kamar mandi yang letaknya sedikit jauh dari kelasnya. Hampir sampai, dari jauh Lily melihat papan bertuliskan kamar mandi perempuan.
Lily menikung tajam begitu melihat Angkasa keluar dari kamar mandi laki-laki yang tempatnya bersebrangan dengan kamar mandi perempuan.
Lily berjalan cepat kembali ke kelasnya, mengabaikan Angkasa yangsedari tadi memanggilnya. Masa bodoh bila Lily harus menahan perut mulasnya.
Lily melirik kekanan dan kekiri, memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Lily mengambil sebuah batu hias yang ada di pot tanaman depan kelasnya, kemudian memasukkan batu itu dalam saku roknya.
Semoga sugestinya berhasil menghilangkan bongkahan emas dalam perut Lily.
"Cepet amat neng BAB-nya?" Lily meringis, seluruh dahinya dipenuhi oleh keringat. Lily tak tahu sampai kapan harus menghindari Angkasa berulang kali seperti ini.
Yang pasti, sampai Lily tahu bagaimana cara berinteraksi dengan Angkasa. Jika tanya gulugulu, yang ada Lily diminta untuk naik roket.
*
Sudah tepat tiga hari Lily menghindari Angkasa, baik di rumah maupun di sekolah. Lily tidak bisa terus seperti ini, hanya karena mengetahui diri Angkasa yang baru.
Begitu bel pulang sekolah Lily berlari dengan cepat, agar tidak berpapasan dengan Angkasa. Rencana tidaklah sesuai ekspetasi.
Lily menabrak tubuh tinggi itu, saat tubuh tinggi itu sengaja mendaratkan dirinya dihadapan Lily. Lily mengaduh kesakitan.
Lily tersenyum kikuk mengetahui orang yang ditabraknya adalah Angkasa. "Hai. Gu, gue pulang duluan ya." Pamit Lily segera bersiap untuk kabur.
Angkasa menarik tangan Lily mengikutinya, menerobos ratusan siswa. "Ikut aku dulu." Lily menarik tangannya paksa, membuat Angkasa melihat sosok dibalik punggungnya yang terlihat risih.
"Kemana?" Angkasa melihat gestur Lily yang mengusap-usap tangan yang ditarik paksa tadi. Perasaan bersalah menyeruak dalam hati Angkasa.
"Ikut aku dulu." Saat Angkasa hendak meraih tangan Lily kembali, dengan cepat Lily menghindarinya. Membuat Angkasa mengernyit. "Gue gak mau."
Angkasa menggendong Lily dibahunya tanpa aba-aba. Tubuh Lily yang kurus membuat Angkasa dengan mudah menjadikan Lily bagaikan karung beras.
Lily meronta saat Angkasa membawanya pergi entah kemana. Menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian Lily berhenti berontak, berusaha menutup mukanya dengan rambutnya yang panjang.
Angkasa mendudukan Lily di dalam mobil. Lily duduk dengan canggung saat Angkasa akhirnya masuk dan mulai mengendarai mobil itu dengan kecepatan penuh.
Lily menatap keluar jendela yang tertutup, seakan berkata tolong, aku diculik pada siapapun diluar sana. Angkasa menepikan mobilnya di sebuah rumah mewah yang entah siapa pemiliknya ini.
Lily mengikuti Angkasa masuk kedalamnya. Angkasa membawa Lily pada sebuah dapur dengan tema modern. Hanya dengan tatapan mata Lily tahu Angkasa meminta Lily duduk di kursi tinggi yang dapat berputar itu, tepat disamping Angkasa.
Angkasa menatap tajam Lily, membuat Lily menelan ludahnya susah. Mata hazel milik Angkasa meneliti mata hitam lekat milik Lily. Mencari jawaban dari pertanyaan yang sudah singgah di otaknya tiga hari ini.
Apakah tidak ada yang bisa membaca sinyal bahaya dari Lily? Tidak biasanya Lily lemah dihadapan seorang pria. Tapi Angkasa mampu mengintimidasi Lily hanya lewat tatapan matanya.
Angkasa dalam mode seperti ini membuat Lily takut, tidak berani melawan. Lily hampir terjungkal saat Angkasa menarik kursinya mendekat. Angkasa menghimpit kursi Lily dengan kedua kakinya, agar Lily tidak bisa kabur lagi.
Kenapa Angkasa seperti ini? Lily mungkin akan segera kehabisan nafas jika Angkasa tidak segera memberi jarak pada mereka. Kedua tangan Lily memegang erat roknya.
"Bilang sama aku?" Keadaan ini membuat Lily menjadi tuli. "Bi, bilang apa?"
"Kenapa jauhin aku? Kamu marah?" Dengan cepat Lily menyanggahnya. "Ha engga marah kok."
"Terus?" Soal yang di ajukan Angkasa rasanya lebih sulit dari menjawab soal matematika. "Angkasa milik Lily bukan?" Lily berfikir sejenak lalu mengangguk bagaikan robot.
"Sekarang, apa yang buat kamu ragu sampai menghindar dari aku?" Lily ingin menjerit, berteriak lalu kabur dari tempat ini.
"A, aku baru tahu kalau kamu itu model." Angkasa menahan tawanya, jadi hanya itu yang dikhawatirkan Lily. "Terus masalahnya dimana?"
Lily menatap Angkasa menggenggam erat tangan kanannya yang berkeringat tanpa rasa risih.
"Masalahnya itu, tiba-tiba aku ngerasa kita itu asing. Sejak aku diberi tahu kalau kamu model papan atas." Lily menundukkan kepalanya. Semenjak Lily tahu rahasia Angkasa, Lily merasa mereka berada di dunia yang berbeda dan tak seharusnya Lily bersikap semaunya sendiri.
Angkasa menunduk untuk melihat raut wajah Lily. "Ly, tatap mata aku."