"i love erik 3000♡
hehe.."
Mulut gue menganga sempurna.
"Seriusan lo nulis ini?"
Pete mengangguk mantap.
"Besok auto ditembak lu, haha!" dia ketawa renyah.
Sedangkan gue cuman berdesis kesal sebagai jawaban.
Agak menjijikan, sih, status gue. Tapi gapapa lah dari pada harus bilang ke Erik kalau gue suka sama dia dari kelas 11.
Mending yang ini. Cuman 24 jam juga. Followers gue pun dikit, 125 orang aja.
# # #
"Uwahh.. Segerr!"
Abis mandi, gue lanjut rebahan lagi di kasur. Mata gue terpejam sambil menikmati alunan musik yang barusan gue setel.
Waktu lagi enak enaknya dengerin musik. Tiba tiba HP gue bunyi, tanda notif masuk
Tring
Tring
Gue berdecak kesal. Merasa terganggu.
Tapi walaupun begitu, gue tetep ambil HP gue yang letaknya ga jauh dari tempat gue tiduran. Rasa penasaran gue lebih besar. Siapa tau aja itu Carol yang ngechat. Hihi..
Tanpa pikir panjang, gue langsung buka notifikasi yang barusan masuk. Dan itu menjadi penyesalan terbesar gue.
(Erik.o)
Erik.o *replied to your story
Erik.o : I love you too, Cillya..
Erik.o : Udh lama ya kita ga chattan. Hehe
Gue terdiam beberapa saat. Bersamaan dengan berbagai macam kata yang mengutuk Pete dalam hati.
"Duhh. Ini harus gue bales apaan?" panik gue.
Gue ga bisa bilang ini cuman tantangan dari Pete Sengah. Karena peraturannya, 24 jam. Jadi gue baru boleh kasih tau ke Erik setelah 24 jam.
Parah banget kan.
Dengan ragu, jari gue mulai mengetikkan sesuatu.
(Erik.o)
Ciliya : Iya, hehe
Jangan salah paham. Ini gue iyain bagian kami udah lama ga chattan. Kalau bagian 'i love you too' nya ga mau gue bahas. Anggap aja itu ga pernah terjadi.
Tapi sialnya. Saat gue ga mau bahas itu. Erik justru yang mau ngebahas itu.
Dia beneran suka sama gue, kah?
Erik.o : Kamu beneran tulis itu di story?
Eh, kok-ngomongnya jadi aku kamu?
Sekali lagi, dengan terpaksa gue harus iyain dia. Sampai akhirnya, chattan kita berdua terhenti karena ada telepon yang masuk. Dan parahnya, diakhiri dengan emot love dari Erik. Apa apaan, nih, weh?
"Halo," kata gue ketus.
Kalian pasti sudah bisa tebak siapa yang nelpon gue. Orang yang selalu bikin gue naik tensi. Pete.
"Halo. Jutek amat mbak. Haha."
"Bomat, salah lo? Lo tau tadi barusan Erik chat gue woy!?.."
Lalu, dimulai lah sesi curhat..
Dari sini gue bisa dengar dengan jelas Pete yang lagi ketawa dengan super ngakak sehabis denger cerita dari gue.
Bahkan, menurut penerawangan gue. Saking kencengnya dia ketawa, satu komplek bisa denger kali, ya, tuh?
Bahagia banget kayanya liat gue menderita.
"Tanggung jawab lo! Besok ga mau tau, bilangin ke dia kalau ini cuman tantangan!"
"Eits. Dua puluh empat jam dulu woi!"
Gue menarik napas dalam dalam.
"IYA! DUA PULUH EMPAT JAM!" Gue sengaja teriak. Biar kuping dia pengang.
Tapi bukannya kesel karena suara gue. Pete justru ketawa di sana.
"Ketawa aja teros!"
"Ngapain lo nelpon?" Gue teringat sesuatu.
"Oh iya. Buat jadwal tambahan besok, lu bawa buku tambahan kaga?"
"Kalau gue, sih, pakai buku Kimia biasa. BTW sejak kapan lo niat sekolah?" ucap gue memberitahu sekaligus menyindir.
"Hahaha. Oke, thanks ya Cabe!"
"Ya."
"Bye Cabe! Besok jangan lupa bangun, ya! Skolah lagi, jan molor!" kata dia sebelum telepon dimatiin. Persis kaya orang pacaran.
Eh.
Apa sih gue?
# # #
Kalian mau tau, apa yang ada di otak gue selama satu hari ini?
Bangun tidur.
'I love you too'
Waktu pelajaran.
'I love you too'
Chattan gue sama Erik kemarin terus terbayang bayang di otak gue.
Pokoknya, 1 jam lagi gue harus cepet cepet kelarin ini masalah.
Gue harus klarifikasi sebelum semuanya jadi makin ruyam. Harus.
Sekarang udah jam pulang sekolah. Yang artinya gue dan Pete harus ikut jadwal tambahan, persiapan Olimpiade Kimia. Sebentaran doang, sih, cuman 40 menit. Tapi kami harus ikut setiap hari.
Gue baru aja keluar kelas, mau nyusul Pete yang duluan. Tapi tiba tiba ada tangan yang cegat gue.
"Cill."
Reflek gue menoleh ke Erik yang entah sejak kapan beridiri di depan pintu kelas gue.
"I-ya?"
Duh, kenapa harus ketemu sekarang?
Erik tersenyum.
Kalau dulu mungkin gue akan klepek klepek liat senyumnya Erik.
Tapi sekarang udah beda.
Sampai kapan pun itu, ternyata yang bisa terus bikin gue klepek klepek itu cuman Carol seorang. Huaa.
"Ada yang mau gua bicarain," kata dia tanpa menghilangkan senyumnya.
"Apa?"
"Woy cabe, nanti dulu PDKT nya! Udah ditungguin sama Pak Handoko. Mau diomelin lu?"
Gue dan Erik sama sama menoleh ke Pete yang lagi diri tak jauh dari kami.
Gue natap Erik lagi. Nunggu dia ngomong.
"Nanti aja deh. Lu ke lab Olimpiade aja dulu. Gua tungguin sampai selesai."
"Eh, besok aja. Lumayan lama lho.."
"Gapapa. Penting soalnya. Belajar dulu aja. Semangat ya..!"
"Cabe! Buruan! Gua tinggal, nih!" teriak Pete lagi.
Gue berdecak kesal.
"IYA IYA, SABAR!"
Gue menatap Erik. Matanya penuh keyakinan seolah mengatakan kalau dia bener bener bakal nungguin gue sampai selese.
"Oke deh," putus gue ga mau nyari ribet.
Gue lantas berbalik arah, lalu berlari kecil menyusul Pete.
"Lama banget lu! Buang buang waktu gua aja."
Pete ngedorong tas ransel gue dari belakang. Biar gue jalannya agak cepet, karena kami emang udah diuber sama Pak Handoko.
"Cepetan dikit jalannya."
Gue menatap Pete sebel.
"Santai donk, Bang!"
Gue lalu menatap kaki Pete yang terbilang cukup panjang, eh, ga, sangat panjang!
"Lo, mah, enak. Kaki panjang gitu," cibir gue.
"Makanya, tumbuh, tuh, keatas. Bukan di tempat!"
Lagi lagi gue cuman bisa berdesis kesal, ga bisa membantah ucapan dia. Bener, sih, gue sendiri juga heran kenapa tubuh gue ini super pendek.
"Ekhem. Cie yang tadi ngobrol sama gebetan."
Gue menoleh ke Pete. Kok, rasanya gue pengen tonjok dia ya?
"Bukan gebetan ih!"
"Oh iya. Mantan gebetan." Pete lalu mengedipin sebelah matanya ke gue. Buat gue bergedik jiji.
Pandangan Pete lalu beralih lurus ke depan.
"Gua ramal. Nanti lu bakal ditembak Erik."
Deg!
Ga tau kenapa, tapi jantung gue tiba tiba berpacu kencang saat Pete bilang gitu.
Gue tau itu cuman bercanda. Tapi, kok, rasanya-kaya.. Kaya-bener, ya?
# # #